LOGINNamun belum sempat berbicara, tawa Juragan Sabri sudah memenuhi ruangan.
Sepertinya, dia begitu bahagia dengan idenya itu.
Untungnya, Adzan magrib akhirnya berkumandang, hingga pria itu berhenti tertawa.
"Nanti malam, orang-orangku akan mengantarmu ke Villa Dipta. Kamu ikuti Mbok Minah dan berdandanlah yang cantik. Goda Dipta. Buat Dipta mau tidur denganmu!" ancamnya lagi."Apa ada pertanyaan?"
Lana menggeleng dan meminta izin untuk keluar ruangan.Dia tak kuasa duduk berlama-lama lagi.
Selain muak melihat wajah Juragan Sabri. Kakinya kelu harus duduk rapi di depan pria itu.
"Bapak macam apa pria ini? Dasar sinting!" gumam Lana lirih.
Dia berjalan menuju pintu.
Ceklek!
Namun begitu pintu terbuka, seorang wanita paruh baya sudah menyambutnya dengan senyuman. "Ayo ikut aku Nduk Lana!" Tangan Lana segera digenggam dan diajak untuk ke belakang. Tak diduga, sudah ada seorang wanita muda yang menyiapkan riasan untuk Lana. "Ini si pengantin baru?" Sang perias tersenyum melihat Lana yang terlihat polos dan tidak tahu apa-apa. "Bagaimana Mis? Apa dia cantik?" tanya Mbok Mirah dengan nada menggoda. "Tentu saja Juragan Sabri tidak salah pilih. Andai saja Ndoro Putri masih hidup, ia tak menyesal melihat menantunya secantik ini..."Tawanya terkekeh.
Lana sendiri tak mengerti apa yang lucu.Mungkin, mereka juga hanya berpura-pura karena di depan cermin besar, Lana dapat melihat wajahnya yang kusam dan penuh dengan bekas tangisan.
Dimana kecantikannya yang tertinggal?
Ia tak melihat sama sekali kecantikan yang dilihat oleh sang perias. Selain wajahnya yang acak adul tidak karuan. ** "Bagaimana Juragan Sabri?" tanya Mbok Mirah dengan semangat begitu selesai merias.Lana sendiri hanya diam.
Namun, dia merinding begitu mendengar ucapan Juragan selanjutnya.
"Cantik...Luar biasa..Andai Dipta tidak mengawininya, aku pun mau...hahahaha!"
Gelak tawanya disambut yang lain.
Tentu saja, kecuali Lana.
Ia jadi merasa jijik melihat wajahnya yang memang sangat cantik saat setelah dirias. "Nah Lana..ikutlah dengan Joko. Dia akan membawamu ke Villa Tuan Dipta.." Lana lagi-lagi hanya mengangguk. Ia berjalan dengan hati-hati di belakang pengawal yang ditunjuk oleh Juragan Sabri. Berkali-kali Lana menutup bahunya dengan kain jarit. Angin yang kencang membuat kulitnya yang terbuka bisa langsung merasakan hawa dingin. Beberapa langkah lagi ia akan sampai. Sebuah bangunan nampak terlihat dengan jelas. Memang tidak sebesar rumah Juragan Sabri, namun jika dibandingkan dengan rumah orang terkaya di kampungnya, memang Villa ini sangatlah besar dan megah. "Nah..Aku akan mengetuk pintunya.." kata sang pengawal. Tok..tok..tok! Rupanya tidak serta merta langsung dibukakan dari dalam. Bahkan ia harus memencet bel berkali-kali. Lama dan hampir menyerah. Begitu ungkapan hati Lana yang tergambar saat harus berdiri menunggu pintu yang terbuka. Hanya dalam satu hari, nasib Lana berubah terkatung-katung menjadi budak atau barang tak berharga. Tak seperti pengawal yang terbiasa berdiri lama, Lana hampir pingsan namun ia masih berusaha untuk menguatkan dirinya. Krekkk.. Pintu utama akhirnya terbuka.Tak lain dan tak bukan Dipta sendiri yang membukanya.
Pandangan pria itu mengarah pada pengawal yang nampak tegang. "Siapa yang menyuruhmu?" Suara Dipta terdengar sedikit ketus saat melirik ke arah sosok wanita di belakang pengawal. "Apa maumu?" Kali ini Dipta bertanya pada wanita yang tertunduk lesu. Dengan perlahan, Lana memberanikan diri untuk mengangkat wajah dan melihat ke arah Dipta. Sebuah sengatan listrik seperti merasuk ke dalam jiwa Dipta. Tepat mengenai ulu hatinya. "Bagaimana bisa dia terlihat begitu cantik?" batin Dipta dalam hati. Sungguh, bukan sebuah khayalan atau ilusi. Dipta sedang tidak bermimpi. Ia juga sedang tidak melihat bidadari. Di sisi lain, pengawal agak takut membuka mulutnya."Tuan Dipta. Ini saya disuruh Juragan Sabri untuk mengantarkan Mbak Lana," ucapanya ragu.
"Hmmm..."Hanya dehaman yang Dipta berikan sebagai respon.
Hal ini, membuat sang pengawal makin takut.
"Kalau begitu saya permisi dulu.." Buru-buru sang pengawal pamit dan segera menjauhi keduanya. "Mas.." Suara lembut Lana memecah keheningan.Dia bingung apa yang harus dia lakukan dengan Dipta.
Tapi, berbeda dengan respon dinginya, pria itu malah masuk dan membiarkan pintunya terbuka begitu saja.
"Masuklah.." titah Dipta.
Lana terdiam. Jujur, ia ingin kabur.
Bayangan kematian bapaknya bahkan masih segar di pelupuk mata.
Namun, suara petir menyambar tiba-tiba menggemparkan bumi. Hanya dalam hitungan detik, jutaan air hujan menetes menghujam ke tanah. Sialnya lagi, listrik yang tadinya baik-baik saja tiba-tiba padam. Gemerisik angin yang masuk melalui pintu depan membuat hawa dingin menyeruak. Tak ayal rasa takut merasuki seluruh tubuh Lana. Ia memang takut gelap dan suasana sepi sendu seperti ini.Jadi, ia pun masuk.
Namun, Dipta tak terlihat.
"Mas.." Lana memanggil-manggil.Berharap barangkali ada jawaban dari Dipta atau penghuni lain.
Tak dinanya, ia malah mendadak merasakan jari-jemari mulai menjamah lengannya yang tak tertutup oleh selembar kain pun! Suara Lana menghilang tiba-tiba. Ia tak kuasa menjerit ataupun meminta sebuah pertolongan. Dan kini, sebuah dekapan yang kuat mulai mencengkeram tubuhnya!Nafas Lana tersengal. Ia masih menerka siapa sosok manusia yang kini begitu erat memeluknya dari belakang.
"Arggghhhh.."
"Jangan sampai keduluan sama istri mudanya Juragan Sabri, sejak tadi pagi sudah muntah-muntah itu..."Lana kaget, "Dia hamil juga?""Ya semua orang hampir tahu suara dia muntah-muntah pagi.. terus tiba-tiba minta asinan kedondong! Kalau saja tadi pagi kamu sudah pulang..." Mbok Mirah melanjutkan."Apa benar masih bisa menghamili? Maksudku, usia Juragan Sabri kan sudah tidak muda, Mbok.." Lanjut Lana menebak-nebak akan kebenaran berita itu.Mbok Mirah tertawa geli. "Asal masih bisa berdiri, harusnya bisa Lan..."Kedua wanita itu tersenyum karena celotehan yang terjadi tanpa direncana."Ya sudah.. sekarang kamu mau sarapan atau bagaimana?"Lana menggeleng. Ia ingin membersihkan diri dan bertemu dengan anaknya. Badannya tak merasa nyaman saja sekarang."Aku mau mandi lagi..." Ucap Lana sembari membuka isi tas yang hanya berisi baju kotornya semalam."Lan, aku mau tanya sesuatu. Jika kamu beneran hamil, kamu nggak mau dinikah resmi sama Tuan Dipta? Eh, sini bajumu biar aku bawa!" Mbok Mir
"Oh.. saya kira Mbaknya pasien langganan Ki Joko Dudo juga kayak saya. Ampuh betul itu orang. Tadi saya pikir..." wanita elite itu mendekat. "Mbaknya bisa jadi simpanan om-om di sebelah itu karena ritual sama Ki Joko Dudo!" Mata Lana terbuka lebar karena terkejut. Bagaimana bisa orang itu berpikiran demikian??Lana hanya tersenyum kecut."Maaf.. saya tidak mengerti apa yang Anda maksud, Ibu..." Lana berusaha menampis tuduhan dengan sopan."Ya, sebagai manusia normal kita tentu bisa lihat dan menilai ya..." Wanita itu mengamati Lana dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Apa iya si om sebelah Mbaknya itu bisa tertarik kalau nggak dengan guna-guna atau pelet dukun?""Astaghfirullah... Ibu..." Ucapnya.Dia mendengus kesal, "Ya tidak mungkin lah.. si Om ini kalau mau sama kamu, Mbak. Penampilan kamu kampungan dan apa yang kamu bisa lakukan di ranjang! Melihat kamu yang lugu gini..." "Ibu..." Lana mulai ingin marah tapi ia masih waras. "Saya tidak tahu dan tuduhan itu tidak benar!""Janga
"Ah, sudah tidur dia rupanya..." Ki Joko melihat mata Alina terpejam dan tak lagi terjaga. Nafasnya tampak teratur meski ia belum membersihkan diri. "Seandainya kamu tidak banyak tanya... mungkin aku sudah melakukannya lagi, Alina!" Tak terasa waktu sudah menjelang Subuh. Ki Joko Dudo melewatkan beberapa panggilan masuk di ponsel. "Halo?" Ia menelpon orang pertama yang semalam tidak ia jawab. Tak lain dan tak bukan adalah ibu mertua Alina. "Ki Joko Dudo, semalam kenapa tak bisa aku hubungi? Tiba-tiba saja Juragan Sabri semalam menanyaiku apakah aku sudah hamil..." Celotehnya mengeluhkan permasalahan. "Kan dokter sebenarnya sudah bilang kalau dia tak mungkin lagi punya anak. Tapi aku sudah bilang kalau kemungkinan aku telat haid dan akan hamil..." "Bagaimana? Apa mungkin... kita ritual lagi nanti malam?" Ki Joko Dudo tersenyum membayangkan malam nanti akan mendapatkan 'pelayanan' dari murid andalannya. "Aku tidak mau tahu, Ki Joko Dudo! Aku kan sudah mentransfer uang dua puluh
"Kenapa? Kamu takut apa pura-pura?"Lana lantas menunjuk ke tempat yang tadi. Tuan Dipta juga melihat dengan mata kepalanya sendiri...Ada sebuah ledakan dari dalam kamar.Dipikir Dipta tadi, ia hanya dijebak oleh Lana. Ternyata memang ada penampakan di luar nalar."Lan?" Sekarang Dipta yang seperti sedang tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Apa itu di sana?""Pak, sepertinya kita harus melapor ke pihak hotel..." Lana sama-sama merinding.Niat mereka untuk honey moon harus tertunda gara-gara pemandangan ini."Lana... kupikir itu ide yang bagus. Itu lihat, sekarang lampu sudah mati, Lan..." Tuan Dipta tak berkedip sedetikpun."Pak... saya takut kalau disuruh jadi saksi nanti.."Mereka masih mengamati penampakan aneh itu.Ajaibnya, beberapa detik kemudian, lampu menyala lagi dan seolah tak terjadi apa-apa."Pak, lihat Pak!" Lana yang sejak tadi tak berpaling dari posisi kamar mencurigakan itu, kini melihat semuanya normal kembali."Ada apa lagi?" Tuan Dipta yang baru keluar dari ka
"Iya, bisa jadi aku ingin menolongumu dan sesegera mungkin masalahmu selesai. Itu adalah tujuan utamaku, Alina!" Kalimat penegasan ini menunjukkan pada Alina kalau Ki Joko Dudo benar-benar mencurahkan segenap isi hatinya dan kekuatannya untuk membantu."Tunjukkan bukti ketulusanmu malam ini, Ki Joko Dudo! Aku ingin masalahku selesai..."Ki Joko Dudo-pun akhirnya menanggalkan celana yang ia kenakan."Ki Joko?" Alina terkejut seketika saat Ki Joko Dudo melakukannya. "Kenapa dilepas? Apa-apaan ini!"Seakan Ki Joko Dudo tahu kalau Alina akan protes, dia sudah menyiapkan kalimat pamungkas."Ini adalah bukti kalau aku sungguh-sungguh ingin membantu menyelesaikan masalahmu, Alina..." Ucapnya penuh penghayatan.Bibir Alina tak bisa berkata-kata lagi. Kaki dan tangannya kaku seakan sedang kena totok.Urat nadinya seolah berhenti."Alina..." Ki Joko semakin mendekat lantas mengendus aroma rambut Alina yang sudah membuatnya jatuh hati sejak pandangan pertama. "Aku akan melakukan apapun untuk kem
Tuan Dipta mengejar Lana yang semakin ke arah belakang rumah. "Lan, nanti malam kita praktek ya?""Apa, Pak?" Lana bingung dengan apa yang dimaksud Tuan Dipta."Ya yang kamu bilang tadi.. katanya kamu sanggup hamil anakkuu lagi?" Pria itu berlalu sambil mengerlingkan mata.Berharap saja kalau Lana langsung setuju."Bukan berarti kita harus melakukannya malam ini kan, Pak?" Lana masih trauma saat penggerbekan tadi.Dirinya merasa hancur dan tak punya harga diri. Bagi Tuan Dipta, sikap Lana ini adalah sikap yang keras kepala."Bisa diatur, Lan! Kalau perlu... nanti kita cari hotel agak jauh dari rumah! Bagaimana? Kamu mau kan?" Bujuk Dipta.Hotel? Seumur-umur dia belum pernah masuk apalagi tidur ke hotel. Meski yang bintang tiga atau empat sekalipun.Ini cukup membuatnya merasa tertarik. Tapi, bagaimana dengan Arjuna? Biasanya akan mencari dirinya di malam hari."Pak... tapi, saya tidak bisa meninggalkan Arjuna!" Lana harus bersikap keras.Hampir saja ia terjatuh di bujuk rayu Dipta pa







