Share

Bab 3. Batalkan Pernikahan

Syifa masih menempelkan punggungnya di bebatuan karang. Dia ingin segera pergi dari tempat itu. Namun, Furqon terus-terusan memanggil namanya. Syifa yang telah muak dengan semua itu pun, akhirnya memilih keluar dari tempat persembunyiannya. 

"Aku tidak akan pernah lagi percaya ucapan kamu, Bang Furqon. Tidak akan!! Semua yang keluar dari mulutmu palsu," teriak Syifa yang muncul dari balik bebatuan karang.

Melangkah keluar dari tempat persembunyiannya, Syifa mengangkat sedikit gamisnya yang terulur untuk mempermudah dia melangkah. Tatapannya tajam menghunus pada Furqon yang diam membisu, karena tidak tahu apa yang akan dia ucapkan. 

"Aku tidak akan percaya lagi semua yang kamu ucapkan, semua hanya kebohongan. Seorang Furqon yang selama ini aku anggap baik luar dan dalam, ternyata kebusukan yang ada dalam diri kamu," ucap Syifa menusuk tajam jantung pria itu dengan kata-kata yang dai lontarkan. 

"Syifa, Syifa tunggu dulu! Kamu salah paham!! Semua yang kamu dengar itu belum sepenuhnya yang ingin aku utarakan, please Syifa, dengar dulu penjelasan abang," pinta Furqon sedikit memelas. 

Asy-Syifa Nurul Qolby, dia adalah gadis tangguh, dibesarkan tanpa adanya kasih sayang orang tua, membuat dia tidak pernah berputus asa dengan takdirnya. Dia sudah terbiasa dengan rayuan dan bujukan orang lain yang hanya berakhir pada kesia-sian, seperti halnya saat ini. Mendengar Furqon meminta waktu untuk menjelaskan, baginya itu sangat tidak penting dan hanya akan membuang waktunya percuma. Syifa tetap menyakini diri bahwa ucapan pria itu adalah benar adanya. 

"Sudah lah, Bang Furqon. Syifa capek, minggir!!" Syifa pun pergi meninggalkan Furqon yang terus memohon untuk mendengarkan dulu penjelasan darinya. 

“Syifa, please. Dengarkan abang.” Pria itu menahan lengan calon istrinya.

Syifa dengan kasar menepis tangan Furqon, tiada lagi rasa hormat dalam dirinya pada pria itu. Bahkan, rasa sayang yang teramat dalam, seketika berubah menjadi rasa benci yang begitu besar karena merasa hatinya telah dipermainkan sebegitu mudahnya oleh pria itu.

Syifa yang takut akan ditahan kembali oleh Furqon, lantas berlari kencang, menjauh dari calon suaminya itu. Ceroboh, Syifa menginjak gamis dibagian yang tidak terangkat olehnya. Tubuh mungil itu terjatuh di pasir, membuat goresan ringan dikedua telapak tangannya. 

"Awwhh," keluhnya merasakan perih di telapak tangannya. Pun, pergelangan tangannya juga merasa ngilu karena terkilir ketika dia menahan tubuhnya saat akan terjatuh di atas pasir.

"Syifa," teriak Furqon melihat calon istrinya terjatuh. 

Syifa yang takut jika Furqon sampai di tempatnya dan kembali menahannya nanti, gegas berdiri, tidak peduli akan luka yang juga terasa di kedua lututnya. Namun, baru beberapa langkah menjauh, Syifa kembali terjatuh. 

"Arrggh." Syifa meringis menahan sakit ditangannya yang semakin tergores. 

“Astaghfirullah, sakit,” ringisnya memejamkan mata, mencoba menghalau rasa sakit yang seolah terasa di sekujur tubuhnya.

"Syifa, kamu tidak apa-apa, sayang? Mana yang sakit?" tanya Furqon panik, dan sudah berjongkok di depan calon istrinya itu.

Furqon meraih pergelangan tangan Syifa, hendak melihat luka di tangan calon istrinya. Tetapi, gadis itu segera menepis tangannya, menolak untuk disentuh oleh pria yang telah melukai hatinya. Dengan memasang tampang sangar, Syifa terus menolak uluran tangan Furqon dengan kasar.

"Tidak usah sok peduli kamu," lirihnya ketus.

Syifa mencoba berdiri perlahan tanpa mengharap bantuan dari Furqon. Dia melawan rasa sakit di kedua tangan dan lututnya yang perih. Namun, keadaannya yang sudah lemah, membuatnya kembali terduduk di pasir. 

"Erggh.” Syifa geram, karena kakinya yang sudah lemah, tidak lagi mampu menopang tubuhnya. 

"Syif, tangan dan kaki kamu terluka. Biar abang bantu berdiri yah." Furqon yang masih berjongkok, kembali mengulurkan tangannya. 

Lagi-lagi Syifa menepisnya, Furqon yang tidak ingin ditolak lantas berdiri di belakang gadis itu, membantunya dengan mengangkat tubuh calon istrinya pelan.

"Minggir, saya tidak butuh bantuan kamu. Pergi sana, urus saja wanita itu. Urus saja Viana, jangan urus aku. Pergi," teriak Syifa berang karena pria itu seenaknya menyentuh tubuhnya.

Menghela nafas berat, Furqon tahu jika Syifa marah besar padanya. Syifa berhak untuk membentaknya, memakinya bahkan membencinya sekarang ini. Tapi, satu hal yang seharusnya gadis itu tahu, tidak ada terniat sedikitpun dalam diri Furqon untuk melukai perasaan Syifa, apalagi hatinya sudah mencintai gadis manis yang semula hanya dia jadikan pelampiasan emosi semata. 

Pun, kejadian sebenarnya, Furqon sendiri belum selesai menjelaskan pada teman-temannya alasan dia menikahi Syifa, meski mereka baru saling mengenal beberapa minggu. Namun, gadis cantik yang dia sendiri tidak tahu sejak kapan ikut nimbrung dalam pembicaraannya malam itu, telah memotong ucapannya sebelum bisa mendengar cerita yang utuh dari mulutnya.

Dan sekarang, terjadilah kesalahpahaman diantara mereka, dan dalam pikiran Syifa yang bagai tercuci otaknya, Furqon hanyalah lelaki jahat yang mempermainkan perasaan wanita. 

"Syifa. Maafkan abang yah. Abang dulu pernah salah, tapi tolong jangan seperti ini. Semua yang kamu dengar itu belum seutuhnya," pintanya memaksakan tangan Syifa untuk digenggamnya. 

Syifa memalingkan wajahnya dari tatapan Furqon. Menghapus air mata yang menggenang, berusaha tetap kuat meski dia sendiri tengah lemah.

"Lepas tidak!! Aku benci kamu!! Aku benci kamu Furqon, lepas!" Syifa berteriak kencang, menarik tangannya dari genggaman pria itu.

"Tidak akan! Sebelum kita bicarakan ini baik-baik. Tolong, beri abang waktu untuk menjelaskan semuanya.” Lagi dan lagi, Furqon memohon.

"Mau bicara apalagi, hah. Mau menyanggah apalagi? Mau membela diri dan mengatakan kalau itu semua bohong, hah?" teriak Syifa. 

"Sudah jelas kalau kamu tidak mencintai saya. Sudah jelas kalau kamu ingin menikahi saya hanya untuk membalaskan dendam pada wanita itu. Mau menyanggah apalagi, Furqon," sembur Syifa.

Furqon memelas dan terus memohon pada calon istrinya itu, meminta untuk diberi kesempatan menceritakan yang sebenarnya. Namun sayang, hati Syifa sudah sekeras batu, apa yang dia dengar, dia telan bulat-bulat.

"Cukup. Mau kamu memohon seperti apapun, saya tidak peduli. Mending urus wanita yang menolak kamu, mohon saja sama dia. Saya tidak lagi sudi melihat wajahmu itu." Syifa menarik tangannya kuat hingga terlepas dari genggaman Furqon.

Syifa berdiri perlahan, air matanya bahkan mulai berhenti, saking dia membenci pria itu. Dia melangkah pelan dan hati-hati. Teringat satu hal olehnya, tidak ingin lagi memperpanjang permasalahan itu. Syifa pun menoleh kembali, menatap Furqon yang mematung. Saat ini yang ada dalam benaknya adalah segera mengakhiri hubungan yang tidak sehat diantara mereka. 

"Saya minta, batalkan pernikahan kita. Saya tidak sudi menikah dengan pria yang ada wanita lain di dalam hatinya. Dan saya tidak sudi, dinikahi hanya karena pelarian saja."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status