Share

Part 3

Ruangan kelas sudah mulai sepi karena sebagian penghuninya sudah pergi ke kantin untuk makan siang. Carina masih duduk di tempatnya dengan buku di tangannya. Mengeluhkan nilai matematika yang baru saja diterimanya.

“Sial!” umpat remaja itu dengan suara desisan.

Sahabatnya yang duduk di sampingnya melirik lewat sudut matanya. “Jelek lagi?” tanyanya menunjukkan cengirannya.

Carina menoleh pada wajah gadis cantik keturunan Turki itu kemudian mendelik. “Puas? Mentang-mentang dapet nilai gede terus ngeledek nilai aku?” ketusnya kesal.

Syaquilla, si gadis bermata keemasan yang cantik itu mengangguk senang. “Seenggaknya aku tahu ada sesuatu yang gak bisa Carin lakuin. Itu matematika.” Kekehnya senang. Lagi-lagi Carina hanya mendelik. “Rin,” panggilnya.

“Hmm..” jawab Carina seraya memasukkan bukunya kembali ke dalam tas ranselnya yang berwarna biru muda.

“Granny sama Baba ngajakin aku weekend ke Jakarta. Ikut yuk?” ajaknya dengan nada memelas manja.

Carina memajukan bibirnya seraya berpikir. “Kayaknya enggak deh.” Tolaknya.

“Kenapa?” Syaquilla memandang Carina sedih.

“Weekend ini aku udah ada janji sama Itan. Dia kan baru gajian, jadi Itan mau traktir jalan-jalan sama makan.” Jawaban Carina yang antusias semakin membuat Syaquilla sedih.

“Carin, ih. Padahal aku mau kenalin kamu sama Papa aku.” Jawabnya lagi.

Carina mengedikkan bahu. “Ngapain aku kenalan sama Papa kamu? Udah tahu juga, kan kamu sering lihatin wajahnya dari hape.” Jawabnya datar.

Syaquilla kembali mencebik. Carina memandang sahabatnya dan merasa kasihan di saat bersamaan. Meskipun ia terkadang merasa mendapat perlakuan tak adil dari kedua orangtuanya yang lebih memperhatikan adik laki-lakinya, tapi ia merasa lebih beruntung karena setidaknya dia memiliki orang tua yang utuh. Yang akan selalu ada untuknya jika dia membutuhkan mereka. Sementara Syaquilla. Carina tahu bahwa sejak kecil dia tinggal bersama kakek dan neneknya karena ayahnya terlalu sibuk dengan dunianya. Dan tentang ibunya? Smpai saat ini, yang Carina tahu Syaquilla sendiri bahkan tidak pernah tahu seperti apa wajahnya. Entah ibunya itu masih hidup ataupun tidak.

Tapi meskipun tidak pernah tinggal bersama ayahnya. Sebagai seorang anak, Syaquilla sangat mencintai dan mengaguminya. Setiap ada kesempatan, yang selalu Syaquilla lontarkan hanyal pujian dan kekagumannya akan sang ayah. Mungkin, jika Carina berada di posisi Syaquilla, dia akan membenci ayahnya sendiri. tapi begitulah Syaquilla, dia gadis yang teramat baik dan memiliki terlalu banyak cinta. Dan terkadang, Carina bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ayah sahabatnya itu menyayangi Syaquilla juga?

Awal-awal pertemuannya dengan Syaquilla, Carina menduga bahwa gadis itu sangat sombong. Hanya karena dia memiliki paras cantik—mengingat dia seorang berdarah campuran—dan juga kaya, dia bahkan tidak bergaul dengan teman sebangkunya. Sampai suatu saat Carina membicarakan hal ini dengan tantenya, Caliana. Tantenya justru malah balik mencemooh dan menasehatinya.

Jangan menilai seseorang dari apa yang kamu dengar. Jangan pula menilai seseorang hanya karena kesan pertama kamu melihatnya. Bisa saja dia tidak bergaul karena memang dia tidak bisa bergaul. Dan tadi kamu bilang dia anak blasteran? Bisa saja dia memiliki kendala bahasa.” Carina masih mengingat ucapan tantenya saat itu. “Atau bisa jadi, dia itu sosok yang pemalu. Dan karena kamu itu anak yang gak tahu malu, kenapa bukan kamu dulu yang ngajak dia temenan?

Dan keesokan harinya, Carina melakukan apa yang disarankan tantenya. Ia dengan sengaja mendekati Syaquilla dan mengajaknya berkenalan. Dan yang mengejutkannya, apa yang dikatakan tantenya itu memang benar. Karena setelah sebulan masa pendekatan, sosok Syaquilla yang pendiam dan pemalu itu menghilang. Malah dia bisa lebih cerewet daripada Carina. Pada akhirnya Carina juga tahu kalau kalau sebenarnya Syaquilla baru saja pindah dan kini tinggal di komplek perumahan yang tak jauh dari tempatnya tinggal.

Syaquilla juga mengenalkannya pada kakek dan neneknya yang sahabatnya itu panggil dengan sebutan Granny dan Baba. Percaya atau tidak, pada awalnya Carina takut mengunjungi kediaman Syaquilla yang lebih pantas disebut sebagai istana. Belum lagi dia memiliki satpam dan banyak pekerja yang bekerja di rumahnya. Syaquilla lebih seperti princess yang ada di buku dongeng yang sering dia baca.

Belum lagi melihat nenek sahabatnya. Granny Helena.

Semua orang yang mengenal nenek Carina pasti tahu kalau Oma Nurma itu dikenal memiliki sifat yang cerewet dan banyak bicara. Suka nyinyir dan menilai orang seenaknya. Bahkan tidak jarang Carina diceramahi hanya karena melakukan sesuatu yang beliau anggap tak pantas. Dan hal itu berbanding terbalik dengan nenek Syaquilla.

Kesan pertama Carina melihat Grannya adalah, takut. Bagaimana tidak, melihat tatapannya yang tajam dan ekspresi wajahnya yang datar, Carina menduga kalau Granny sahabatnya itu akan mengusirnya saat itu juga. Atau setidaknya akan mengatakan pada Syaquilla untuk tidak lagi berteman dengannya setelah itu. tapi Carina salah. Ia kembali mengingat ucapan tantenya untuk tidak menilai seseorang dari kesan pertama. Karena ternyata, lagi-lagi ia salah. Nenek Syaquilla itu luarrrrr biasa baiknya. Dan bahkan sekarang, setelah ia berteman cukup lama dengan Syaquilla, Carina merasa kalau dia menjadi cucu kedua Granny. Karena apapun, saat beliau pergi kemanapun, jika beliau membeli sesuatu untuk Syaquilla, beliau juga akan membelikannya untuk Carina. Bukankah itu semacam keberuntungan juga untuknya?

“Rin, ikut ya?” bujukan Syaquilla kembali membuat Carina tersadar akan kenyataan.

“No No No, Qilla.” Tolak Carina lagi. Syaquilla memandang Carina dengan wajah cemberut dan kemudian berjalan meninggalkan kelas sambil menghentakkan kaki. Carina membiarkannya saja, toh pada akhirnya Syaquilla akan kembali juga padanya.

Diamnya Syaquilla hanya bertahan hingga jam pelajaran pertama setelah istirahat usai. Karena setelahnya gadis itu kembali mendekat dan mereka kembali mengerjakan tugas bersama.

“Jadi nginep di rumah?” tanya Carina saat jam pelajaran usai. Syaquilla mengangguk. Keduanya berjalan menuju gerbang sekolah. Yang Carina suka dari keluarga Syaquilla, meskipun mereka kaya, mereka benar-benar mengajarkan kemandirian pada Syaquilla. Buktinya, mereka dengan sengaja membiarkan Syaquilla menggunakan kendaraan umum alih-alih diantar jemput supir pribadi. Nenek Syaquilla mengatakan, itu supaya Syaquilla terlatih. Supaya Syaquilla tahu kendaraan umum apa yang bisa dia gunakan jika suatu saat ada dalam keadaan terdesak.

Mereka naik angkutan umum yang mengantarkan mereka ke komplek perumahan Carina. Setelahnya mereka berjalan beberapa ratus meter sampai akhirnya tiba di depan sebuah rumah berlantai dua.

Ya, Carina juga sebenarnya bukanlah kalangan orang biasa. Bisa dikatakan kalau kehidupannya ekonomi keluarganya juga berada di level menengah ke atas. Mendiang kakeknya adalah seorang pemilik pabrik semen. Yang kini usahanya dilanjutkan oleh ayah Carina sendiri dan diperluas ke pabrik bata dan genteng. Dibandingkan dengan Syaquilla, Carina sebenarnya bisa dikatakan lebih beruntung. Karena neneknya memiliki tiga orang putra dan satu orang putri.

Putra pertama neneknya itu adalah ayah Carina sendiri, Rafka. Beliau menikah dan memiliki Carina serta adiknya Revano. Dan kini, ibunya tengah mengandung anak ketiga. Lalu putra kedua neneknya itu, adik ayahnya bernama Fathur. Beliau menikah dan kini tinggal di Surabaya. Selama tiga tahun masa pernikahannya, mereka belum memiliki anak. Lantas di kelahiran ketiga, neneknya itu melahirkan sepasang kembar laki-laki dan perempuan yang diberi nama Gilang untuk laki-laki dan Caliana untuk si perempuan.

Dan sampai sejauh ini, dari adik-adik ayahnya, Carina hanya bisa dekat dengan Caliana. Mungkin karena dia merupakan satu-satunya anak perempuan di keluarga ayahnya. Dan bagi Carina, ia lebih nyaman untuk menceritakan segala sesuatu tentang masalahnya pada tantenya itu. Dan bahkan, jika dia menginginkan sesuatu, dia lebih berani meminta kepada Caliana dan Gilang daripada kepada kedua orangtuanya.

Carina dan Syaquilla masuk ke dalam rumah. Mengucap salam dan hanya mendapat jawaban dari asisten rumah tangga ibunya yang sudah lanjut usia. Orang-orang tampaknya belum kembali. Rumah besar itu memang hanya diisi oleh keluarga Carina dan juga neneknya. Sementara untuk Gilang dan Caliana sendiri, meskipun mereka belum menikah, tapi mereka sudah memiliki tempat tinggal mereka masing-masing dan tampak nyaman tinggal disana.

Mereka langsung naik ke lantai dua dimana kamar Carina berada dan memilih untuk berisitirahat saja disana. “Itan bakal dateng kesini?” tanya Syaquilla sesaat setelah mereka masuk ke dalam kamar.

“Kenapa? kangen?” ejek Carina. Syaquilla tersenyum tersipu lalu kemudian mengangguk. Carina sendiri bertanya-tanya dalam hati, apa yang membuat Syaquilla begitu menyukai tantenya. Karena sahabatnya itu seringkali bertanya tentang Caliana.

Baiklah, Carina sebenarnya juga tidak bisa memungkiri kalau dia mengagumi adik bungsu ayahnya itu. bahkan neneknya seringkali memuji dan membandingkan Carina dengannya. Bukan hanya karena kemiripan nama, tapi dalam segala hal, Caliana selalu dijadikan pembandingnya. Begitu juga yang dilakukan ayahnya, Rafka.

Caliana, adik bungsu ayahnya itu memang tergolong wanita cerdas. dia juga bukan tipe anak manja meskipun menjadi satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Dia sosok pekerja keras yang sebenarnya Carina kagumi.

Carina tidak tahu berapa sebenarnya nilai tes IQ tantenya itu. Yang jelas, kedua kembar itu lulus SMA di usia enam belas tahun karena berhasil lolos akselerasi. Setelahnya tantenya bisa lulus dengan cumlaude di usianya yang ke sembilan belas tahun dan bahkan langsung mengambil S2 setelahnya. Dia pandai mengelola keuangan. Saat mendiang kakek meninggal dan membagikan warisan, tantenya menggunakan uang itu untuk investasi dan bahkan dari investasi itu dia sekarang memiliki rumah yang bisa dikatakan mewah.

Tantenya juga memiliki bisnis di bidang kuliner—yang mengejutkannya—bisnisnya itu juga berjalan dengan sangat lancar. Dia wanita yang kaya di usia yang terhitung masih muda, tapi herannya, dia malah bekerja di perusahaan orang lain. Bukannya bekerja bersama ayahnya atau pamannya atau fokus di bisnisnya sendiri. itulah yang seringkali membuat Carina bingung. Sebingung dia memahami karakter tantenya itu.

Percaya atau tidak, Carina seringkali menganggap tantenya itu aneh. Semua orang yang pertama kali melihatnya selalu menjadikan kata ‘jutek’ sebagai penilaian pertama. Padahal sebenarnya, tantenya tidak seperti itu. Tantenya itu memang terbilang unik. Dia bisa menjadi dingin tapi kemudian lembut di detik selanjutnya. Dia bisa bersikap cuek, tapi juga perhatian di waktu bersamaan. Orang bilang sifatnya itu moody dan memang begitulah dia. Tapi lebih dari itu, tantenya itu sosok yang sangat penyayang. Meskipun dia membantu orang dengan pilih-pilih.

“Rin?” Syaquilla lagi-lagi membuat Carina tersadar dari lamunannya.

“Hmm..”

“Semisal Itan jadi mamanya Qilla, dia mau gak ya?” pertanyaan itu membuat mulut Carina menganga seketika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status