Beranda / Rumah Tangga / Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda / Bab 3. Menelan Rasa Sakit Seorang Diri

Share

Bab 3. Menelan Rasa Sakit Seorang Diri

Penulis: Desti Angraeni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-28 20:20:57

Aksi tidak terpuji yang dilakukan Satria tidak berlangsung lama karena akhirnya dia diinterograsi polisi, lalu Haris datang pada malam hari, tepatnya pukul tujuh. Orang pertama yang ditemuinya adalah menantunya yang terlihat tidak baik-baik saja, tubuhnya menggigil ketakutan. “Nak, papa minta maaf mewakili Satria.”

Isabella mengangguk kecil dengan wajah pucat. Lalu, Haris kembali berkata dengan lembut, “Mama akan segera datang. Mama akan menjemput kamu.” Tidak banyak yang bisa dilakukan Haris pada menantunya yang kini duduk di atas kursi dengan keadaan menggigil ketakutan. Lalu, dia menemui Satria yang sedang diamankan polisi. “Apa yang kamu lakukan? Kapan kamu akan berubah!”

Polisi segera menghampiri dan menyuruh mereka membicarakan hal ini secara kekeluargaan. Beberapa lama kemudian, Haris sudah lebih tenang, tetapi tidak dengan hatinya. “Papa mendengar kamu menerobos jalan tol, kamu kebut-kebutan membawa Abel. Di mana otak kamu!” Suaranya terjaga walau membentak.

Satria tidak mengatakan apapun, bahkan raut wajahnya seakan tidak peduli karena ini bukan yang pertama polisi mengamankannya dan juga bukan yang pertama Haris memarahinya.

“Papa tidak ingin terus memarahi kamu, tapi kenapa kamu selalu membuat masalah. Kapan kamu akan berhenti? Apa kamu akan merasa puas setelah papa mati!”

Satria masih tidak menyahut, raut wajahnya masih datar dan tidak peduli. Saat ini Mia datang lalu segera memeluk putranya sesaat. “Abel sudah di dalam mobil. Kamu bisa meninggalkan tempat ini ....”

Haris tidak dapat berkata apapun lagi karena ini adalah kantor polisi, dia tidak bisa membahas prihal masalah keluarganya di sini. Akhirnya Satria dibebaskan setelah melalui beberapa prosedur.

Setibanya di rumah, Mia menemui Satria di teras. “Papa memiliki penyakit asma. Jangan berbuat hal tidak terpuji. Papa seperti itu karena kamu, papa lelah menghadapi kamu yang tidak pernah berubah. Papa juga sedih dan membatin setiap kali setelah memarahi kamu apalagi sampai memukul kamu. Tolong mengertilah ....” Mia menjatuhkan sebutir air mata. “Mama dan papa tidak pernah membenci kamu, apapun yang kamu lakukan dan masalah apapun yang kamu lakukan di belakang kami. Tapi cobalah untuk berubah, tidak masalah walau perlahan ....”

Ini pertama kalinya Mia menangis di depan Satria hingga membuat Satria berlutut di depan ibunya. “Satria minta maaf sudah membuat mama repot dan sedih.” Wajahnya tenggelam di kedua lutut ibunya.

Mia mengusap puncak kepala Satria, belaiannya sangat halus sebagaimana seorang ibu. “Kamu anak satu-satunya yang kami miliki. Kami tidak ingin kehilangan kamu ....”

“Satria minta maaf ....”

Namun, di atas sana Isabella memulihkan dirinya sendiri tanpa belaian lembut ibunya bahkan kedua orangtuanya tidak tahu yang barusaja terjadi padanya. Isabella hanya mampu mengusap tangannya sendiri dan memeluk dirinya sendiri. “Saya sudah menikah, saya harus mandiri. Tapi ... andai hari ini saya belum menikah, pasti papa dan mama ada di sini, memeluk saya, menenangkan saya. Saya sangat takut ....”

Isabella pernah berpikir jika dia akan mati sia-sia, tapi akhirnya polisi menghentikan motor yang dilajukan Satria, tetapi itu tidak memperbaiki semua ketakutan yang ada di kepalanya bahkan hingga detik ini tubunya masih mengigigil ketakutan.

Ketukan pintu halus terdengar, jadi Isabella bangkit dari duduknya dan membuka pintu pelahan. “Selamat malam, pa ...,” sapanya dengan senyuman walaupun saat ini ekspresi seperti ini sangat sulit dilakukan.

“Bagaimana keadaan kamu, Nak?” Suara lembut Haris begitupun dengan tatapannya.

“Abel baik-baik saja. Papa bagaimana, apa obatnya masih ada? Abel akan memeriksa keadaan papa.” Alih-alih mengutamakan dirinya, justru Isabella mengkhawatirkan keadaan Haris, dia bertindak sebagaimana seorang perawat saat melihat seseorang membutuhkan jasanya.

“Papa baik-baik saja, mama sudah merawat papa,” kekeh Haris yang masih berdiri di depan pintu.

“Syukurlah ..., tapi papa tidak perlu sungkan saat membutuhkan bantuan Abel.” Tawaran tulus Isabella sebagaimana seorang perawat, apalagi sekarang dia adalah menantu Haris.

“Terimakasih. Papa akan banyak mengeluhkan tubuh papa saat merasa tidak sehat.” Tawa renyah Haris hingga matanya menghilang. Maka, Isabella tertawa kecil. “Papa ingin bicara. Apa papa menganggu?”

“Tidak pa. Silakan masuk.” Isabella membuka pintu selebar mungkin.

“Tidak di sini, Nak. Kita bicara di sopa saja, di ruang tengah,” kekeh Haris yang kini cukup canggung saat memasuki kamar putranya, tidak seperti saat Satria masih lajang.

Jadi, kini Haris dan Isabella duduk berhadapan di ruang tengah. “Papa tidak akan berhenti meminta maaf mewakilkan Satria.”

“Tidak apa-apa, papa tidak perlu minta maaf.” Isabella tidak akan menuntut maaaf dari Haris walaupun putra pria itu pernah membuatnya hingga mengigigil ketakutan dan pernah mengancam keselamatannya.

“Bagaimana keadaan kamu sekarang?” Haris sangat mengkhawatirkan menantunya hingga pertanyaan ini diulangi.

“Abel baik-baik saja.” Ada dusta di dalam jawabannya, tetapi menurut Isabella inilah yang terbaik.

“Papa menyayangi kamu sebagaimana menyayangi Satria. Jadi papa juga mengkhawatirkan Abel dan mungkin lebih dari pada yang Abel pikirkan.”

Isabella tersenyum ramah menanggapi ucapan Haris. Lalu, pria itu melanjutkan, “Tapi papa minta jangan pernah mengadu pada orangtua Abel tentang sikap Satria. Papa selalu mencoba menasihati Satria, papa tidak akan menyerah dan papa berjanji akhirnya Satria akan menjadi suami yang baik untuk Abel.”

Isabella merasa keberatan mendengar permintaan Haris, tetapi tanpa Haris minta dia sudah melakukannya, dia tidak pernah mengadu bahkan hingga detik ini orangtua tidak tahu apapun. Isabella mengerti posisinya sebagai menantu dan sebagai seorang istri yang juga diwajibkan untuk menjaga nama baik keluarga suaminya, salah satu caranya adalah menutup aib keluarga suaminya walaupun keadaan membuatnya dirugikan dan membuatnya merasa menelan sendiri rasa sakitnya.

“Iya, pa,” jawaban ini dibumbui rasa sakit yang tidak dapat dijelaskan.

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 150. Ending

    Hari demi hari berganti, ucapan Satria bukan hanya bualan karena dia membuktikannya lewat sikap yang tulus walaupun Haris tidak melihatnya secara langsung karena pasangan suami dan istri ini tinggal terpisah dengan pria itu.Setiap malam, Satria menemani Isabella menyusui Attar, dia juga sering membantu mengganti popok atau pakaian basah Attar.Satria melakukannya diiringi senyuman lembut, tutur kata senada, serta belaian penuh kasih sayang pada Attar dan Isabella.Kini, usia Attar sudah dua minggu. “Nanti kita adakan acara potong rambut sama aqiqah. Saya sudah coba bicara sama Mama, tapi belum secara langsung,” ucap lembut Satria pada Isabella.Namun, bagaimanapun sikap Satria, nyatanya Isabella tetap bersikap datar. “Iya.”“Saya sudah menabung, semoga cukup buat acara besar.” Kini Satria terkekeh. Kemudian menyodorkan uang belanja sekalian uang susu dan pempers pada Isabella. “Kalau uangnya nggak sampai minggu depan, jangan sungkan minta lagi ya, Sayang.” Tatapannya sangat lembut.“

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 149. Satria Berjanji Akan Menjadi Suami Sekaligus Ayah

    Ini adalah malam pertama Isabella dan Satria tidur bersama bayi mereka. Bayi merah itu terlentang di tengah-tengah pasangan suami istri ini. Tidak henti Satria menatapnya diiringi senyuman.Isabella menyadarinya, tetapi dia masih bersikap dingin dan datar. “Saya akan tidur, lagian Attar tidur. Ini kesempatan saya untuk ikut tidur.”“Ya, Sayang. Kamu tidur saja, biar nanti aku yang menjaga Attar.”Isabella tidak pernah meminta, tetapi tidak mungkin menolak perhatian Satria pada bayi mereka.Jadi saat Attar menangis tengah malam, Satria yang menjaga dan mengasuh. Dia juga menghangatkan asi yang sudah tersedia di dalam botol. Tidak lupa menyuruh Isabella kembali tidur setelah sempat terbangun karena tangisan Attar.Hingga saat pagi hari Satria terlambat bangun, tetapi Isabella membiarkan suaminya tanpa peduli aktivitas apa yang menanti Satria.Satria tersentak saat melihat jam dinding. “Hah, serius sudah jam sembilan!”“Ya,” jawab datar Isabella.“Harusnya saya kuliah pagi. Sekarang saya

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 148. Attar Amir Aqil

    Suana hening sangat lama, hingga Satria kembali bicara. “Apa kamu tetap akan melanjutkan perceraian, apa kamu akan mengubah keputusan kamu?”Isabella menjawab santun, “Saya yang harus menanyakan itu pada kamu.”“Kalau saya tetap melanjutkan?”“Saya juga ....” Hati Isabella seakan sudah kebal pada rasa sakit. Bahkan yang ini. “Kalau kamu memilih berpisah, sebelumnya kamu harus beri nama anak kita.” Ini adalah permintaan sederhana Isabella, tetapi diwajibkan pada Satria.Satria memandangi Isabella karena tatapan istrinya seolah tanpa keraguan walaupun mereka bercerai.Satria kembali menunduk, tetapi tidak melepaskan tangan Isabella. Lalu berkata lirih, “Naura pergi. Dia mencampakan saya. Apalagi yang harus saya lakukan karena andai berpisah sama kamu, saya tidak yakin Naura akan bersama saya ....”Isabella menjawab datar, “Itu urusan kamu. Jangan menjadikan saya cadangan karena kamu gagal mendapatkan Naura!”Satria kembali memandangi wajah Isabella. Kini, dalam tatapan Isabella terdapat

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 147. Hasil Test DNA

    Satria masuk ke kamar rawat, jadi dia bertemu dengan orangtuanya dan orangtua Isabella yang sedang berkumpul.Semua orang menyambut kedatangan Satria dengan hangat, termasuk Isabella. Mia segera menggiring putranya menuju tempat mereka duduk berkumpul. “Alhamdulillah kamu sudah datang ....” Senyumannya menunjukan kebahagiaan, tetapi hatinya sangat kesal pada Satria setelah mengetahui sikap buruknya pada Isabella dan bayi mereka yang belum diberi nama.Tanpa persetujuan Isabella, Mia segera meraih amplop cokelat yang berisi laporan hasil test DNA hingga gadis ini terkejut.Namun, ternyata Mia menyampaikannya sangat bijak di hadapan suaminya, anaknya dan kedua mertuanya. “Ini hasil test DNA anak kalian. Dokter yang memberikannya karena Isabella seorang perawat walaupun bukan di rumah sakit ini, jadi Abel memiliki hak istimewa, yaitu mendapatkan test DNA tanpa perlu meminta.”Mia

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 146. Hari ini Saya Akan Menceraikan Abel!

    Isabella hanya menatap sendu pada langit-langit. “Bukan perpisahan yang Abel mau karena sebelum itu Satria harus tahu jika selama ini saya mengandung anaknya ....”Pun, hatinya semakin lebur saat memikirkan bayi mereka. “Sabar ya, Sayang ... pasti akhirnya Papa kamu akan menerima kamu ....”Bayi mungil itu berada di dalam box yang sangat hangat, wajahnya sangat polos dan murni.Namun, ternyata hari ini Satria tidak datang ke rumah sakit dan dia juga tidak terlihat di rumah. Maka Haris sangat murka.Saat ini, hanya Mia yang menemai Isabella hingga ketukan pintu memecah keheningan dan membuat wanita ini bersemangat. “Pasti itu Satria! Mama buka dulu ya, pintunya.” Mia segera meletakan pisau di atas piring saat buah yang dikupasnya belum selesai.Isabella hanya memandangi punggung Mia yang semakin mendekati pintu, tetapi dia tidak yakin itu Satria. “Kalau itu Satria, harusnya tidak usah mengetuk pintu.”Mia tersenyum bahagia saat membukakan pintu, tetapi senyumannya perlahan redup karena

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 145. Tinggalkan Satria!

    Satria berjuang demi menghentikan kepergian Naura, tapi sudah terlambat karena Naura sudah berjalan hendak masuk ke dalam pesawat. Namun, Satria juga melihat Devan yang berjalan di belalang Naura. Devan sempat melirik dan menyadari kehadiran Satria, tetapi dia memilih abai dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat ini kepala Satria dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Naura bersama Devan?" Sekaligus, dia harus rela saat hatinya sakit dan hancur karena harus menyaksikan kepergian Naura. "Nay ...." Rintih Satria. Naura menoleh karena panggilan lemah Satria membuat dadanya berdebar, tetapi sayangnya keberadaan Satria terhalangi oleh lalu lalang. Naura menundukan wajahnya sangat sendu. "Pasti cuma perasaan karena tidak mungkin Satria mencegah saya pergi ...."Maka, akhirnya Naura terbang keluar negeri meninggalkan semua kenangannya bersama Satria. Pun, Satria harus menyaksikan hari-harinya dengan Naura berakhir dan mungkin tidak akan pernah terulang.Satria termenung cukup lama di bandara ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status