Jared berkata sambil menunjukkan tatapan penuh pujian.Raka menoleh dengan kaget. Dia tak menyangka Niro yang masih begitu muda sudah berpangkat mayor jenderal. Saat ini, Niro sudah keluar dari kursinya, berdiri dengan penuh kesabaran menunggu seseorang.Ketika Raka mengikuti arah pandangannya, dia melihat Brielle berjalan mendekat dari balik cahaya lampu.Piala milik Brielle memang dititipkan pada Niro. Dia bertanya, "Kamu datang naik helikopter?""Ya.""Kalau begitu, biar aku antar pulang. Soalnya sekarang agak susah cari taksi," kata Brielle.Niro tersenyum dengan mata yang berbinar-binar. "Ini sebuah kehormatan."Di sisi tiang besar, Brielle melihat Raka dan Devina. Malam ini Devina hanya mengenakan gaun tipis, tubuhnya menggigil diterpa angin dingin enam derajat.Raka melepaskan jasnya dan menyodorkannya. Devina menerimanya, lalu menyampirkan di bahu. Senyuman manis terukir di wajahnya. Saat Raka lebih dulu beranjak, ekor matanya sekilas melirik ke arah Brielle. Dari kejauhan, Bri
Cherlina tak tahan mendekat ke arah Faye. "Faye, kamu tahu siapa dia?"Faye menatap sosok Niro, lalu menggeleng. "Nggak tahu.""Sepertinya dia cukup dekat dengan Brielle." Cherlina masih penasaran setengah mati, jadi dia memohon, "Coba deh kamu tanya ke kakakmu! Siapa tahu dia kenal."Faye sendiri juga penasaran. Dia mengambil ponselnya, lalu mengirim pesan ke Devina.[ Kak, kamu kenal pria berseragam militer itu nggak? Sepertinya dia lumayan akrab dengan Brielle. ]Devina melirik layar ponselnya dengan santai. Namun, begitu matanya melihat pesan itu, dia spontan menoleh ke arah Niro. Meskipun hanya duduk, posturnya tetap tegap dan wajahnya memancarkan wibawa militer.Devina menyipitkan mata, lalu membalas pesan.[ Aku pernah lihat dia di jamuan makan di rumah Bu Agnes. Sepertinya anak dari keluarga militer. ]Tak lama kemudian, dia menambahkan lagi.[ Kamu tertarik sama dia? ]Faye membaca balasan itu, lalu menyerahkan ponselnya ke Cherlina.Cherlina menerima. Begitu melihat kata-kata
Brielle sempat tertegun, lalu mengangguk sambil tersenyum. "Baiklah."Rapat resmi dimulai. Pembawa acara mengumumkan agenda, sementara Brielle dengan fokus mempelajari naskah pidatonya.Tak lama kemudian, tibalah gilirannya naik ke panggung. Dia menarik napas pelan. Dengan pengalaman berbicara di berbagai kesempatan, langkahnya sangat tenang saat naik ke podium.Lampu sorot terpusat padanya. Brielle mengangkat kepala, senyumannya lembut. Benar-benar cantik, anggun, dan berwibawa.Di bawah panggung, jantung Niro berdegup kencang. Dia menatap gadis di atas panggung itu, lalu mengangkat ponselnya untuk mengabadikan momen indah tersebut.Suara Brielle lantang dan jelas. "Rekan-rekan semua, hari ini saya akan membagikan hasil penelitian terbaru tentang penggunaan sel T yang diedit secara genetik dalam pengobatan leukemia ...."Dia menjelaskan dengan runtut dari data eksperimen, terobosan teknis, serta prospek aplikasinya di masa depan. Sesekali terdengar seruan takjub dan tepuk tangan dari
Saat itu, ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk. Dia meraih dan melihatnya sekilas.[ Aku sudah pulang. ]Pesan dari Niro.Brielle tersenyum tipis, lalu membalas.[ Cuti tahunanmu berapa lama? ][ Setengah bulan. Kamu di mana? ][ Malam ini aku ada pidato di pusat konferensi internasional. ][ Aku ke sana sekarang. Masih sempat, 'kan? ][ Sekarang lagi macet banget. ][ Nggak masalah, di atap ada landasan helikopter. ]Brielle tertegun.[ Kamu benaran mau datang? ][ Ya. ]Jawaban singkat Niro yang lugas benar-benar mencerminkan sosoknya sebagai tentara. Singkat, padat, tegas. Sudah pasti tindakannya juga sangat lugas.Brielle berkedip, tidak tahu harus membalas apa untuk sesaat. Akhirnya, barisan mobil yang padat mulai bergerak. Ada jalan terbagi di depan, jadi Brielle berhasil masuk ke area parkir bawah tanah pusat konferensi internasional.Gedung ini penuh cahaya gemerlap. Brielle mengambil kartu tamu di meja registrasi. Baru saja dia berbalik, suara riuh terdengar dari bela
Apalagi sosok ayahnya yang berdiri di podium penghargaan, itu juga membuat Brielle sangat kagum.Kemudian, di usia 18 tahun, dia bertemu Raka. Di usia 19 tahun, dia merawat Raka. Di usia 20 tahun, Raka menikahinya, lalu dia menjadi seorang yang sehari-hari pikirannya selalu tertuju pada Raka.Tatapan sekilas Raka yang terkesan sembarangan bahkan bisa membuatnya tersenyum bodoh seharian. Dia menutup pintu rasa ingin tahunya terhadap ilmu, malah sibuk menafsirkan setiap pandangan yang menunjukkan cinta Raka padanya.Adam bahkan pernah menasihatinya dengan serius, "Brie, jangan biarkan siapa pun mematahkan sayapmu." Namun, dia tidak pernah benar-benar mendengarkan.Kini, setelah kembali fokus pada kariernya sendiri, Brielle merasa hidupnya sangat luas dan terbuka.Madeline melaporkan perkembangan risetnya kepada Raka. Di akhir, dia tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Brielle membawa Anya ke sini.""Profesor Madeline, aku sedang dalam perjalanan dinas." Raka tersenyum.Madeline sedikit
Meira hanya menemani sekitar satu jam, lalu dia pun pergi.Sore harinya, kondisi Anya mulai stabil, bahkan semangatnya sudah kembali normal. Besok pagi dia sudah bisa keluar dari rumah sakit."Malam ini biar aku yang temani Anya, kamu pulang saja untuk istirahat." Raka menatap wajah pucat Brielle."Nggak perlu, aku bisa menjaganya." Brielle menolak perhatian Raka."Tapi wajahmu ...." Raka mengernyit.Brielle menegakkan kepala, ekspresinya tampak dingin dan datar. "Bukan urusanmu."Bagi Brielle, pria ini bahkan tidak lagi punya kualifikasi untuk mengkhawatirkannya.Raka terdiam, tak berkata apa pun.Malam itu, Brielle menemani putrinya tidur. Pagi ketika bangun, Lastri memberitahunya bahwa Raka sudah pergi dini hari tadi.Setelah urusan administrasi keluar rumah sakit selesai, Syahira datang menjemput mereka dengan mobil.Di rumah, setelah istirahat dua hari, Anya sudah bisa meloncat-loncat riang dan kembali ke sekolah.Dalam beberapa hari itu, Brielle juga terus menerima data eksperime