Home / Romansa / Bukan Istri Bayaran / Bab 1 Cindera Mata

Share

Bukan Istri Bayaran
Bukan Istri Bayaran
Author: Liliput

Bab 1 Cindera Mata

Author: Liliput
last update Last Updated: 2024-05-19 15:25:56

"BAPAAAAKKKKK..."

Teriakan Lana mengguncangkan seluruh penjuru kampung.

Membuat tetangga-tetangga yang mendengar teriakannya terkejut.

Tapi, tak ada yang berani menghampirinya karena tahu siapa yang tengah Lana hadapi--Juragan Sabri.

"Sudah Lana, biarkan bapakmu pergi dengan damai..."

Kepulan asap disembur pria bau tanah itu ke wajah Lana yang sesegukan.

Tangan Lana mengepal dan langsung memegang kerah baju juragan yang masih mengisap cerutu mahalnya. "Kamu yang membunuh bapakku!"

"Heh, diam kau!"

Anak buah Juragan Sabri yang berbadan tegap nampak memegang tubuh Lana yang berusaha memberontak.

Namun, pria tua itu mengisyaratkan agar mereka melepaskan Lana.

"Bapakmu sudah waktunya mati. Umurnya sudah habis..."

Nafas Lana masih tersengal. Ia tak kuasa menahan amarah sekaligus kebencian.

Jelas-jelas apa yang dikatakan lelaki paruh baya itu salah. Jelas-jelas baru saja Lana melihat bapaknya meneguk racun yang habis tak bersisa.

"Bawa dia!"

Begitu Juragan Sabri bangkit dari duduk, kedua pengawalnya lantas membawa Lana dengan menyeret dan penuh paksa.

"Aku tidak mau pergi..." Lana berteriak minta tolong.

Nihil.

Tak ada yang menolongnya. 

Hal ini membuat tangisan Lana makin jadi. "Bapaak..Biarkan aku melihat bapakku dikubur..." pintanya.

"Diam atau kami akan membunuhmu sekalian agar jadi satu liang dengan bapak sialanmu itu!" Sang pengawal mengancam Lana agar tidak berkutik.

Dengan keras, mereka mendorong Lana agar masuk dan duduk di bagian bangku belakang.

"Dan jangan coba-coba untuk kabur."

Deg!

Jantung Lana berhenti berdetak.

Ia tak kuasa untuk melawan. Tak ada daya lagi. Ia pasrah, tak ada yang bisa ia lakukan selain hanya diam dan menuruti semua yang diperintahkan, terlebih kala pisol ditodongkan ke kepalanya.

Dirinya hampa.

Tak ada yang tersisa kecuali nyawa dan baju yang melekat di badan, hingga mereka pun tiba di sebuah rumah yang begitu megah bagaikan istana!

**

"Sekarang kamu dalam perlindunganku Lana! Jadi, jangan coba melawan."

Dengan angkuh, Juragan Sabri menyilangkan kedua kakinya begitu mereka tiba di ruang tamu.

Melihat Lana yang masih tak berkutik, tawa kemenangan bersinar di hati juragan tanah itu.

Tak lama, seorang pria tampak masuk ke rumah.

Dia melihat sekilas Lana dan Juragan Sabri, tapi berlalu begitu saja.

Namun dari raut wajahnya, terlihat sekali dirinya begitu marah. 

"DIPTAAA..."

Suara panggilan Juragan Sabri membuat langkah pria itu terhenti. Diliriknya sang ayah menanti apa yang hendak dikatakan pria itu.

"Ke mari dan duduklah!"

Meski bingung, Dipta, anak sulung Juragan Sabri, langsung mendekat ke arah ayahnya yang memanggil.

Diperhatikan wanita yang menundukkan pandangan dan wajahnya tertutup rambut panjangnya, sebelum duduk di sebelahnya.

"Ada apa, ayah?" tanya Dipta pada Juragan Sabri.

Namun, pria itu hanya tersenyum.

Tiba-tiba saja, Kiai Badrus yang terkenal dekat dengannya, masuk sambil mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum..."

Semua lantas menjawab dengan serentak, "Wa'alaikumsalaam..."

Senyum Kiai Badrus membuat Dipta dan Lana makin tidak paham. Situasi apa yang akan mereka hadapi sekarang?

"Mereka sudah siap.."

Begitu enteng Juragan Sabri melaporkan keadaan.

Kedua mata Lana memandang Juragan Sabri dengan penuh tanda tanya. Apa yang akan dilakukan?

"Baiklah. Siapa nama gadis ini?" tanya Kiai Badrus.

"Nurlana Sadikin..." jawab Lana meski ragu.

Kiai Badrus mengangguk. "Baik. Lalu, maharnya?" 

"Ini maharnya.." Juragan Sabri mendadak menunjukkan gelang emas yang berkilau terkena sorot cahaya lampu.

"Mahar?" Dipta tiba-tiba tersentak. "Ayah, tapi Dipta sudah punya--"

"DIAM! Ikuti perintahku!"

Ya, titah Juragan Sabri adalah hal mutlak.

Tak ada sesiapapun yang berani melanggar ataupun melawannya juragan tanah paling kaya di seantero negeri.

Jadi, janji suci yang tak pernah disangka terjadi seketika terucap dari mulut Dipta Sabri Panama.

"Bagaimana saksi?" tanya Kiai Badrus.

"SAAAHHHH....." 

Seketika tawa Juragan Sabri tiada henti. Ia begitu bahagia melihat anak lelakinya mendapatkan istri baru dengan cuma-cuma.

Siapa sangka kematian anak buahnya bisa menjadi senjata pamungkas untuk menakhlukkan kembali anak lelakinya!

"Ayo Nak Lana, cium tangan suamimu sekarang!" perintah Kiai Badrus.

Meski tidak mengerti, Lana gemetar memegang tangan pria yang baru dilihatnya beberapa menit yang lalu.

Diberikannya sebuah penghormatan pertama untuk pria tak dikenal yang kini dinisbatkan menjadi suaminya.

Hanya saja, beberapa detik kemudian Dipta segera menarik kembali tangannya dan berlalu pergi meninggalkannya, begitu saja.

Meski miskin adalah makanan keseharian Lana, namun belum pernah ia merasa dihina harga dirinya sebagai manusia, seperti hari ini!

"Setelah ini, pastikan kau hamil anak Dipta. Sebanyak-banyaknya," ucap Juragan Sabri memecah keheningan.

Sebuah kepulan asap lagi-lagi mengenai wajah Lana, hingga gadis itu terbatuk.

"Dan setiap kamu hamil, aku akan memberimu seratus juta rupiah! Karena kau mesin pencetak anak untuk keluarga kami."

Deg!

Tangan Lana sontak mengepal. Ditatapnya tajam pria tua kejam di hadapannya itu. "Kau..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 51 Mencuri Waktu

    "Kamu kenapa dari tadi ruwet? Ayo, antarkan aku! Aku sudah rindu sama cucuku!" Sosok tua itu malah masuk ke dalam mobil dan menutup pihtunya dengan keras."AYOOO!"Sang sopir kini keringat dingin, bingung harus membawa ke mana juragannya sekarang...Ah, entahlah. Dia tak kuat jika harus memikirkan masalah ini sendiri."Kita harus segera ke sana!" Juragan Sabri asal saja bicara."Baik, Juragan!" Di tengah perjalanan, sengaja Sapto mencari rute yang agak panjang sambil berharap ada keajaiban.Tak terasa saking lelahnya, Juragan Sabri tertidur. Tak tahunya dia dibawa oleh sopirnya menuju rumah Lana. Dia masih ingat kalau rumah itu berlokasi di tempat pemukiman padat penduduk."Gila, kamu!" Sesampainya di rumah Lana, Juragan terbangun."Kenapa Juragan?" Tanya Sapto kebingungan.Bukannya tadi minta diantarkan ke tempat Arjuna? Apa dia salah lagi! Sapto serba salah dan tak tahu harus bagaimana. Semoga saja Tuan Dipta mengampuninya."Kamu kan tadi aku suruh antar ke tempat cucuku, bukan mal

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 50 Fokus Kerja

    "Iya, sering-seringlah datang ke sini, Nak Dipta! Biar Arjuna tidak kesepian..." Bibinya berkata."Boleh, Bi. Biar saya bisa sering makan masakan Bibi sekaligus... siapa tahu nanti Arjuna bisa punya adik lagi!" Celetuk Dipta."Pak Dipta!" Lana mencubit lengan suaminya karena kaget!"Lha ya nggak apa-apa toh!" Bibinya mengamini kalimat Dipta. "Itu bagus, kamu mumpung masih muda, bikin anak sebanyak-banyaknya. Nanti kalau sudah berumur nyesel..""Boleh, Bi. Asalkan Lana mau, saya siap kapan saja!"Lama-lama Dipta sudah mulai berani bicara yang tidak-tidak. Tangan Lana menarik dan mendorongnya keluar."Permisi dulu, Bi!"Saat di teras depan, Lana memprotes."Pak, lain kali jangan bicara yang seperti itu di rumah." Pesannya seakan melarangnya untuk datang lagi. Sudah cukup Lana dipermalukan seperti ini."Kenapa? Aku hanya bercanda, Lan. Bibimu sepertinya lebih ramah dari kamu." Sahut Dipta tahu kalau dia dipersalahkan terus."Ya, tapi jangan membuat orang lain berharap. Pak Dipta kan tah

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 49 Lemah

    "Aku sudah menyampaikan apa yang akan aku sampaikan. Jika kamu menolak untuk melakukan permintaanku, maka... aku tak bisa lagi melindungimu jika sewaktu-waktu orang suruhan Ayahku mengambil Arjuna darimu!"Bagi Lana, itu adalah sebuah ultimatum yang sifatnya bukan candaan.Tapi Lana sudah menyiapkan sebuah rencana untuk menghadapi semuanya..."Lana?""Iya, Pak. Saya hanya bisa menunggu saja..."Meski akan keluar pergi dari rumah Lana, tetap saja Dipta ingin mencoba peluang keberuntungannya.Siapa tahu..."Nak Dipta?" Bibi Lana baru saja muncul dari belakang.Rupanya tadi menyelesaikan memasak dan mendengar ada suara tamu, langsung dilihatnya."Iya, Bibi..""Katanya baru kena musibah? Apa sudah baikan sekarang?" Bibi Lana bertanya dengan nada penuh perhatian.Dari sorot matanya yang tulus, kadang Dipta iri karena Lana rasanya lebih dihargai oleh keluarganya meski tidak sekaya dirinya."Iya, Bi.. tapi sudah membaik, kok." Jawabnya ramah."Lha, kok tidak disuguhin apa-apa to Lan? Ambil m

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 48 Negosiasi

    "Apa syaratnya, Pak Dipta, katakan saja!" Seolah dia justru menantang sang lelaki itu."Beri aku anak satu lagi!"Dipta berkata dengan nada datar. Tanpa emosi dan ekspresi apapun.Wanita berambut hitam legam itu tentu saja terkejut, "Hah? Beri anak lagi? Apa maksud kalimatnya Pak Dipta??"Ini bukanlah jawaban yang diinginkan oleh Lana. Sempat tadi ia menduga jawabannya akan berupa pindah ke rumah Dipta barangkali. Lantas merangkap menjadi asisten alias pembantu barangkali.Mungkin jika yang terjadi adalah demikian, Lana masih bisa mentoleransi."Iya, kamu tidak salah dengar. Beri aku anak!" Ucap Dipta sambil menatap lekat kedua netra Lana yang terlihat menawan."Pak Dipta tahu sendiri bagaimana kondisinya sekarang. Itu tidak mungkin, Pak!" Elaknya."Hmmm... bukannya tadi kamu seperti orang yang sudah siap untuk berperang dan berani melawan apapun yang jadi rintangan!?" Protes Dipta.Ke mana perginya nyali pemberani barusan yang tampak di depan matanya?"Ya, saya kira bukan hal semacam

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 47 Siasat

    "Karena mereka... terlalu mengasihani perempuan!" Jawabnya lantang."Bukankah Ayah juga terlalu lembek dengan Sasmita?" Akhirnya Dipta berani bicara."Apa katamu??" Bentak Ayahnya merasa tersinggung."Itu kan yang sekarang terjadi... Ayah dengan mudahnya memberikan dan menyetujui apapun yang Sasmita minta! Termasuk membawa dua anak tirinya ke sini." Cecar Dipta."KAMU INI, BERANI YA?" Juragan Sabri sudah mengangkat tangan kanannya dan hendak menampar anak kandungnya sendiri."Ayah, jangan suka memberikan saran pada orang lain sementara diri Ayah sendiri punya kekurangan!" Dipta bangkit dan berjalan meninggalkan ayahnya sendirian.Sudah cukup dia ditindas dan dihabisi dengan kata-kata ayahnya sendiri.Dia ingin mencari Sapto yang akan disuruh menjemput Arjuna. Bagaimanapun, dia harus ikut menemui Lana secara langsung.Untungnya, Sapto masih memanasi mobil dan menunggu baby sitter itu datang."Sapto!" Dipta berjalan tertatih mengejar sang sopir."Iya, Tuan Muda?""Aku harus ikut ke Lana

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 46 Angkara Murka

    "Bukan... Bukan soal Tuan Dipta. Kamu nggak usah khawatir..." Dia menenangkan.Tapi...Lebih besar dari soal Dipta untuk kali ini. Langkah Mbok Mirah sedikit goyah karena sudah membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika Juragan Sabri mengamuk!Dan benarlah... saat sampai di rumah, sudah terdengar gelegar suaranya di kamar Dipta."Bagaimana bisa kamu percayakan Arjunaku pada Lana?" Bentak Juragan Sabri saat pulang bersama istri barunya."Kamu sudah gila, Dipta?" Teriaknya di kamar."Ayah, aku bisa jelaskan..." Dipta terdengar berusaha menjelaskan namun sang Ayah bersikeras tidak mau mendengar apapun.Sekali salah akan tetap salah di mata Juragan Sabri.Mbok Mirah mendengar dua orang ayah dan anak yang saling bersilat lidah."Bagimana kamu bisa, Dipta? Kukira kamu ini pintar dan teliti... rupanya kamu ini ceroboh!" Makin menjadi-jadi amukan sang ayah."Tuan, Juragan!" Mbok Mirah langsung masuk setelah mengetuk pintu dan tak didengar seorangpun.Dia merasa perlu untuk melerai.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status