Home / Romansa / (Bukan) Istri Pelarian / Bab 5. Ancaman Furqon

Share

Bab 5. Ancaman Furqon

Author: AfourS
last update Last Updated: 2023-04-19 21:44:51

Syifa tengah bersiap untuk pergi ke kampung halaman Furqon. Ingin menyatakan langsung pada kedua orang tua lelaki itu untuk membatalkan pernikahan yang akan terlaksana seminggu lagi. 

"Bismillah, aku ikhlas untuk membatalkan pernikahan ini. Semoga ini yang terbaik. Ya Allah, mudahkanlah," monolog Syifa yang tengah mematut dirinya di cermin.

Hari ini adalah hari senin. Dan di hari ini pulalah, Syifa telah memiliki jadwal dengan dosen pembimbingnya untuk bimbingan skripsi. Namun, segera dia izin untuk membatalkannya dengan alasan sakit. Beruntung dosen itu menyetujuinya. 

Kediaman keluarga Wais Al-Furqon ialah di Pariaman. Dengan bermodalkan motor yang dia pinjam dari teman kosnya, Syifa akan menemui calon mertuanya. 

Melihat dengan jelas rumah megah yang ada di depannya, Syifa mendadak gugup. 

"Kok aku jadi gugup begini yah!" gumamnya pelan, lalu memegang dadanya. Di mana jantungnya berdegup begitu kencang.

Memberanikan diri, Syifa pun menekan bel rumah tersebut. Tidak beberapa lama, Mansyur, security rumah tersebut membukakan gerbang untuknya. 

Tok! Tok! Tok! 

Syifa mengetuk pintu setinggi 2 meter itu dengan pelan. Tidak beberapa lama, Nani, ART di rumah itu membukakan pintu untuknya. Dengan senyuman lebarnya, Nani mempersilahkan calon istri tuan mudanya untuk masuk. 

"Tunggu sebentar ya non, saya panggilkan tuan muda dulu." Nani hendak pergi, tetapi ditahan Syifa. 

"Jangan panggil bang Furqon. Tolong panggilkan tante Gusnita sama om Arman saja, saya ada keperluan sama tante dan om saja," jelas Syifa kikuk. 

Nani mengangguk pelan, lalu menuju kamar kedua majikannya. 

Sedangkan Syifa, dengan gugup duduk di sofa di ruang tersebut, sembari menunggu kedatangan kedua calon mertuanya yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan calon mertuanya.

Sementara itu, sepulang dari mesjid melaksanakan sholat subuh, Furqon tidak banyak melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia yang semenjak kembali tinggal di kota Pariaman, setiap pagi selalu joging keliling kompleks perumahannya, tetapi sekarang dia hanya diam di kamarnya. 

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan. Aku nggak mau ayah sama bunda tahu masalah aku dengan Syifa," ucapnya. 

Furqon pun memilih keluar kamar, dan dia melihat bi Nani, tengah berjalan ke arah kamar kedua orang tuanya. 

"Bibi cari ayah sama bunda?" tanyanya kemudian. 

"Iya tuan, ada non Syifa di depan cariin tuan besar dan nyonya," jelas bi Nani. 

Furqon pun mencegah bi Nani untuk memanggil orang tuanya, dan meminta wanita berusia 40 tahunan itu kembali ke dapur setelah menawarkan diri untuk dirinya saja yang memanggilkan kedua orang tuanya.

"Syifa," panggil Furqon yang telah berada di ruang tamu. 

"Kenapa kamu yang kemari, saya nggak ada urusan dengan anda," tegas Syifa yang bahkan telah muak melihat wajah lelaki itu. 

Furqon duduk di samping Syifa, tetapi gadis itu mengelak dan menjauh dari lelaki itu. Sekali lagi, Furqon mendekat, dan Syifa menjauh. 

Setelah beberapa kali seperti itu, Syifa pun risih dan menoleh pada seniornya itu. 

"Kamu ngapain sih, mana tante sama om. Saya ada urusan dengan mereka, bukan dengan kamu," ucap Syifa dengan sedikit meninggi. 

"Syif, kamu serius ingin membatalkan pernikahan kita?" Furqon mengalihkan topik pembicaraan. 

"Ya, aku serius dan sekarang mana orang tua kamu. Saya akan bicara pada mereka tentang pembatalan ini," jawabnya tegas.

Furqon tersenyum sinis. Dia pun menatap manik mata Syifa yang terus mengalihkan pandangan darinya. 

"Kalau kamu siap membatalkan pernikahan ini, maka kamu harus siap untuk kedamaian di panti asuhan kamu," ucap Furqon singkat tetapi sukses membuat Syifa melihat dirinya. 

"Maksud kamu apa?" tanya Syifa dengan sedikit khawatir. 

"Kamu tahu kan kalau saya adalah donatur tetap di panti asuhan dharma jiwa." Syifa mengangguk. 

"Andai kamu batalkan pernikahan ini, bunda dan ayah akan sangat malu dengan ulah kamu. Dan asal kamu tahu, andai itu terjadi ayah saya pasti akan berhenti menjadi donatur tetap di panti asuhan tempat kamu tinggal. Dan otomatis pendidikan kamu dan beberapa anak panti lainnya juga akan berhenti setelah ini. Artinya beasiswa kamu akan dicabut," tegas Furqon yang penuh ancaman.

Syifa terdiam beberapa saat. Benar apa yang diucapkan oleh Furqon, keluarga Arman adalah donatur terbesar di panti asuhan tempat dia dibesarkan saat ini. Bahkan, karena sumbangan dari merekalah dia tetap bisa mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

Furqon tersenyum sinis, dia terpaksa bersikap sedikit kejam kepada Syifa demi menyelamatkan dirinya sendiri. Tidak mungkin juga keluarganya akan berhenti memberikan dana pada panti asuhan tersebut, terutama sang bunda. Karena ibunya dahulu merupakan salah satu anak yatim piatu yang juga dibesarkan di sana, hingga bisa merasakan pendidikan ke perguruan tinggi. 

"Bagaimana, Syif? Masih berniat untuk membatalkan pernikahan ini?"

Syifa menelan salivanya susah payah. Kepalanya yang semula tertunduk, perlahan terangkat. Dia pun menatap manik Furqon yang tersenyum lebar padanya. Yang membuat mentalnya menciut seketika.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 28

    Tidak lama berselang, ponsel Nayya kembali berbunyi."Astaghfirullah." Nayya seketika terkejut melihat panggilan masuk. Sang ibu ternyata menghubungi dirinya, ketika tahu ponsel Nayya telah aktif. Dengan berat hati, Nayya menjawab panggilan itu. ***Malam harinya, Nayya yang baru menyelesaikan agendanya di mesjid, lekas keluar setelah pamit pada ustadzah dan juga teman-teman nya. Dia gegas masuk ke dalam kamar dan mengurung diri di sana. "Ya Allah, kenapa ujian hamba begitu berat," ucapnya dan terduduk di lantai. "Andai ayah masih hidup, andai ayah masih ada di dunia ini, aku pasti tidak akan sesusah ini. Ya Allah, kenapa kau ambil ayahku? Kenapa bukan ibuku saja yang kau hilangkan dari bumi ini." Nayya meraung meratapi hidupnya. Siang tadi, ketika ponselnya yang telah lama dia non aktifkan, lantas mendapat panggilan dari sang ibu. Nayya kembali menyendiri, kembali menjadi gadis yang pendiam dan penuh beban.Nayya pun mengambil tas ranselnya, lalu keluar asrama untuk mencari usta

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 27

    "Papi tahu itu. Obati segera trauma kamu tentang wanita, dan secepatnya bawa dia yang kamu inginkan untuk menjadi menantu kami. Biar papi yang akan bujuk Mami kamu untuk memberi kamu waktu," jawab sang ayah yang mengerti kondisi putranya. ***Malam semakin larut, Nayya terdiam di kamar rawatnya seorang diri. Malam ini, dia tidak lagi ditemani Zakwan."Ya Allah, aku harus ke mana setelah ini," ucapnya yang merasa bingung. Nayya yang besok sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah lebih membaik, meskipun kakinya masih sedikit luka yang belum terlalu sembuh. Merasa bingung untuk pulang ke mana. Jika Nayya memilih kembali ke rumahnya, dia tidak yakin jika ibunya akan menerima lagi kehadiran dirinya. Terlebih, dia pergi dari rumah secara diam-diam, demi menghindari perjodohan dengan lelaki tua pilihan sang ibu."Assalamu'alaikum," ucap Hisyam, membuyarkan lamunan Nayya.Gadis itu sedikit terkejut melihat kehadiran pria itu."Wa'alaykumussalam, Pak," jawabnya tertunduk. Nayya m

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 26

    Gilang mengintip dari balik tirai jendela, memastikan keadaan di luar apakah sudah aman dan benar-benar tidak ada lagi Alan beserta anak buahnya. Dan merasa semua telah aman, Gilang pun memberi kode untuk mereka segera keluar dari rumah kecil itu. Clara dan Hermawan mengangguk, lalu melangkah pelan-pelan keluar dari rumahnya sembari kepala yang terus menengok ke kiri dan kanan, berhati-hati dengan keadaan sekitarnya. "Ayo cepat!" titah Gilang dan terus melangkah ke arah simpang 3 di mana mobil hitamnya terparkir. Clara yang tidak tahu akan di bawa ke mana, hanya mengekor kedua lelaki di depannya. "Cepat, naik!" perintah Gilang lalu membukakan pintu untuk Clara dan Hermawan masuk, barulah dia duduk di bangku stir, memajukan kendaraannya segera. Clara clingak clinguk, memperhatikan keadaan sekitar, penasaran ke manakah dia di bawa oleh para penculik itu. Karena, dia tidak sadarkan diri ketika di bawa oleh mereka. "Mm, sebenarnya, kita mau ke mana?" tanya Clara kemudian. Gilang ya

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 25.

    Menarik nafas panjang, Syifa berusaha membesarkan hatinya untuk tetap baikan dengan Furqon. Dia tidak ingin, pertengkaran dalam rumah tangganya menjadi penyebab Viana, pelakor itu semakin mudah merusak pernikahannya. Membuka gagang pintu kamarnya pelan, Syifa melihat Furqon di ujung balkon tengah telponan. Dia yang semula hendak berbaikan dengan suaminya, justru sekarang mencurigai Furqon. "Siapa yang telponan dengan Bang Furqon? Kok sampai menjauh gitu?" pikir Syifa melangkah mendekat. Sadar ada langkah yang semakin mendekat, Furqon menoleh ke belakang. "Sayang," panggil Furqon dan tersenyum lebar. "Ri, besok lagi disambung pembicaraan kita. Oke." Furqon mematikan sambungan telponnya, melangkah dengan cepat ke arah Syifa dan memeluk istrinya. "Sayang, maafkan abang yah. Abang salah," ucap Furqon dengan terus mendekap Syifa. "Minta maaf untuk apa?" tanya Syifa memancing. Dia tahu suaminya pasti akan merasa bersalah karena dia mengambek tadi."Untuk semuanya, terutama karena Via

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 24. Pelakor Harus Dibasmi

    "Calon suami?" ulang Syifa. Keningnya berkerut mendengar Viana yang berucap demikian, ada rasa takut dalam dadanya ketika mendengar wanita itu bicara demikian. Takut jika suaminya akan kembali condong pada masa lalunya itu. Namun, Syifa lekas membuang pemikiran buruknya itu dan menatap kepada Viana yang juga menatapnya dengan tatapan tajam. "Apa? Calon istri? Kamu calon istri Bang Furqon?" ulang Syifa, Viana mengangguk. Furqon hendak bicara, takut jika istrinya marah. Tetapi, Syifa justru memajukan langkahnya mendekati Viana. "Kamu hanya calon istri. Oh, bukan, bukan. Lebih tepatnya, mantan calon istri. Sedangkan aku, aku adalah istri sahnya. Kenalkan, aku Syifa, istri sahnya Bang Furqon," jelas Syifa tersenyum lebar. Mendadak Viana emosi melihatnya, dia berulang kali menatap wajah Furqon dan Syifa. Merasa jika istri dari lelaki yang dicintainya itu tidak terpancing olehnya, Viana pun juga tertawa. "Oh, istri. Tapi, jangan bangga dulu dong, walaupun kamu dijadikan istri oleh Fu

  • (Bukan) Istri Pelarian   Bab 23. Pertemuan Syifa dan Viana

    Furqon telah sampai di kampus. Syifa beruntung bertemu dengan profesor Akhdan, hingga dia yang tadinya berniat pulang dengan ojek online, ternyata suaminya sendiri yang menawarkan untuk menjemputnya. "Maaf sayang, lama ya nunggunya?" tanya Furqon ketika Syifa telah di dalam mobilnya. "Nggak kok, Bang, baru juga nunggu. Mm, bang, boleh nggak sekali-kali abang jemput Syifa pakai motor yang kemarin abang pakai untuk antar Kak Nada," ucap Syifa me request pada suaminya.Namun, Furqon merasa itu bagai sindiran. "Sayang nyindir yah?" Furqon menatap dingin istrinya. "Bukan, Bang. Syifa cuma pengen coba naik motor berdua dengan abang," jawab Syifa dengan tersenyum lebar. Furqon pun mengangguk paham. Dia merasa dirinya sedikit sensitif semenjak bertemu dengan Viana tadi. "Ya besok abang antar pakai motor yah." Syifa tersenyum senang mendengarnya. ***Viana berteriak ketika memasuki rumah kontrakannya. Dia membanting tas jinjingnya di sofa, lalu bersender, memejamkan mata. Air mata kemba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status