Share

Bab 2. Hanya Istri Pelarianmu

Syifa dengan langkah lebarnya, sedang berlari dari cafe menuju tepian pantai. Sepanjang jalan, Syifa terus menumpahkan air matanya, tidak peduli dengan tatapan heran oleh orang-orang yang melihatnya. Dia pun memilih duduk dan bersandar pada batuan karang yang ada di sisinya. 

Terdengar isakan pilu dari bibir Syifa, luapan dari hatinya yang kini tengah terluka. Hati telah tergores karena mendengar perkataan calon suaminya, tanpa dia sengaja.

"Aku menikahi Syifa hanya sebatas pelarian dari Viana saja," ucap Furqon yang masih terngiang-ngiang di benak Syifa.

Pria itu dengan mudah melontarkan kata-kata demikian, saat para sahabat terdekatnya bertanya, apa tujuannya menikahi gadis yang tidak lain baru dikenalnya sebulan terakhir ini.

"Pelarian! Dia hanya menjadikan aku pelariannya saja. Menikahi aku karena lamarannya ditolak oleh Viana, gadis yang dia cinta! Apa-apaan ini. Ya Tuhan! Dia pikir aku tidak punya perasaan hah!!" 

Syifa kembali terisak, kenyataan pahit baru diketahuinya sekarang. Di mana pernikahannya tinggal menghitung hari. 

Mengapa tidak jauh-jauh waktu Syifa tahu bahwa Furqon menikahinya tidak dasar cinta. Melainkan karena terlanjur berjanji membawa calon istri menghadap sang bunda, sementara gadis yang dipinang justru menolak lamarannya. 

Sekarang, Syifa bingung harus berbuat apa? Bagaimana tidak, pernikahan yang tinggal seminggu lagi, terkoyak sebelum akad itu terucap. 

Untuk membatalkan pernikahan, serasa mustahil baginya. Syifa hanya bisa melampiaskan segala kekesalannya dengan menangis, agar emosi dalam dada bisa tersalurkan.

"Ya Tuhan. Tunjukkan jalan terbaikmu. Hamba tahu, engkau sebaik-baik pembuat skenario takdir hamba," lirih Syifa di tengah isak tangisnya. 

Pernikahan yang disangka As-Syifa, berdasarkan atas nama cinta, ternyata bualan belaka. Furqon, pria yang banyak disukai para wanita akan ke solehannya, justru berdusta padanya. 

Di tengah heningnya malam, yang hanya terdengar deburan ombak, sayup-sayup terdengar suara memanggil namanya. 

"Syifaaaa!" Sadar ada yang memanggilnya, gadis itu menoleh ke arah suara.

"As-Syifaaa! kamu di mana?" Suara teriakan itu, terus berulang memanggilnya. 

Syifa sadar Furqon mencarinya. Dia tahu, jika pria itu ingin menjelaskan semua perkataan yang tadi tidak sengaja terdengar olehnya.

"Untuk apa kamu mencari aku, Bang? Kalau kamu sudah menggores hatiku. Untuk apa lagi mencariku? Hanya untuk menjelaskan semua yang telah jelas. Lebih baik tidak usah. Aku tidak percaya omonganmu itu!!" monolog Syifa merasa jengkel pada pria itu. 

Untuk malam ini, Syifa rasa tidak butuh lagi mendengar apapun. Sudah jelas, kalau dia hanya seorang istri yang dinikahi karena pelarian semata, bukan istri yang dinikahi karena rasa cinta di dalam hatinya. 

Percuma jika Furqon menjelaskan apapun sekarang. Karena hatinya, telah tegores belati tajam yang membagi hatinya menjadi dua. 

Tangan kanan Syifa, segera mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata, rasanya sulit untuk percaya, jika calon suaminya bisa mengatakan hal yang membuatnya rendah diri dan insecure seperti sekarang. 

Tapi, bukankah itu nyata? Bahkan, kecantikannya pun tidak menjamin seseorang bisa jatuh cinta padanya. 

Lelaki berpeci hitam itu, terus berteriak memanggil nama gadis yang dicarinya. Furqon merasa bersalah telah berkata demikian. Berulang kali dia merutuki dirinya sendiri. 

"Dasar kamu nih Furqon. Hati-hati kalau bicara. Lihat sekarang. Dia marah besar kan? Kamu juga yang pusing," umpatnya lantas melepas pecinya. Dan menjambak rambutnya frustasi. 

Namun, apalah daya. Semua sudah terjadi. Sekarang, Furqon hanya harus meluruskan semuanya. Mencari Syifa segera, dan menjelaskannya agar kesalahpahaman itu tidak semakin melebar. 

Tetapi, setelah berkeliling di tepian pantai. Furqon tidak bisa menemukannya. Suaranya pun seperti tertelan ombak yang saling bersahutan.

"Ya ampun Syifa, kamu di mana sih? Abang minta maaf. Abang akan jelaskan semuanya. Tolong, keluarlah Syifa," teriak Furqon pada batuan karang. Dia sangat yakin jika Syifa, sang calon istri berada di balik bebatuan itu. 

Sementara yang dicari, mendengar harapan Furqon untuk bertemu dengannya malam itu juga. Syifa menggeleng ke kiri dan kanan. Tidak akan pernah dia memunculkan dirinya sekarang, dia tidak rela memaafkan orang yang dengan sengaja, menorehkan luka di hatinya. 

"Tidak semudah itu, Bang. Kata maaf yang kamu ucapkan tidak akan pernah mengobati luka di hati ini," balas Syifa pelan. Yang pasti tidak akan terdengar oleh pria itu. 

"Syifaa!!" Furqon kembali memanggil. Namun, tetap saja Syifa tidak ingin dirinya dilihat pria itu dan semakin menyembunyikan tubuhnya di balik bebatuan karang. 

Beberapa menit kemudian. Suara yang terdengar lantang memanggil namanya, kini senyap. Syifa diam sejenak. Dia ingin segera pergi dari sana, menghilang dari pandangan Furqon. Dia pun memutuskan untuk segera pergi, karena merasa yakin pria itu telah pergi jauh. 

"Bismillah, aku harus segera pergi. Biarkan saja dia panik sendiri mencari aku sampai pagi di sini. Itu deritanya," gerutu Syifa kesal. 

Saat hendak melangkah keluar, Syifa sayup-sayup mendengar kembali suara Furqon memanggil namanya. Dan suara yang jauh itu makin mendekat sebelum dia sempat melangkah keluar. 

"Hish, bisakah kamu pergi menjauh. Aku muak mendengar suara kamu," ujar Syifa kesal. 

Syifa sedikit menggeser tubuhnya, dan bersembunyi kembali di balik batu karang berukuran besar yang ada di sampingnya itu.

"Teriak terus, Bang. Teriak. Aku tidak akan pernah mau bertemu kamu," lanjutnya penuh dendam. 

Syifa enggan menemui Furqon, dikala hatinya benar-benar terluka. Dia hanya ingin sedikit waktu untuk menjauh dan menenangkan diri, karena ucapan Furqon selalu terngiang-ngiang di telinganya, jika pernikahannya dengan Syifa hanya untuk pelarian semata. 

Dan bodohnya lagi, Furqon berucap demikian tanpa tahu bahwa gadis yang akan dinikahinya itu berada di belakangnya sendiri. Tersenyum getir setelah mendengarnya. Perih jelas sangat perih. 

"Syifa, kamu di mana, Sayang? Abang yakin kamu pasti ada di sekitar sini. Jawab dong Syif," teriak Furqon frustasi.

Syifa tersenyum sinis dalam tangisnya, mudah sekali lisan Furqon berucap sayang setelah apa yang didengar tadi, sangat mengoyak hatinya. 

Drama apalagi yang akan dibuat pria itu untuk meluluhkan kepercayaannya yang sudah goyah. 

"Syifa, keluarlah. Kita bicarakan ini baik-baik. Abang juga minta maaf, tapi semua yang kamu dengar itu hanya setengahnya Syifa. Abang menikahi kamu benar karena cinta. Please percaya." Furqon terus berucap pada angin malam, menjajaki kakinya berjalan mengitari pantai itu. 

Instingnya mengatakan jika Syifa tengah memperhatikan dirinya dikegelapan malam. Oleh karenanya, Furqon terus saja berkata demikian, berharap hati Syifa luluh dan mau menemuinya. 

"Aku tidak akan pernah percaya ucapan kamu lagi, Bang Furqon. Tidak akan!!" Syifa yang telah lelah untuk bersembunyi, pun muncul menampakkan wajahnya pada Furqon.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status