“Siapa yang Anda maksud, Nona?”
Suara bariton tersebut membuat nenek Raya, paman serta bibinya langsung waspada. Raya bisa melihat itu dengan jelas lantaran ketiganya duduk di depannya, membelakangi pintu masuk.
Raya pun seketika merasakan perubahan suasana di ruangan ini.
“Ah, selamat datang, Andro.” Paman Raya berdiri, berusaha mencairkan ketegangan akibat ucapan putrinya.
Saat ini, Raya akhirnya menyadari jika Area restoran yang di dominasi dengan material kaca di sekitar mereka, sudah penuh penjagaan. Tampak beberapa orang berjas hitam tinggi besar berjaga di sana.
Setelah itu, karena rasa penasaran, Raya menoleh ke arah pintu masuk dan melihat lima orang pria berjalan mendekati meja mereka.
Salah satu dari ke lima pria tersebut ada yang duduk di kursi roda, dengan sebagian wajahnya tertutup masker, membuat setiap yang memandang hanya terfokus pada sorot mata tajamnya, misterius juga penuh ketegasan.
“Ah,” gumam Raya pelan. Entah kenapa, fokusnya langsung terkunci pada sepasang mata laki-laki bermasker tersebut. Pria yang duduk di kursi roda itukah … Andromeda Prakarsa?
Seketika itu juga, paman Raya beranjak dari tempat duduknya berniat menyalami. Namun, satu orang yang berjalan paling depan mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar paman Raya tetap di tempatnya.
Sedangkan Raya sibuk mengamati Andro diam-diam. Namun tanpa sengaja tatapan mereka saling bertemu. Raya segera mengalihkan pandangannya, tapi sia-sia. Raya justru merasakan jika Andro makin mengamatinya tanpa jeda.
“Ya Tuhan,” gumam dalam hati Raya sambil sejenak memejamkan matanya, merasa terintimidasi.
Raya menghela napas beberapa kali, menyiapkan hatinya untuk kemungkinan terburuk, menjadi tumbal pengantin pengganti demi sepupunya.
Dengan aura intimidasi yang dimiliki Andro, Raya merasa tertekan, sepertinya dia tidak sanggup menghadapi pria tersebut.
"Selamat sore."
Suara bariton itu terdengar lagi, membuat Raya membuka mata dan langsung menoleh pada pria bermasker yang tengah duduk di kursi roda. Gadis itu tanpa sadar menahan napas ketika kedua pasang mata mereka sekali lagi bertemu.
“Selamat sore. Saya adik sepupu Andromeda." Seorang pria lain yang tadi mendorong kursi roda Andro berkata, mengambil alih perhatian, membuat perhatian Raya pada Andro akhirnya teralihkan. "Sayalah yang mendampingi kakak saya dalam pertemuan ini," ucapnya. "Nama saya Prabu.”
Seluruh keluarga Raya mengangguk dan mendengarkan pria itu bicara.
“Saya tidak akan banyak basa-basi,” Prabu mengambil alih situasi setelah semuanya kembali duduk di kursi. “di sini, Saya mewakili keluarga untuk berkenalan dengan calon pasangan dari kakak saya, Andromeda Prakarsa, yang menurut informasi bernama Yarina Lazuardi.”
Baik Andro maupun Prabu menatap kedua gadis di hadapannya, seolah mencari tahu mana salah satu dari mereka yang bernama Yarina.
“Oh, ya.” Nenek Raya seketika tersentak dan langsung bereaksi. “Sayang sekali, tapi sepertinya ada sedikit hal yang harus kami luruskan lebih dulu kepada pihak calon pengantin pria.”
Andro mengerutkan alisnya. Sepasang mata tajamnya menyipit seketika.
“Jadi begini,” Nenek Raya mencoba menjelaskan, “setelah kedatangan utusan dari keluarga Prakarsa beberapa hari yang lalu, kami sekeluarga berembuk dan hasil dari perembukan kami, kami memutuskan kalau yang akan menikah dengan Nak Andro bukanlah Yarina, melainkan Raya, cucu pertama saya.”
Di tempat duduknya, wajah Raya seketika memerah. Merasa kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa.Hatinya marah, tapi dia hanya bisa diam.
Sementara itu, Yarina terlihat tersenyum puas.
“Maksud Anda?” Prabu sebagai juru bicara Andro refleks bertanya.
“Iya, Nak Prabu, bukan Yarina yang akan menikah dengan Nak Andro, tapi Raya." Nenek Raya menunjuk ke arah cucu sulungnya. "Itu dia, yang pakai baju hitam.”
Raya langsung menunduk ketika semua mata tertuju padanya.
Seketika Prabu mengernyit. Sudut bibirnya tertarik ke bawah, tampak marah.
“Jadi maksud Anda, Nyonya Lazuardi, keluarga Anda telah mengganti calon istri kakak saya secara sepihak?" ucap Prabu tidak terima. "Apa kalian sengaja mempermainkan kakak saya? Mempermainkan keluarga kami?
Sorot mata dan pertanyaan Prabu cukup membuat keluarga Lazuardi tampak ciut. Terutama Raya.
Ada konflik kecil di dalam lubuk hati gadis tersebut. Meski tak menginginkan perjodohan ini, tapi Raya merasa minder, takut keluarga Prakarsa kecewa karena pengganti Yarina adalah dirinya yang tak lebih cantik, modis dan berpendidikan.
“Kalian sengaja ingin mempermainkan kami?” ucap Prabu lagi.
“B-bukan begitu, Nak Prabu, awalnya memang kedua pihak sudah sepakat kalau Yarina yang akan menikah, tapi setelah kami pertimbangkan kembali, ada beberapa ketidak sesuaian," ucap Paman Raya, berusaha meredakan konflik dan kemarahan perwakilan keluarga Prakarsa. "Nak Andro ingin segera menikah, sedangkan Yarina belum siap untuk menjadi seorang istri. Dia masih harus menyelesaikan pendidikan magisternya, sehingga dia tidak akan bisa selalu membantu Nak And--”
“Apa maksud Anda dengan selalu membantu?” Prabu menyela. Wajahnya makin memerah dan emosinya memuncak. Ia tidak terima kakaknya seolah disepelekana. “Kalian meremehkan kami?”
Namun, Andro seketika itu menepuk bahu Prabu.
"Prabu. Cukup." Andro berucap singkat. Sorot mata tajamnya beredar ke sekeliling meja, membuat keluarga Lazuardi semakin gugup akibat intimidasi dari pria yang duduk di kursi roda tersebut.
Tatapan Andro berhenti pada Raya, membuat gadis itu merinding. Perutnya mulai terasa seperti diaduk-aduk karena gugup.
Kemudian, Andro menyatakan, “Aku setuju menikah dengan Raya Lazuardi.”
Adik sepupu Andro tampak tidak menerima keputusan Andro. Wajah Prabu memerah, tidak suka. Namun, ia tidak bisa membantah keputusan Andro.
Sementara itu, kalimat Andro membuat nenek dan paman Raya menghela napas lega. Akan tetapi, kalimat Andro berikutnya membuat keduanya mengernyit tidak suka tanpa bisa ditahan.
“Lagi pula, menurutku, menurutku, calon yang sekarang lebih cantik dan menarik dibandingkan calon sebelumnya.”
Arin dan juga Samuel bergegas menuju rumah Cantika begitu pulang sekolah. Suasananya jauh berbeda dari sebelumnya, semua orang di sana terlihat sangat berduka."Nek, Cantika mana ya?" tanya Arin sambil memberi salam."Ada di dalam, sana ke kamarnya ya."Arin langsung menarik tangan Samuel untuk mengikuti langkahnya, mereka memasuki kamar Cantika dimana sosok itu terlihat sedang bersiap. mereka akan pergi ke gereja untuk Misa Arwah."Cantika?"Sosok itu langsung menoleh seketika, air matanya langsung turun begitu dia melihat Arin. Sosok yang lebih kecil itu langsung menangis dengan kuat saat Arin memeluknya. Mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Cantika benar benar merasa tersakiti, kehilangan sosok yang selalu bersamanya, membesarkannya, dia kehilangannya saat itu juga.Dunianya terasa runtuh, bahkan Cantika tidak yakin dirinya bisa bertahan tanpa sosok itu."Hei, udah.... Inget loh, Mama kamu ada di tempat terbaik bersama dengan Tuhan," ucap Arin mencoba untuk menenagkan sahabatn
Gala kembali ke rumah setelah mengantarkan sang Pujaan Hati. Dia terdiam sejenak di ambang pintu, rasanya sangat sepi tanpa kedua orang tua dan juga adik adiknya yang selalu ribut."Hiks... Aku merindukan kalian," ucapnya dengan Satu Tetes air mata yang tidak sempat jatuh; Gala lebih dulu menyukainya. "Tapi... Rasanya tenang sekali, hehehe."BUK!"Astaga naga!" teriak Gala dengan spontan saat sebuah sendal melayang dan mengenai kepalanya, akan membuatnya kini tengah tertunduk di atas lantai.Belum juga memarahi sosok yang membuatnya terjatuh dia terlebih dulu melihat dua orang yang sedang kejar-kejaran. "Kembali ke sini, Alden, kau harus mandi," teriak Mentari sambil membawa ember dan gayung yang berisi air.Di belakang sana ada pelayan yang berusaha mengeringkan lantai supaya tidak ada yang terjatuh. Gala mengerjapkan matanya. "Apa yang terjadi?" tanya Gala pada sang pelayan."Mari saya bantu Anda berdiri, Tuan muda.""Berapa lama mereka seperti itu?""Sejak Tuan Alden pulang ke ruma
Galuh berjalan begitu saja melewati Gala dan gerombolannya, membuat Mentari menghela napas kemudian mengikuti sosok itu."Heh, kau mau kemana?!" teriak Gala pada sang adik."Masuk kelas.""Kenapa bersama dengannya?!""Kami sekelas!""Iya juga," gumam Gala baru mengingat.Yang mana membuat Cantika speechless dengan. Gala, tapi hal itu tidak mengurangi kekaguman Cantika terhadap sosok di depannya itu."Kapten, bisa kami Kembali ke kelas sekarang?""Ya, kembalilah ke kelas kalian, dan belajarlah dengan giat. Sudah sana.”Mereka yang ikut menghadang Galuh adalah pasukan basket, dimana Samuel yang memanggil mereka semua lewat Group Chat atas perintah Gala. Saat semuanya mulai bubar, di sana mulai tertinggal Gala yang masih menggenggam tangan Cantika, bersama dengan Samuel yang masih menatap heran pada pasangan baru itu."Lu ngapain masih di sana?" tanya Gala menyadari keberadaan Samuel."Lu jangan lupa, Gal, ada PR yang belum kelar. Cantika, bilang sama Gala buat berhenti nyontek sama gue
"Mommy dan Daddy akan ke Amerika sebentar, untuk menemani Oma sambil mengurus beberapa hal. Jaga baik baik adikmu ya. Dan jika butuh sesuatu, minta saja pada Samuel.""What the....," ucapan Gala terhenti tatkala dia mendapatkan tatapan tajam dari sang Mommy. "Kenapa Samuel?""Dia temanmu 'kan? Daddy tau dia bisa diandalkan, jadi Daddy memberinya upah untuk menjagamu." Andro bicara sambil memakai jasnya."Eoohh, dia itu lelet, Dad. Lagipula aku bisa sendiri.""Jangan seperti itu," ucap Raya dengan lembut, yang sontak membuat Gala bungkam. Mana bisa dia melawan bidadari kesayangannya. Jadi dia merentangkan tangannya dan memeluk sang Mommy. "Apa ini? nanti parfume Mommy menempel.""Hati hati dijalan ya, Mom. Jangan khawatirkan yang lain, adik adik akan aman bersama denganku."PLETAK! Andro melayangkan jitakan di kepala anaknya, membuat Gala mengaduh sambil melepaskan pelukannya. "Daddy ini kenapa?!""Pamitannya nanti, jangan lebay. Kau ini habis nonton apa semalam?""Film India," gumam G
Kenyataannya, mereka berdua hanya makan saat pulang sekolah saja. Selebihnya Gala kembali mengantarkan Cantika karena dirinya tiba-tiba ditelpon oleh sang pelatih untuk ke sekolah dan melakukan persiapan untuk pertandingan."Maaf ya, aku akan mengajakmu main lagi lain kali.""Jangan khawatir, aku baik baik saja," ucap Cantika yang masih berada di bangku belakang kuda besi tersebut.Sementara Gala tidak bisa menahan kekecewaannya terhadap diri sendiri. "Nanti malam aku akan menghubungimu, mengirimimu pesan. Oke?""Oke," ucap Cantika yang masih sedikit kikuk karena status diantara mereka kini tengah berubah.Yang mana pria yang sedang dia peluk saat ini adalah pacarnya. Astaga, rasanya Cantika ingin mati saja ketika mengingat Gala adalah pacaranya."Dan masalah Laura, jangan biarkan dia menggertakmu oke? Aku akan meminta pengacaraku untuk membereskannya.""Apa yang akan kau lakukan, Gala?" tanya Cantika khawatir."Tidak banyak, hanya membuatnya jera.""Jangan keterlaluan ya, dia bersika
Sesuai perkataannya, Cantika tidak bisa berangkat bersama dengan Gala, dia berangkat bersama sang Kakek dimana dia diajak terlebih dahulu untuk makan bubur di tempat kesukaan kakeknya sebelum mereka pergi ke sekolah."Apa kau menyukai Gala?" tanya sang Kakek tiba tiba."Hmm? Ya, aku menyukainya, Kakek.""Jangan setengah-setengah jika suka, gas terus jika memang benar benar suka padanya," ucap sang Kakek saat Cantika sedang memakan bubur.Membuatnya tersedak dan batuk beberapa kali. Cantika menatap ponselnya, dimana Gala terakhir menghubunginya tadi malam, dimana dia mengatakan akan menagih jawaban sepulang sekolah. Dia juga berkata akan terlambat datang ke sekolah karena ada urusan dengan Daddy nya."Sudah makannya?""Sudah, Kek.""Ayo berangkat, anak cantik harus rajin," ucap sang Kakek membayar makanannya sebelum kembali menaiki motor bebek. "Kakek pulangnya nanti agak malam, sampaikan sama Nenek ya. Kakek harus memilah barang barang untuk di museum.""Iya, Kek.""Lumayan, Pak Praka