Beranda / Romansa / (Bukan) Istri Pelarian / Bab 2. Hanya Istri Pelarianmu

Share

Bab 2. Hanya Istri Pelarianmu

Penulis: AfourS
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-10 13:10:15

Syifa dengan langkah lebarnya, sedang berlari dari cafe menuju tepian pantai. Sepanjang jalan, Syifa terus menumpahkan air matanya, tidak peduli dengan tatapan heran oleh orang-orang yang melihatnya. Dia pun memilih duduk dan bersandar pada batuan karang yang ada di sisinya. 

Terdengar isakan pilu dari bibir Syifa, luapan dari hatinya yang kini tengah terluka. Hati telah tergores karena mendengar perkataan calon suaminya, tanpa dia sengaja.

"Aku menikahi Syifa hanya sebatas pelarian dari Viana saja," ucap Furqon yang masih terngiang-ngiang di benak Syifa.

Pria itu dengan mudah melontarkan kata-kata demikian, saat para sahabat terdekatnya bertanya, apa tujuannya menikahi gadis yang tidak lain baru dikenalnya sebulan terakhir ini.

"Pelarian! Dia hanya menjadikan aku pelariannya saja. Menikahi aku karena lamarannya ditolak oleh Viana, gadis yang dia cinta! Apa-apaan ini. Ya Tuhan! Dia pikir aku tidak punya perasaan hah!!" 

Syifa kembali terisak, kenyataan pahit baru diketahuinya sekarang. Di mana pernikahannya tinggal menghitung hari. 

Mengapa tidak jauh-jauh waktu Syifa tahu bahwa Furqon menikahinya tidak dasar cinta. Melainkan karena terlanjur berjanji membawa calon istri menghadap sang bunda, sementara gadis yang dipinang justru menolak lamarannya. 

Sekarang, Syifa bingung harus berbuat apa? Bagaimana tidak, pernikahan yang tinggal seminggu lagi, terkoyak sebelum akad itu terucap. 

Untuk membatalkan pernikahan, serasa mustahil baginya. Syifa hanya bisa melampiaskan segala kekesalannya dengan menangis, agar emosi dalam dada bisa tersalurkan.

"Ya Tuhan. Tunjukkan jalan terbaikmu. Hamba tahu, engkau sebaik-baik pembuat skenario takdir hamba," lirih Syifa di tengah isak tangisnya. 

Pernikahan yang disangka As-Syifa, berdasarkan atas nama cinta, ternyata bualan belaka. Furqon, pria yang banyak disukai para wanita akan ke solehannya, justru berdusta padanya. 

Di tengah heningnya malam, yang hanya terdengar deburan ombak, sayup-sayup terdengar suara memanggil namanya. 

"Syifaaaa!" Sadar ada yang memanggilnya, gadis itu menoleh ke arah suara.

"As-Syifaaa! kamu di mana?" Suara teriakan itu, terus berulang memanggilnya. 

Syifa sadar Furqon mencarinya. Dia tahu, jika pria itu ingin menjelaskan semua perkataan yang tadi tidak sengaja terdengar olehnya.

"Untuk apa kamu mencari aku, Bang? Kalau kamu sudah menggores hatiku. Untuk apa lagi mencariku? Hanya untuk menjelaskan semua yang telah jelas. Lebih baik tidak usah. Aku tidak percaya omonganmu itu!!" monolog Syifa merasa jengkel pada pria itu. 

Untuk malam ini, Syifa rasa tidak butuh lagi mendengar apapun. Sudah jelas, kalau dia hanya seorang istri yang dinikahi karena pelarian semata, bukan istri yang dinikahi karena rasa cinta di dalam hatinya. 

Percuma jika Furqon menjelaskan apapun sekarang. Karena hatinya, telah tegores belati tajam yang membagi hatinya menjadi dua. 

Tangan kanan Syifa, segera mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata, rasanya sulit untuk percaya, jika calon suaminya bisa mengatakan hal yang membuatnya rendah diri dan insecure seperti sekarang. 

Tapi, bukankah itu nyata? Bahkan, kecantikannya pun tidak menjamin seseorang bisa jatuh cinta padanya. 

Lelaki berpeci hitam itu, terus berteriak memanggil nama gadis yang dicarinya. Furqon merasa bersalah telah berkata demikian. Berulang kali dia merutuki dirinya sendiri. 

"Dasar kamu nih Furqon. Hati-hati kalau bicara. Lihat sekarang. Dia marah besar kan? Kamu juga yang pusing," umpatnya lantas melepas pecinya. Dan menjambak rambutnya frustasi. 

Namun, apalah daya. Semua sudah terjadi. Sekarang, Furqon hanya harus meluruskan semuanya. Mencari Syifa segera, dan menjelaskannya agar kesalahpahaman itu tidak semakin melebar. 

Tetapi, setelah berkeliling di tepian pantai. Furqon tidak bisa menemukannya. Suaranya pun seperti tertelan ombak yang saling bersahutan.

"Ya ampun Syifa, kamu di mana sih? Abang minta maaf. Abang akan jelaskan semuanya. Tolong, keluarlah Syifa," teriak Furqon pada batuan karang. Dia sangat yakin jika Syifa, sang calon istri berada di balik bebatuan itu. 

Sementara yang dicari, mendengar harapan Furqon untuk bertemu dengannya malam itu juga. Syifa menggeleng ke kiri dan kanan. Tidak akan pernah dia memunculkan dirinya sekarang, dia tidak rela memaafkan orang yang dengan sengaja, menorehkan luka di hatinya. 

"Tidak semudah itu, Bang. Kata maaf yang kamu ucapkan tidak akan pernah mengobati luka di hati ini," balas Syifa pelan. Yang pasti tidak akan terdengar oleh pria itu. 

"Syifaa!!" Furqon kembali memanggil. Namun, tetap saja Syifa tidak ingin dirinya dilihat pria itu dan semakin menyembunyikan tubuhnya di balik bebatuan karang. 

Beberapa menit kemudian. Suara yang terdengar lantang memanggil namanya, kini senyap. Syifa diam sejenak. Dia ingin segera pergi dari sana, menghilang dari pandangan Furqon. Dia pun memutuskan untuk segera pergi, karena merasa yakin pria itu telah pergi jauh. 

"Bismillah, aku harus segera pergi. Biarkan saja dia panik sendiri mencari aku sampai pagi di sini. Itu deritanya," gerutu Syifa kesal. 

Saat hendak melangkah keluar, Syifa sayup-sayup mendengar kembali suara Furqon memanggil namanya. Dan suara yang jauh itu makin mendekat sebelum dia sempat melangkah keluar. 

"Hish, bisakah kamu pergi menjauh. Aku muak mendengar suara kamu," ujar Syifa kesal. 

Syifa sedikit menggeser tubuhnya, dan bersembunyi kembali di balik batu karang berukuran besar yang ada di sampingnya itu.

"Teriak terus, Bang. Teriak. Aku tidak akan pernah mau bertemu kamu," lanjutnya penuh dendam. 

Syifa enggan menemui Furqon, dikala hatinya benar-benar terluka. Dia hanya ingin sedikit waktu untuk menjauh dan menenangkan diri, karena ucapan Furqon selalu terngiang-ngiang di telinganya, jika pernikahannya dengan Syifa hanya untuk pelarian semata. 

Dan bodohnya lagi, Furqon berucap demikian tanpa tahu bahwa gadis yang akan dinikahinya itu berada di belakangnya sendiri. Tersenyum getir setelah mendengarnya. Perih jelas sangat perih. 

"Syifa, kamu di mana, Sayang? Abang yakin kamu pasti ada di sekitar sini. Jawab dong Syif," teriak Furqon frustasi.

Syifa tersenyum sinis dalam tangisnya, mudah sekali lisan Furqon berucap sayang setelah apa yang didengar tadi, sangat mengoyak hatinya. 

Drama apalagi yang akan dibuat pria itu untuk meluluhkan kepercayaannya yang sudah goyah. 

"Syifa, keluarlah. Kita bicarakan ini baik-baik. Abang juga minta maaf, tapi semua yang kamu dengar itu hanya setengahnya Syifa. Abang menikahi kamu benar karena cinta. Please percaya." Furqon terus berucap pada angin malam, menjajaki kakinya berjalan mengitari pantai itu. 

Instingnya mengatakan jika Syifa tengah memperhatikan dirinya dikegelapan malam. Oleh karenanya, Furqon terus saja berkata demikian, berharap hati Syifa luluh dan mau menemuinya. 

"Aku tidak akan pernah percaya ucapan kamu lagi, Bang Furqon. Tidak akan!!" Syifa yang telah lelah untuk bersembunyi, pun muncul menampakkan wajahnya pada Furqon.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 28

    Tidak lama berselang, ponsel Nayya kembali berbunyi."Astaghfirullah." Nayya seketika terkejut melihat panggilan masuk. Sang ibu ternyata menghubungi dirinya, ketika tahu ponsel Nayya telah aktif. Dengan berat hati, Nayya menjawab panggilan itu. ***Malam harinya, Nayya yang baru menyelesaikan agendanya di mesjid, lekas keluar setelah pamit pada ustadzah dan juga teman-teman nya. Dia gegas masuk ke dalam kamar dan mengurung diri di sana. "Ya Allah, kenapa ujian hamba begitu berat," ucapnya dan terduduk di lantai. "Andai ayah masih hidup, andai ayah masih ada di dunia ini, aku pasti tidak akan sesusah ini. Ya Allah, kenapa kau ambil ayahku? Kenapa bukan ibuku saja yang kau hilangkan dari bumi ini." Nayya meraung meratapi hidupnya. Siang tadi, ketika ponselnya yang telah lama dia non aktifkan, lantas mendapat panggilan dari sang ibu. Nayya kembali menyendiri, kembali menjadi gadis yang pendiam dan penuh beban.Nayya pun mengambil tas ranselnya, lalu keluar asrama untuk mencari usta

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 27

    "Papi tahu itu. Obati segera trauma kamu tentang wanita, dan secepatnya bawa dia yang kamu inginkan untuk menjadi menantu kami. Biar papi yang akan bujuk Mami kamu untuk memberi kamu waktu," jawab sang ayah yang mengerti kondisi putranya. ***Malam semakin larut, Nayya terdiam di kamar rawatnya seorang diri. Malam ini, dia tidak lagi ditemani Zakwan."Ya Allah, aku harus ke mana setelah ini," ucapnya yang merasa bingung. Nayya yang besok sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah lebih membaik, meskipun kakinya masih sedikit luka yang belum terlalu sembuh. Merasa bingung untuk pulang ke mana. Jika Nayya memilih kembali ke rumahnya, dia tidak yakin jika ibunya akan menerima lagi kehadiran dirinya. Terlebih, dia pergi dari rumah secara diam-diam, demi menghindari perjodohan dengan lelaki tua pilihan sang ibu."Assalamu'alaikum," ucap Hisyam, membuyarkan lamunan Nayya.Gadis itu sedikit terkejut melihat kehadiran pria itu."Wa'alaykumussalam, Pak," jawabnya tertunduk. Nayya m

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 26

    Gilang mengintip dari balik tirai jendela, memastikan keadaan di luar apakah sudah aman dan benar-benar tidak ada lagi Alan beserta anak buahnya. Dan merasa semua telah aman, Gilang pun memberi kode untuk mereka segera keluar dari rumah kecil itu. Clara dan Hermawan mengangguk, lalu melangkah pelan-pelan keluar dari rumahnya sembari kepala yang terus menengok ke kiri dan kanan, berhati-hati dengan keadaan sekitarnya. "Ayo cepat!" titah Gilang dan terus melangkah ke arah simpang 3 di mana mobil hitamnya terparkir. Clara yang tidak tahu akan di bawa ke mana, hanya mengekor kedua lelaki di depannya. "Cepat, naik!" perintah Gilang lalu membukakan pintu untuk Clara dan Hermawan masuk, barulah dia duduk di bangku stir, memajukan kendaraannya segera. Clara clingak clinguk, memperhatikan keadaan sekitar, penasaran ke manakah dia di bawa oleh para penculik itu. Karena, dia tidak sadarkan diri ketika di bawa oleh mereka. "Mm, sebenarnya, kita mau ke mana?" tanya Clara kemudian. Gilang ya

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 25.

    Menarik nafas panjang, Syifa berusaha membesarkan hatinya untuk tetap baikan dengan Furqon. Dia tidak ingin, pertengkaran dalam rumah tangganya menjadi penyebab Viana, pelakor itu semakin mudah merusak pernikahannya. Membuka gagang pintu kamarnya pelan, Syifa melihat Furqon di ujung balkon tengah telponan. Dia yang semula hendak berbaikan dengan suaminya, justru sekarang mencurigai Furqon. "Siapa yang telponan dengan Bang Furqon? Kok sampai menjauh gitu?" pikir Syifa melangkah mendekat. Sadar ada langkah yang semakin mendekat, Furqon menoleh ke belakang. "Sayang," panggil Furqon dan tersenyum lebar. "Ri, besok lagi disambung pembicaraan kita. Oke." Furqon mematikan sambungan telponnya, melangkah dengan cepat ke arah Syifa dan memeluk istrinya. "Sayang, maafkan abang yah. Abang salah," ucap Furqon dengan terus mendekap Syifa. "Minta maaf untuk apa?" tanya Syifa memancing. Dia tahu suaminya pasti akan merasa bersalah karena dia mengambek tadi."Untuk semuanya, terutama karena Via

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 24. Pelakor Harus Dibasmi

    "Calon suami?" ulang Syifa. Keningnya berkerut mendengar Viana yang berucap demikian, ada rasa takut dalam dadanya ketika mendengar wanita itu bicara demikian. Takut jika suaminya akan kembali condong pada masa lalunya itu. Namun, Syifa lekas membuang pemikiran buruknya itu dan menatap kepada Viana yang juga menatapnya dengan tatapan tajam. "Apa? Calon istri? Kamu calon istri Bang Furqon?" ulang Syifa, Viana mengangguk. Furqon hendak bicara, takut jika istrinya marah. Tetapi, Syifa justru memajukan langkahnya mendekati Viana. "Kamu hanya calon istri. Oh, bukan, bukan. Lebih tepatnya, mantan calon istri. Sedangkan aku, aku adalah istri sahnya. Kenalkan, aku Syifa, istri sahnya Bang Furqon," jelas Syifa tersenyum lebar. Mendadak Viana emosi melihatnya, dia berulang kali menatap wajah Furqon dan Syifa. Merasa jika istri dari lelaki yang dicintainya itu tidak terpancing olehnya, Viana pun juga tertawa. "Oh, istri. Tapi, jangan bangga dulu dong, walaupun kamu dijadikan istri oleh Fu

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 23. Pertemuan Syifa dan Viana

    Furqon telah sampai di kampus. Syifa beruntung bertemu dengan profesor Akhdan, hingga dia yang tadinya berniat pulang dengan ojek online, ternyata suaminya sendiri yang menawarkan untuk menjemputnya. "Maaf sayang, lama ya nunggunya?" tanya Furqon ketika Syifa telah di dalam mobilnya. "Nggak kok, Bang, baru juga nunggu. Mm, bang, boleh nggak sekali-kali abang jemput Syifa pakai motor yang kemarin abang pakai untuk antar Kak Nada," ucap Syifa me request pada suaminya.Namun, Furqon merasa itu bagai sindiran. "Sayang nyindir yah?" Furqon menatap dingin istrinya. "Bukan, Bang. Syifa cuma pengen coba naik motor berdua dengan abang," jawab Syifa dengan tersenyum lebar. Furqon pun mengangguk paham. Dia merasa dirinya sedikit sensitif semenjak bertemu dengan Viana tadi. "Ya besok abang antar pakai motor yah." Syifa tersenyum senang mendengarnya. ***Viana berteriak ketika memasuki rumah kontrakannya. Dia membanting tas jinjingnya di sofa, lalu bersender, memejamkan mata. Air mata kemba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status