Share

Part 3

Author: Wulans
last update Last Updated: 2022-08-09 09:32:14

"Geli, Mas Arya. Sudah cukup! Kita di kantor loh," tolak Risa saat Arya tiba-tiba memeluk dan menghujaninya dengan ciuman. 

Sekuat tenaga Risa mencoba untuk melepaskan diri dari dekapan Arya. Risa khawatir ada seseorang yang melihat mereka tengah bermesraan. 

"Sebentar saja, Risa. Aku mohon," ucapnya lirih dan terus memeluk dengan erat. 

Arya melepaskan pelukan, perlahan dia mengecup leher jenjang Risa hingga membuat desah lembut lolos dari bibir semerah delima itu. 

"Hanya kamu yang mampu menjadi peredam amarahku, Risa sayang," bisik Arya dengan napas yang menderu. 

Risa hampir terbuai dengan sentuhan demi sentuhan yang dirasakannya. "Mas, ah, kamu membuatku basah," desah Risa menggoda. 

Merasa keinginannya akan bersambut, dalam sekali ayun Arya mengangkat tubuh Risa dalam gendongannya. Dia menghempaskan tubuh sang kekasih ke sofa, dan membuat Risa berada dalam kungkungannya. 

Perlahan Arya membelai wajah cantik yang kini berada tepat di hadapannya, gairah Arya semakin tertantang seiring desah menggoda Risa. 

"Sayang, stop!" Risa menahan tangan Arya yang hendak membuka kancing bajunya. 

"Aku mohon, sebentar saja," pinta Arya sambil terus membuka pakaian yang dikenakan Risa. 

Tok! Tok! 

Mereka terperanjat, Arya bergegas merapikan kembali pakaiannya, "Sembunyi di kamar mandi!" 

Risa mengangguk lalu berlari menuju tempat persembunyian setelah memastikan tidak ada pakaiannya yang tertinggal. 

Arya mendekati pintu dia menghela napas dalam sembari merapikan kembali pakaiannya sebelum membuka pintu. 

"Dokter Dika?" tanyanya, saat Arya mendapati sosok Dika berada di hadapannya. 

"Selamat siang, Pak Arya. Bolehkah saya, masuk?" 

Sesaat Arya bergeming, dia sempat menoleh ke dalam ruangan sekadar memastikan tidak ada hal yang mencurigakan. 

"Tentu saja, silahkan masuk," ungkap Arya sembari mempersilahkan tamunya masuk. 

"Ruangan yang sangat nyaman," puji Dika sambil mengedarkan pandangan. 

Bahkan, tanpa sungkan Dika mendekati sebuah foto pernikahan Arya, dan Nazwa yang terpajang di ruangan itu. 

"Nazwa yang memasang foto itu, spesial untuk suami tercintanya!" tegas Arya dengan tatapan tajam menatap Dika. 

"Katakan, apa tujuanmu?" lanjut Arya tak ingin berbasa-basi. 

Dika tertawa sambil memalingkan muka, "Saya hanya ingin berkunjung, apakah tidak boleh?"

Arya terbahak mendengar ucapan Dika, "Sudahlah, tidak perlu basa-basi katakan, apa tujuanmu?"

"Saya hanya ingin memberitahu, Anda. Jika mulai besok saya, yang akan menjadi Dokter pribadi, Nazwa."

Mendengar pernyataan Dika, Arya refleks mencengkram kemeja yang dikenakan oleh lelaki itu. Tatapannya nyalang dengan wajah yang memerah. 

"Saya tidak pernah setuju!" 

"Saya tidak butuh izin, Anda! Selama ayahnya sendiri, yang meminta saya menjadi dokter pribadi Nazwa."

Rahang Arya mengeras mendengar penuturan Dika, jika sudah berhubungan dengan Bramantyo seorang Arya yang keras kepala pun tak dapat berkutik sama sekali. 

"Jadi, mulai besok kita akan sering bertemu," ucap Dika sembari menghempaskan tubuhnya di sofa. 

"Baiklah, apa ada hal yang lain?" tanya Arya sinis. "Jika tidak ada, silahkan keluar dari ruangan saya!" tegas Arya. 

Dika masih saja bergeming sambil mengetuk-ngetuk jari pada dokumen yang dibawanya. 

"Pergi!" pekik Arya tidak dapat lagi menahan amarah. 

Dika terkekeh, dia sangat puas telah membuat seorang Arya kesal. Dia pun bangkit, hendak meninggalkan ruangan itu. Namun, sebuah benda berkilau yang berada di sela-sela sofa seketika menarik perhatiannya. 

Dika memicingkan mata, dan meraih benda berkilau itu, "Sepertinya, ada gadis yang kehilangan sebelah antingnya," ungkap Dika sambil tersenyum sinis ke arah Arya lalu pergi dari ruangan. 

Mendengar suasana kembali hening, perlahan Risa membuka pintu kemudian kembali menghampiri Arya. 

"Maaf, aku ceroboh," lirih Risa dengan kepala tertunduk. 

"Semua akan baik-baik saja," ungkap Arya sambil menarik tubuh Risa ke dalam dekapannya. 

"Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Risa dengan suara parau. 

Arya mengurai dekapan, "Cukup pasrah mendapatkan hukuman dariku," ungkapnya sambil menarik kembali tubuh seksi Risa ke dalam kamar mandi. 

***

Hari itu, Arya memilih pulang lebih awal dari biasanya. Perasaannya cemas dengan benak yang terus dipenuhi prasangka-prasangka buruk setelah kedatangan Dika tadi siang. 

"Nona, Pak Arya sudah pulang," ucap salah satu pelayan kepada Nazwa yang tengah sibuk merangkai bunga di taman. 

Dalam sekejap mata indah Nazwa berbinar, senyuman menawan pun terbit di wajah pucatnya.

"Aku harus menyambutnya," ucap Nazwa antusias. 

"Aku sudah di sini, Sayang," ungkap Arya dari arah pintu sambil merentangkan ke dua tangannya. 

Wajah Nazwa tersipu, dadanya berdebar saat sang kekasih hati menghampiri lalu memeluk, dan mengecupnya lembut. 

"Apa ada masalah?" 

"Tidak, aku hanya rindu," alibi Arya. 

Perlahan Arya mengurai pelukan, kemudian mendudukan diri di kursi kosong sebelah Nazwa. Pandangan mereka beradu, tatapan Nazwa begitu lembut, dan penuh cinta untuk sang suami. 

"Hmmm, Sayang. Apa kamu tahu siapa yang akan menggantikan Dokter Sarah?" tanya Arya pura-pura tak tahu. 

"Kata, Ayah. Aku hanya tinggal menunggu saja," jawab Nazwa santai sambil mengedikkan ke dua bahunya. 

Arya menghela napas dalam, dadanya bergemuruh hebat. Namun, dia berusaha untuk tetap santai di hadapan Nazwa. 

"Jadi, Ayah yang mencarikan Dokter penggantinya?"

Nazwa mengangguk sambil tersenyum, "Tenang saja, Ayah pasti akan mencarikan Dokter terbaik untukku. Kamu tak perlu cemas sayang."

Arya mengiyakan ucapan Nazwa, tapi tatapannya menerawang dengan sekelumit prasangka yang kembali memenuhi benaknya. 

"Lalu, kapan Dokter itu datang?"

"Saya sudah ada di sini, Pak Arya!"

Mereka mengalihkan pandangan secara bersamaan ke arah suara. 

"Kak Dika?" 

"Hai, Nazwa. Senang rasanya bisa menjadi Dokter pribadimu," sahut Dika sambil tersenyum bahagia. 

Namun, bahagia itu tidak untuk Arya. Dia menggebrak meja sebelum akhirnya membopong Nazwa untuk kembali ke kamar, tanpa mengatakan sepatah kata pun untuk Dika. 

"Mulai sekarang kamu harus lebih hati-hati, Arya," gumam Dika sambil terus menatap punggung Arya yang semakin menjauh. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 54

    Angin yang berembus lembut disertai matahari senja yang menyelinap dari celah pepohonan seakan mengantarkan kepergian Arya. Dari balkon kamar, Risa terus menatap mobil jeep yang membawa Arya menjauh, semakin menjauh hingga hilang dari pandangan. Suasana sepi mulai menyelimuti, hanya suara angin yang bergesekan dengan dedaunan menjadi nyanyian alam yang menemani kesendirian Risa. Ia tampak menghela napas dalam sambil mendudukan diri di sebuah kursi kayu. "Setidaknya, di sini aku bisa bernapas lega. Tidak ada lagi Tuan tua menyebalkan itu!" gerutu Risa. Rupanya, Risa masih merasa kesal dengan Bramantyo. Mungkin lebih tepatnya dendam dengan perlakuan menyebalkan lelaki itu terhadap dirinya. "Lihat saja, aku akan membuatmu malu, Bramantyo!" pekik Risa mencurahkan segala kekesalan di dalam hatinya tanpa khawatir ada seorang pun yang mendengarnya. Matahari semakin beranjak ke barat, angin pun berembus lebih kencang. Risa memeluk tubuhnya sendiri karena dingin yang seketika menyergapnya

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 53

    Tempat yang terasa asing bagi Risa. Tidak ada lagi keramaian, mall, salon, restoran dan tempat-tempat yang biasa Risa datangi jika tengah dilanda rasa bosan. Kini hanya pepohonan menjulang yang menjadi teman setianya. "Ini ponsel baru, meskipun jauh dari keramaian aku dapat menjamin kamu masih bisa berselancar di dunia maya. Tapi ingat, gunakan akun palsu," ungkap Arya saat dia hendak kembali ke kota dan menyerahkan ponsel baru untuk sang kekasih. "Lalu, kapan kamu akan berkunjung kembali? Aku takut lama-lama diam seorang diri di sini." Risa menatap sekeliling lalu bergidik ngeri. "Aku takut setan, Mas," sambungnya sembari memeluk tubuh Arya. Melihat kekasih hatinya seperti itu, Arya terbahak. Risa seperti anak kecil dan dia begitu gemas terhadapnya. "Kok malah ketawa sih?" Ia mencebik dengan tangan yang dilipat di depan dada. Bibir tipis yang mengerucut dengan pipi sedikit menggembung membuat Arya tak tahan untuk tidak mencubit pipi sehalus sutra tersebut. "Aw, Sayang ih. Saki

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 52

    "Kepalaku pusing sekali," lirih Risa ketika, ia mulai tersadar. Tubuhnya lemas dengan kepala yang terasa pusing sekali. Beberapa kali ia pun mengerjap saat cahaya langsung menerpa wajahnya. "Apa kamu baik-baik, saja?"Beberapa saat ia tertegun, berusaha mengingat suara yang terasa sangat familiar untuknya. "Maafkan aku," ungkapnya lagi sambil mengecup kening Risa lembut. "Mas, Arya?"Arya tersenyum, senyuman laksana sinar matahari pagi yang sangat menenangkan. "Kamu jahat, Mas!" pekiknya, sembari memukul dada bidang Arya. Dalam sekali gerakan, Arya menarik tubuh lemas Risa ke dalam dekapannya. Tangisan Risa semakin menjadi dan tersedu-sedu. "Aku janji tidak akan menyakitimu lagi."***Risa yang belum mampu berjalan, dibopong Arya ke kamar mandi. Dengan sangat telaten, dia melepaskan satu persatu kain yang menempel pada tubuh perempuan itu. Risa tersipu mendapatkan perlakuan seperti itu dari Arya. "Apa wajahku sangat menarik? Sehingga kamu terus menatapku, tanpa berkedip?" Ri

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 51

    "Setelah ini apa aku harus tetap menunggu?" tanya Risa dengan suara parau. Arya membeku, dengan pikiran yang entah berjelajah ke mana. Hati lelaki itu bimbang, disaat seperti itu jelas dia harus mementingkan Nazwa agar hidupnya selamat. "Bagaimana jika satu bulan kamu bertahan menjadi seorang pelayan?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutnya, dan selang beberapa detik Arya menyesal telah bertanya seperti itu. Gerimis di dalam hati Risa kini menjelma laksana badai. Hatinya luluh lantak mendengar ucapan Arya yang terasa begitu menyakitkan. "Aku tahu kamu pasti akan seperti ini!" ungkap Risa, sambil menghentakkan kaki lalu pergi meninggalkan Arya yang tengah diselimuti perasaan menyesal. Langkah Risa lunglai, energi yang biasanya meluap-luap dalam dirinya kini lenyap begitu saja. Harapan yang sempat ia tanam, tercerabut hanya karena satu ungkapan dari mulut Arya. "Baiklah, sudah saatnya aku menyerah," lirih Risa, sambil terus berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Meng

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 50

    "Tuan, Nona Nazwa pingsan!" pekik Mae. Bramantyo bergeming untuk sesaat, dia berbalik lalu berlari menghampiri sang putri. Dia memeluknya erat seraya terus menyebut nama Nazwa. "Siapkan mobil!" teriak Arya. Dalam hitungan detik semua orang dibuat panik dengan kondisi Nazwa yang tiba-tiba kehilangan kesadaran. Begitupun Risa, meskipun tak ada lagi rasa persahabatan di dalam hatinya, tetap saja ia bersikap seolah-olah dirinya yang paling peduli. "Ini semua salahku. Maafkan aku, Nazwa," lirih Risa sambil berlari mengikuti Arya yang membopong tubuh Nazwa. Air mata Risa terus berlinang, air mata palsu yang hanya ingin mendapatkan simpati dari seorang Bramantyo. "Kamu tidak perlu ikut!" Hadang Bramantyo saat Risa hendak masuk ke mobil. "Saat, Nazwa sadar dia pasti akan mencari, Risa. Ayah, aku mohon biarkan dia ikut," sahut Arya dengan posisi kepala menyembul keluar pintu mobil. Bramantyo bergeming, dia seakan menimbang apa yang diucapkan oleh menantunya itu. "Ayah! Nazwa harus seg

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 49

    "Bukankah sudah saya katakan jika mulai pagi ini kamu harus segera pindah ke kamar pelayan?"Risa menunduk, kedua tangannya saling meremas. "Lalu kenapa jam sepuluh kamu masih berada di sini?!" sambungnya tegas. Suara Bramantyo menggelegar bagaikan gemuruh di tengah-tengah badai. "Maaf, Tuan. Semalam saya tidak bisa tidur," balas Risa dengan suara lirih. Bramantyo berjalan mendekati tumpukan baju yang belum sempat Risa kemas semua. Dahinya lelaki itu berkerut melihat barang-barang mewah yang dimiliki Risa. "Apa kamu seorang simpanan?" tanya Bramantyo tiba-tiba. Risa bagaikan terpaku tepat ke dasar bumi. Petir seakan menyambar dirinya mendengar pertanyaan dari Bramantyo. "Ma-maksud, Tuan apa?""Dari mana kamu mampu membeli baju-baju mewah ini?" Bramantyo meraih satu baju, lalu melemparkan tepat pada wajah Risa. "Setahuku satu helai baju ini setara dengan upahmu bekerja sebagai asisten di kantor. Lalu, bagaimana kamu bisa membeli barang ini?"Tidak ada jawaban yang terlontar dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status