Di luar kamar rawat, tepat berada di depan pas Alora duduk di kursi yang di sediakan oleh rumah sakit. Wajah lelah serta tarikan nafas panjangnya sesekali terdengar menyiratkan betapa banyak kebimbangan yang tengah di pikul.
Sampai dimana Alora terperanjat ketika Chakra tiba-tiba keluar dari kamar rawat, dan menyadari keterkejutan adik iparnya itu apalagi perubahan dari sikap Alora yang sangat terlihat canggung setelah kedatangannya. "Maaf karna permintaan Alara yang tanpa sadar menciptakan suasana canggung ketika kamu melihatku."
"Gapapa mas, mungkin aku masih belum siap akan semua ini."
"Aku tahu, karna untuk menerima semua ini tidak mudah bagi kamu." Chakra lalu duduk di kursi dekat Alara yang hanya berjarak satu kursi saja.
"Dan aku akan mencobanya meski sulit, semoga setelah ini kak Lara bisa kembali pulih seperti sebelumnya." Jawab Alora yang tidak hanya berharap jika kakaknya akan segera pulih, tapi ia juga berharap agar secepatnya bisa lepas dari apa yang telah ia setujui untuk menikah dengan Chakra.
"Aku pun berharap yang sama, dan terimah kasih telah mau berkorban." Kali ini Chakra mencoba untuk menatap kearah Alora, wajah yang sama dengan istrinya. Ia mengakui wajah itu memang sangat mirip bahkan hampir tidak bisa di bedakan meski beberapa kali istrinya mengatakan ada yang berbeda di antara keduanya.
Ketika keheningan hadir di antara keduanya, terdengar suara langkah kaki yang mampu menarik perhatian Chakra dan Alora tanpa disadari keduanya menoleh kearah sumber suara secara bersamaan, dimana terlihat seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap tengah menyusuri koridor berjalan kearah keduanya.
Alora cukup terkejut dan refleks berdiri ketika melihat kehadiran Damian, setelah langkah Damian sudah cukup dekat dengan dimana posisi Alora berdiri laki-laki yang memilik bola mata hazel itu langsung mempercepat langkahnya dan tanpa aba-aba langsung membawa Alora ke dalam pelukannya.
"Maafkan aku sayang." Gumamnya di samping telinga Alora, sesekali mata tajamnya melirik kearah Chakra yang membalas menatapnya.
Setelah cukup lama pelukan itu berlangsung, dengan sedikit kaku Alora mengurai pelukan itu, karna di satu sisi Alora masih sadar akan Chakra yang masih berada di belakangnya. "Aku tidak mau membuat masalah baru Dam, sebaiknya kita mengobrol di tempat lain karna di dalam ada orang tuaku dan orang tua kak Chakra." Kata Alora sesekali melirik Chakra yang itu di sadari oleh Damian, lalu Alora menarik lengan kekar kekasihnya mengajak untuk segera pindah dari tempat itu.
"Baiklah..." Damian menyetujui ajakan Alora lalu mengikuti langkah Alora, dan tidak lupa Damian kembali melayangkan tatapan tajamnya ke arah Chakra yang tidak luput membalas tatapan itu tidak kalah tajam.
Setelah Damian dan Alora menghilang dari pandangannya, Chakra segera bangkit. Sekali lagi ia mengambil nafas dalam lalu mengeluarkannya pelan-pelan dan setelahnya dengan langkah gontai Chakra kembali masuk ke kamar rawat Alara.
****
Empat puluh lima hari setelah Alara keluar dari Rumah Sakit.
"Mas..." Panggil Alara sembari merapikan kerah kemeja Chakra.
"Hmmm..." Jawab Chakra hanya herdehem.
"Aku harap kamu juga turut senang mas atas pernikahan ini, sama halnya seperti yang aku rasakan." Kata Alara tersenyum melihat penampilan Chakra yang telah rapi dan begitu tampan.
Chakra terkekeh. "Tapi sayangnya ini tidak sesuai apa yang kamu harapkan sayang, karna satu hal yang harus kamu ingat aku melakukan ini karna janjiku padamu." Sebuah senyuman kembali Alara berikan setelah mendengar jawaban dari Chakra.
"Satu hal lagi mas, aku mohon dan berjanjilah setelah nanti Alora telah sah menjadi istrimu belajarlah untuk mencintainya dan perlakukan lah dia dengan baik, seperti layaknya kau memperlakukanku selama ini." Pinta Alara kembali, meski ia bahagia ketika Chakra menepati janjinya untuk menikahi Alora. Tapi ia juga tidak lupa untuk membuat Chakra berjanji agar bisa mencintai adiknya.
"Kamu terlalu khawatir sayang jika Alora tidak bahagia akan permintaanmu ini, tapi tenanglah aku akan memperlakukannya dengan baik. Tapi untuk mencintai aku tidak bisa menjamin jika aku bisa melakukannya." Chakra perlahan mengangkat tangannya dan menggenggam tangan Alara yang masih setia berada di pundaknya, Chakra genggam tangan itu lalu menciumnya dalam.
"Meski kamu tidak bisa menjamin akan mencintainya, tapi aku yakin jika waktu yang akan menuntun hatimu untuk mencintainya." Gumam Alara tersenyum lalu berjinjit untuk mengecup pipi Chakra sekilas.
Ketika Alara hendak kembali menegakkan kembali tubuhnya, kedua tangan kekar Chakra segera menahan pinggang Alara membuatnya masih berjinjit. Lalu tanpa aba-aba Chakra mendekatkan wajahnya sampai hembusan dari nafasnya begitu terasa oleh Alara, dan dalam waktu cepat Chakra menyapu bibir Alara lalu tanpa dapat menolak Alara hanya bisa menikmati ketika keduanya bertukar saliva.
"Aku mencintaimu, dan akan terus seperti itu." Bisik Chakra, menyapu lembut bibir Alara yang basah akibat ulahnya.
"Aku juga mencintaimu mas." Balas Alara.
Di tengah kemesraan yang masih berlangsung, seketika Alara menjauhkan tubuhnya dari Chakra ketika seseorang mengetuk pintu kamar. "Biar aku aja yang buka, sepertinya ada yang penting." Kata Alara lalu bergegas berjalan menuju kearah pintu untuk membukanya.
"Maaf mbak Lara, saya kesini di suruh buat manggil mbak sama mbak Lora. Karna sepertinya ada yang penting." Ucap seorang wanita muda yang tidak lain asisten dari Mua yang tengah merias Alora saat ini.
"Baiklah aku akan segera kesana," akhirnya setelah mendapat jawaban dari Alara, wanita muda itu pamit undur diri dan Alara segera menutup pintu kembali melangkah kearah Chakra.
"Mas aku tinggal dulu ke kamar adek ya, kamu sekalian siap-siap untuk ijab sebentar lagi." Kata Alara yang hanya di jawab anggukan oleh Chakra.
Tangis histeris memenuhi ruang rawat Alora, ketika dia baru mendapatkan kenyataan yang sangat menyakitkan dimana janinnya tidak berhasil di selamatkan dan harus terpaksa di relakan.Tapi perasaan ibu mana yang bisa langsung menerima saat kehilangan anaknya, dan itulah yang membuat Alora tidak bisa tenang meski kedua orang tuanya berusaha untuk menenangkannya.Damian yang mendengar teriakan histeris itu, buru-buru ia menghampiri ruangan Alora dan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ia itu dapat menenangkannya. Tanpa memperdulikan apapun lagi, Damian langsung membawa Alora ke dalam pelukannya."Ra! Tenang Ra!" Ucapnya mencoba menangkan Alora.Alora menggelengkan kepalanya, dan tangannya mencengkram erat lengan kekar Damian. "Bagaimana bisa aku tenang! Sedangkan anakku sudah pergi Dam!" Jawabnya terisak, terdengar sangat menyayat."Aku tau Ra! Aku tau, bagaimana perasaanmu saat ini, karna meski tidak sesakit yang kamu rasakan, aku juga merasakannya Ra! Bagaimana hancurnya kamu aku menge
Kekhawatiran kembali di rasakan oleh Mirna dan Bagas ketika mendapat kabar dari Damian, dan kini keduanya tengah berjalan cepat menuju ke ruangan Alora.Damian segera berdiri ketika sudah melihat kehadiran orang tua Alora. "Apa yang sudah terjadi dengan putriku!?" Tanyanya tanpa sadar Mirna menggenggam tangan kekar Damian.Belum sempat Damian menjawab seorang Dokter menghampiri mereka. "Dengan keluarga pasien Alora?" Tanya Dokter itu, secara bersamaan Mirna dan Bagas mengangguk."Boleh ikut dengan saya, karna ada hal penting yang harus saya sampaikan." Pinta Dokter itu dan tanpa berpikir panjang Mirna dan Bagas segera mengiyakan.Dokter itu mempersilahkan kedua orang tua Alora untuk mengikuti langkahnya, dan kembali memperkenalkan mereka untuk duduk setelah berada dalam ruangannya.Sangat fokus Mirna dan Bagas mendengarkan penjelasan dari Dokter, perubahan reaksi Mirna dan Bagas sangat jelas terlihat ketika keduanya mendapati kebenaran tentang kondisi Alora saat ini."Takut kondisi ya
Senyuman di bibir Alora seketika sirna ketika tanpa sengaja matanya menangkap sosok Chakra bersama wanita yang pernah ia temui tengah berjalan mendekat ke arahnya, dan perubahan dari ekspresi Alora dapat Damian sadari, membuatnya seketika mengikuti kemana arah fokus mata Alora, dan ia langsung mengetahui alasannya.Tidak lama langkah Chakra dan Anggika berhenti tepat di depan Damian dan Alora duduk. "Apakah kembali bersama mantan saat mempunyai masalah dengan suami itu adalah keputusan yang menurutmu sudah sangat tepat?" Kata Chakra memancing reaksi dari orang-orang yang berada disana.Mendengar itu Alora segera berdiri karna ia tidak bisa membiarkan Chakra melakukan hal lebih jauh lagi, menyadari jika kini mereka tengah menjadi tontonan banyak orang."Mas, bisa kita bicarakan di lain tempat karna disini banyak orang." Ucap Alora menurunkan egonya mengalah agar Chakra dapat mendengarkannya.Chakra terkekeh. "Kenapa? Kamu malu karna banyak orang yang menonton, biarlah Ra biarkan orang
Setelah Alora menyetujui untuk tinggal di apartemen Damian, dimana hanya itu pilihan yang menurutnya sangat aman mengingat bagaimana ia sangat mengerti sikap Damian padanya.Di dapur Alora tengah memasak untuk sarapan, di tengah kegiatannya yang tengah fokus pada masakannya tanpa ia sadari Damian memperhatikannya dengan tatapan yang sama seperti tatapannya yang dulu penuh cinta."Kesini lah Dam, aku yakin dengan hanya menatapku tidak akan membuatmu menjadi kenyang." Kata Alora saat mulai sadar akan kehadiran Damian dan juga tatapannya.Damian tersenyum, lalu segera menghampiri Alora yang mulai menata makanan di meja makan. "Aku hanya terlalu rindu dan hanya dengan menatapmu rinduku dapat berkurang." Kata Damian sembari mendudukkan bokongnya di kursi.Alora terkekeh. "Ayolah Dam, pagi-pagi gini lebih enak sarapan dari pada harus menggombal." Jawab Alora mencoba menyembunyikan salah tingkahnya, tapi Damian dapat melihat semu merah di pipi Alora.Merasa gemas Damian meraih tangan Alora m
Anggika mengedarkan pandangannya saat memasuki kediaman Chakra, dan tanpa menunggu waktu lama ia seketika jatuh hati pada kediaman Chakra dan tanpa menunggu lama ia masuk lebih dalam mengikuti langkah lelaki di depannya.Tepat di depan pintu kamar langkah Chakra dan Anggika berhenti, lalu Chakra merogoh sakunya dan segera membuka pintu dengan kunci yang telah ia bawa."Ayo masuk Gi." Ajak Chakra mempersilahkan untuk Anggika masuk ke dalam kamar."Kamar ini adalah kamar tamu, dan bisa kamu gunakan dulu karna hanya kamar ini yang terjaga kebersihannya, setelah kamarku dan Alora." Jelas Chakra saat keduanya sudah berada di dalam kamar."Terimahkasih Chak telah mau membantuku." Ucap Anggika, yang beruntung mendapatkan kebaikan dari Chakra."Sama-sama, yaudah sekarang kamu istirahat dulu dan aku akan memanggil pelayan untuk memasakkan makan siang untuk kita." Ujar Chakra tanpa di sadari itu membuat Anggika kagum ketika ia menganggap jika itu adalah perhatian lebih dari Chakra.Setelah di r
Di tengah-tengah Damian dan Alora menikmati baksonya, ketika Alora hendak menyuapkan kembali sendok ke dalam mulutnya tiba-tiba perutnya terasa bergejolak membuatnya reflek meletakkan sendok nya.Melihat ada yang berbeda Damian menatap ke arah Alora yang tiba-tiba diam. "Ra, kamu kenapa?" Tanyanya mulai khawatir.Alora menggeleng, merasa perutnya semakin terasa tidak karuan tanpa berkata apapun Alora segera bangkit dan meninggalkan Damian, melihat sikap aneh Alora membuat Damian segera mengikutinya.Setelah berjalan cukup jauh dan tepat di sebuah pohon besar, Alora yang sudah tidak dapat menahan gejolak di dalam perutnya tanpa bisa di tahan lagi ia langsung memuntahkan semua yang ada dalam perutnya.Damian semakin khawatir ketika melihat Alora terus muntah, bahkan Alora terus muntah meski yang keluar kini hanya cairan saja.Setelah rasa ingin muntahnya telah mereda, Alora kembali menegakkan tubuhnya. Namun, tubuhnya terasa sangat lemah sampai ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya