Home / Romansa / Bukan Istri Bayaran / Bab 2 Sejengkal Asa

Share

Bab 2 Sejengkal Asa

Author: Liliput
last update Last Updated: 2024-05-20 15:35:57

Namun belum sempat berbicara, tawa Juragan Sabri sudah memenuhi ruangan.

Sepertinya, dia begitu bahagia dengan idenya itu. 

Untungnya, Adzan magrib akhirnya berkumandang, hingga pria itu berhenti tertawa.

"Nanti malam, orang-orangku akan mengantarmu ke Villa Dipta. Kamu ikuti Mbok Minah dan berdandanlah yang cantik. Goda Dipta. Buat Dipta mau tidur denganmu!" ancamnya lagi.

"Apa ada pertanyaan?"

Lana menggeleng dan meminta izin untuk keluar ruangan.

Dia tak kuasa duduk berlama-lama lagi.

Selain muak melihat wajah Juragan Sabri. Kakinya kelu harus duduk rapi di depan pria itu.

"Bapak macam apa pria ini? Dasar sinting!" gumam Lana lirih.

Dia berjalan menuju pintu.

Ceklek!

Namun begitu pintu terbuka, seorang wanita paruh baya sudah menyambutnya dengan senyuman.

"Ayo ikut aku Nduk Lana!"

Tangan Lana segera digenggam dan diajak untuk ke belakang.

Tak diduga, sudah ada seorang wanita muda yang menyiapkan riasan untuk Lana.

"Ini si pengantin baru?" Sang perias tersenyum melihat Lana yang terlihat polos dan tidak tahu apa-apa.

"Bagaimana Mis? Apa dia cantik?" tanya Mbok Mirah dengan nada menggoda.

"Tentu saja Juragan Sabri tidak salah pilih. Andai saja Ndoro Putri masih hidup, ia tak menyesal melihat menantunya secantik ini..."

Tawanya terkekeh.

Lana sendiri tak mengerti apa yang lucu.

Mungkin, mereka juga hanya berpura-pura karena di depan cermin besar, Lana dapat melihat wajahnya yang kusam dan penuh dengan bekas tangisan.

Dimana kecantikannya yang tertinggal?

Ia tak melihat sama sekali kecantikan yang dilihat oleh sang perias. Selain wajahnya yang acak adul tidak karuan.

**

"Bagaimana Juragan Sabri?" tanya Mbok Mirah dengan semangat begitu selesai merias.

Lana sendiri hanya diam.

Namun, dia merinding begitu mendengar ucapan Juragan selanjutnya.

"Cantik...Luar biasa..Andai Dipta tidak mengawininya, aku pun mau...hahahaha!"

Gelak tawanya disambut yang lain.

Tentu saja, kecuali Lana.

Ia jadi merasa jijik melihat wajahnya yang memang sangat cantik saat setelah dirias.

"Nah Lana..ikutlah dengan Joko. Dia akan membawamu ke Villa Tuan Dipta.."

Lana lagi-lagi hanya mengangguk. Ia berjalan dengan hati-hati di belakang pengawal yang ditunjuk oleh Juragan Sabri.

Berkali-kali Lana menutup bahunya dengan kain jarit. Angin yang kencang membuat kulitnya yang terbuka bisa langsung merasakan hawa dingin.

Beberapa langkah lagi ia akan sampai.

Sebuah bangunan nampak terlihat dengan jelas. Memang tidak sebesar rumah Juragan Sabri, namun jika dibandingkan dengan rumah orang terkaya di kampungnya, memang Villa ini sangatlah besar dan megah.

"Nah..Aku akan mengetuk pintunya.." kata sang pengawal.

Tok..tok..tok!

Rupanya tidak serta merta langsung dibukakan dari dalam. Bahkan ia harus memencet bel berkali-kali.

Lama dan hampir menyerah. Begitu ungkapan hati Lana yang tergambar saat harus berdiri menunggu pintu yang terbuka.

Hanya dalam satu hari, nasib Lana berubah terkatung-katung menjadi budak atau barang tak berharga.

Tak seperti pengawal yang terbiasa berdiri lama, Lana hampir pingsan namun ia masih berusaha untuk menguatkan dirinya.

Krekkk..

Pintu utama akhirnya terbuka.

Tak lain dan tak bukan Dipta sendiri yang membukanya.

Pandangan pria itu mengarah pada pengawal yang nampak tegang. "Siapa yang menyuruhmu?"

Suara Dipta terdengar sedikit ketus saat melirik ke arah sosok wanita di belakang pengawal.

"Apa maumu?" Kali ini Dipta bertanya pada wanita yang tertunduk lesu.

Dengan perlahan, Lana memberanikan diri untuk mengangkat wajah dan melihat ke arah Dipta.

Sebuah sengatan listrik seperti merasuk ke dalam jiwa Dipta. Tepat mengenai ulu hatinya.

"Bagaimana bisa dia terlihat begitu cantik?" batin Dipta dalam hati.

Sungguh, bukan sebuah khayalan atau ilusi.

Dipta sedang tidak bermimpi. Ia juga sedang tidak melihat bidadari.

Di sisi lain, pengawal agak takut membuka mulutnya. 

"Tuan Dipta. Ini saya disuruh Juragan Sabri untuk mengantarkan Mbak Lana," ucapanya ragu. 

"Hmmm..."

Hanya dehaman yang Dipta berikan sebagai respon.

Hal ini, membuat sang pengawal makin takut.

"Kalau begitu saya permisi dulu.." Buru-buru sang pengawal pamit dan segera menjauhi keduanya.

"Mas.." Suara lembut Lana memecah keheningan.

Dia bingung apa yang harus dia lakukan dengan Dipta.

Tapi, berbeda dengan respon dinginya, pria itu malah masuk dan membiarkan pintunya terbuka begitu saja.

"Masuklah.." titah Dipta.

Lana terdiam. Jujur, ia ingin kabur.

Bayangan kematian bapaknya bahkan masih segar di pelupuk mata.

Namun, suara petir menyambar tiba-tiba menggemparkan bumi. Hanya dalam hitungan detik, jutaan air hujan menetes menghujam ke tanah.

Sialnya lagi, listrik yang tadinya baik-baik saja tiba-tiba padam.

Gemerisik angin yang masuk melalui pintu depan membuat hawa dingin menyeruak.

Tak ayal rasa takut merasuki seluruh tubuh Lana. Ia memang takut gelap dan suasana sepi sendu seperti ini.

Jadi, ia pun masuk.

Namun, Dipta tak terlihat.

"Mas.." Lana memanggil-manggil.

Berharap barangkali ada jawaban dari Dipta atau penghuni lain.

Tak dinanya, ia malah mendadak merasakan jari-jemari mulai menjamah lengannya yang tak tertutup oleh selembar kain pun!

Suara Lana menghilang tiba-tiba. Ia tak kuasa menjerit ataupun meminta sebuah pertolongan. Dan kini, sebuah dekapan yang kuat mulai mencengkeram tubuhnya!

Nafas Lana tersengal. Ia masih menerka siapa sosok manusia yang kini begitu erat memeluknya dari belakang. 

"Arggghhhh.."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 51 Mencuri Waktu

    "Kamu kenapa dari tadi ruwet? Ayo, antarkan aku! Aku sudah rindu sama cucuku!" Sosok tua itu malah masuk ke dalam mobil dan menutup pihtunya dengan keras."AYOOO!"Sang sopir kini keringat dingin, bingung harus membawa ke mana juragannya sekarang...Ah, entahlah. Dia tak kuat jika harus memikirkan masalah ini sendiri."Kita harus segera ke sana!" Juragan Sabri asal saja bicara."Baik, Juragan!" Di tengah perjalanan, sengaja Sapto mencari rute yang agak panjang sambil berharap ada keajaiban.Tak terasa saking lelahnya, Juragan Sabri tertidur. Tak tahunya dia dibawa oleh sopirnya menuju rumah Lana. Dia masih ingat kalau rumah itu berlokasi di tempat pemukiman padat penduduk."Gila, kamu!" Sesampainya di rumah Lana, Juragan terbangun."Kenapa Juragan?" Tanya Sapto kebingungan.Bukannya tadi minta diantarkan ke tempat Arjuna? Apa dia salah lagi! Sapto serba salah dan tak tahu harus bagaimana. Semoga saja Tuan Dipta mengampuninya."Kamu kan tadi aku suruh antar ke tempat cucuku, bukan mal

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 50 Fokus Kerja

    "Iya, sering-seringlah datang ke sini, Nak Dipta! Biar Arjuna tidak kesepian..." Bibinya berkata."Boleh, Bi. Biar saya bisa sering makan masakan Bibi sekaligus... siapa tahu nanti Arjuna bisa punya adik lagi!" Celetuk Dipta."Pak Dipta!" Lana mencubit lengan suaminya karena kaget!"Lha ya nggak apa-apa toh!" Bibinya mengamini kalimat Dipta. "Itu bagus, kamu mumpung masih muda, bikin anak sebanyak-banyaknya. Nanti kalau sudah berumur nyesel..""Boleh, Bi. Asalkan Lana mau, saya siap kapan saja!"Lama-lama Dipta sudah mulai berani bicara yang tidak-tidak. Tangan Lana menarik dan mendorongnya keluar."Permisi dulu, Bi!"Saat di teras depan, Lana memprotes."Pak, lain kali jangan bicara yang seperti itu di rumah." Pesannya seakan melarangnya untuk datang lagi. Sudah cukup Lana dipermalukan seperti ini."Kenapa? Aku hanya bercanda, Lan. Bibimu sepertinya lebih ramah dari kamu." Sahut Dipta tahu kalau dia dipersalahkan terus."Ya, tapi jangan membuat orang lain berharap. Pak Dipta kan tah

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 49 Lemah

    "Aku sudah menyampaikan apa yang akan aku sampaikan. Jika kamu menolak untuk melakukan permintaanku, maka... aku tak bisa lagi melindungimu jika sewaktu-waktu orang suruhan Ayahku mengambil Arjuna darimu!"Bagi Lana, itu adalah sebuah ultimatum yang sifatnya bukan candaan.Tapi Lana sudah menyiapkan sebuah rencana untuk menghadapi semuanya..."Lana?""Iya, Pak. Saya hanya bisa menunggu saja..."Meski akan keluar pergi dari rumah Lana, tetap saja Dipta ingin mencoba peluang keberuntungannya.Siapa tahu..."Nak Dipta?" Bibi Lana baru saja muncul dari belakang.Rupanya tadi menyelesaikan memasak dan mendengar ada suara tamu, langsung dilihatnya."Iya, Bibi..""Katanya baru kena musibah? Apa sudah baikan sekarang?" Bibi Lana bertanya dengan nada penuh perhatian.Dari sorot matanya yang tulus, kadang Dipta iri karena Lana rasanya lebih dihargai oleh keluarganya meski tidak sekaya dirinya."Iya, Bi.. tapi sudah membaik, kok." Jawabnya ramah."Lha, kok tidak disuguhin apa-apa to Lan? Ambil m

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 48 Negosiasi

    "Apa syaratnya, Pak Dipta, katakan saja!" Seolah dia justru menantang sang lelaki itu."Beri aku anak satu lagi!"Dipta berkata dengan nada datar. Tanpa emosi dan ekspresi apapun.Wanita berambut hitam legam itu tentu saja terkejut, "Hah? Beri anak lagi? Apa maksud kalimatnya Pak Dipta??"Ini bukanlah jawaban yang diinginkan oleh Lana. Sempat tadi ia menduga jawabannya akan berupa pindah ke rumah Dipta barangkali. Lantas merangkap menjadi asisten alias pembantu barangkali.Mungkin jika yang terjadi adalah demikian, Lana masih bisa mentoleransi."Iya, kamu tidak salah dengar. Beri aku anak!" Ucap Dipta sambil menatap lekat kedua netra Lana yang terlihat menawan."Pak Dipta tahu sendiri bagaimana kondisinya sekarang. Itu tidak mungkin, Pak!" Elaknya."Hmmm... bukannya tadi kamu seperti orang yang sudah siap untuk berperang dan berani melawan apapun yang jadi rintangan!?" Protes Dipta.Ke mana perginya nyali pemberani barusan yang tampak di depan matanya?"Ya, saya kira bukan hal semacam

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 47 Siasat

    "Karena mereka... terlalu mengasihani perempuan!" Jawabnya lantang."Bukankah Ayah juga terlalu lembek dengan Sasmita?" Akhirnya Dipta berani bicara."Apa katamu??" Bentak Ayahnya merasa tersinggung."Itu kan yang sekarang terjadi... Ayah dengan mudahnya memberikan dan menyetujui apapun yang Sasmita minta! Termasuk membawa dua anak tirinya ke sini." Cecar Dipta."KAMU INI, BERANI YA?" Juragan Sabri sudah mengangkat tangan kanannya dan hendak menampar anak kandungnya sendiri."Ayah, jangan suka memberikan saran pada orang lain sementara diri Ayah sendiri punya kekurangan!" Dipta bangkit dan berjalan meninggalkan ayahnya sendirian.Sudah cukup dia ditindas dan dihabisi dengan kata-kata ayahnya sendiri.Dia ingin mencari Sapto yang akan disuruh menjemput Arjuna. Bagaimanapun, dia harus ikut menemui Lana secara langsung.Untungnya, Sapto masih memanasi mobil dan menunggu baby sitter itu datang."Sapto!" Dipta berjalan tertatih mengejar sang sopir."Iya, Tuan Muda?""Aku harus ikut ke Lana

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 46 Angkara Murka

    "Bukan... Bukan soal Tuan Dipta. Kamu nggak usah khawatir..." Dia menenangkan.Tapi...Lebih besar dari soal Dipta untuk kali ini. Langkah Mbok Mirah sedikit goyah karena sudah membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika Juragan Sabri mengamuk!Dan benarlah... saat sampai di rumah, sudah terdengar gelegar suaranya di kamar Dipta."Bagaimana bisa kamu percayakan Arjunaku pada Lana?" Bentak Juragan Sabri saat pulang bersama istri barunya."Kamu sudah gila, Dipta?" Teriaknya di kamar."Ayah, aku bisa jelaskan..." Dipta terdengar berusaha menjelaskan namun sang Ayah bersikeras tidak mau mendengar apapun.Sekali salah akan tetap salah di mata Juragan Sabri.Mbok Mirah mendengar dua orang ayah dan anak yang saling bersilat lidah."Bagimana kamu bisa, Dipta? Kukira kamu ini pintar dan teliti... rupanya kamu ini ceroboh!" Makin menjadi-jadi amukan sang ayah."Tuan, Juragan!" Mbok Mirah langsung masuk setelah mengetuk pintu dan tak didengar seorangpun.Dia merasa perlu untuk melerai.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status