Share

Bab 3

Penulis: Ayesha
Keesokan paginya, Brielle sudah berdandan rapi. Dia membawa gaun kecil favorit putrinya dan menunggu Anya terbangun dari tidur.

Begitu membuka mata, Anya langsung melihat wajah ibunya yang lembut dan tersenyum. Dia sedikit canggung, lalu membalikkan badan dan meringkuk seperti anak kucing.

"Anya, mau nggak pakai gaun kecil yang cantik ini?" tanya Brielle sambil tersenyum.

Anya membalikkan badan, matanya berbinar saat melihat gaun pink bergaya putri kecil yang cantik. Dia mengangguk pelan. "Mau!"

Brielle pun mendandani Anya dengan teliti, lalu menggendongnya turun ke bawah. Raka sudah menunggu di sofa ruang tamu. Dia memang selalu punya kebiasaan mengantar Anya ke sekolah setiap pagi sebelum berangkat ke kantor.

"Papa, aku cantik nggak?" tanya Anya ceria sambil berputar satu kali di hadapan ayahnya.

Raka menatapnya dengan penuh kasih dan tanpa ragu memuji, "Cantik sekali."

Raka menggendong Anya, sementara Brielle mengambil tas sekolah dari Lastri dan ikut berjalan keluar rumah. Sekolah Anya terletak sangat dekat, hanya di luar kompleks perumahan. Itu adalah taman kanak-kanak swasta termahal di Kota Amadeus.

Sesampainya di depan gerbang, Anya turun dari mobil. Brielle menyiapkan tas di punggung kecil itu sambil berkata, "Nanti sore Mama jemput lebih awal, ya. Kita bikin kue sama-sama, gimana?"

Anya mengangguk penuh semangat. Dia menyapa kepala sekolah dan guru-gurunya, lalu masuk ke sekolah dengan riang.

Brielle menatap punggung mungil putrinya yang berjalan masuk dengan lembut. Setelah itu, dia berbalik menatap pria yang berada di dalam mobil. Tatapan mereka bertemu.

Arka masih tetap menawan seperti biasanya. Hanya saja, tatapannya terhadap Brielle selalu menyiratkan hawa dingin.

"Aku jalan kaki pulang saja. Kamu langsung ke kantor," ujar Brielle sambil berjalan ke sisi jendela kemudi.

Mendengarnya, Raka mengatupkan bibir tanpa menjawab. Jari-jarinya yang panjang dan ramping memutar setir dengan anggun. Mobil Rolls-Royce hitam itu pun perlahan melaju dan meninggalkan tempat parkir.

Brielle berdiri diam menatap mobil itu menjauh. Sudah bertahun-tahun menikah dengannya, tetapi sampai hari ini, Brielle masih belum benar-benar mengenalnya.

Meskipun tahu bahwa Raka hanya membalas budi padanya selama bertahun-tahun ini dan tidak pernah mencintainya, Brielle terus saja menunggunya dengan bodohnya.

Menunggu pria itu mencintainya. Dan penantian itu ... sudah berlangsung selama enam tahun.

Sekarang, Brielle tidak lagi menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyalahkan dirinya sendiri karena telah memilih orang yang salah dan dia menerima semua akibatnya.

Brielle berjalan kaki pulang ke rumah. Sesampainya di sana, Lastri segera menyambut dan bertanya, "Nyonya mau sarapan apa?"

"Rebuskan dua butir telur dan setengah jagung untukku," jawab Brielle.

Lastri sempat tertegun, lalu segera pergi ke dapur untuk menyiapkannya. Entah mengapa, dia merasa ada yang berbeda pada tatapan mata Brielle hari ini.

Tatapan itu terlihat lebih dingin dari biasanya. Anehnya, semalam juga tidak terdengar suara pertengkaran sedikit pun antara Brielle dan Raka.

Padahal, biasanya kalau Raka sudah beberapa minggu tidak pulang, wajah Brielle pasti langsung muram. Apalagi kali ini, putrinya baru saja dirawat di rumah sakit dan menjalani pencucian paru-paru. Hal sebesar itu pun tidak pernah diungkit oleh Brielle.

Di dalam ruang kerjan lantai tiga, Brielle sedang tenggelam dalam pikirannya.

Dalam waktu satu bulan ke depan, dia akan berdiri di atas panggung forum medis bergengsi di Negara Madagasa sebagai lulusan terbaik dan membawakan pidato ilmiah yang mengundang decak kagum. Seratus lebih perusahaan farmasi top dunia sudah menunjukkan minat mereka.

Begitu Brielle menyetujuinya, dia bisa langsung bergabung ke laboratorium mana pun yang diinginkannya dan menerima investasi hingga miliaran dolar.

Namun, semua pencapaian gemilang itu tidak pernah dia ucapkan pada siapa pun. Di mata orang luar, dirinya hanyalah ibu rumah tangga yang terkurung di rumah, tanpa kemampuan ataupun prestasi.

Sementara suaminya, Raka, sudah menjadi penasihat investasi papan atas di Wall Street di usia 18 tahun. Di usia 23 tahun, dia mengambil alih perusahaan dan menjadi legenda di dunia perbankan investasi. Hanya dalam empat tahun, dia meroket menjadi orang terkaya nomor satu di negeri ini.

Saat itu juga, ponsel Brielle bergetar. Pesan dari sahabat lamanya yang berprofesi sebagai pengacara, Syahira, masuk.

[ Brielle, siang ini aku lagi ada jamuan dengan klien. Tebak aku ketemu siapa? ]

Tak lama kemudian, tiga foto dikirim bersamaan.

Di dalam foto, Raka duduk di ruang VIP sebuah restoran, sedang menjamu tamu asing. Di sampingnya duduk Devina yang tampak memesona dengan gaun bergaya oriental.

Di foto ketiga, Devina tampak tertawa dan mengobrol dengan gaya yang manja. Ekspresinya menawan dan memikat. Sementara Raka menundukkan pandangannya ke arah wanita itu, sorot matanya begitu lembut. Mereka terlihat bagaikan pasangan sempurna.

Syahira mengirimkan pesan untuk menghiburnya.

[ Brie, jangan terlalu dipikirin ya. Jangan sampai kamu syok! ]

[ Brielle: Nggak akan! ]

Bagi Raka, Brielle bukanlah sosok istri yang bisa dia banggakan di depan umum. Namun, selingkuhannya jelas adalah kebanggaan yang layak dipamerkan.

Seorang pianis kelas dunia, bintang kesayangan dunia fashion, dan wajah ikonik merek perhiasan mewah. Wajahnya yang penuh pesona dan citranya yang elegan ... semuanya adalah kebanggaan tersendiri bagi Raka.

Pukul tiga lewat tiga puluh, Brielle sudah mengemudikan mobilnya menuju sekolah Anya, berniat menjemput putrinya lebih awal.

Menjelang pukul empat, sebuah Ferrari merah meluncur dan berhenti tepat di seberang. Tangan Brielle yang memegang setir langsung menggenggam kuat. Itu Devina. Dia juga datang.

Dari kaca, Devina sedang merapikan riasannya. Jelas-jelas dia sengaja datang lebih awal untuk menunggu Raka menjemput Anya.

Seorang wanita yang mampu merebut hati Raka, jelas bukan perempuan sembarangan. Dia pasti penuh strategi dan sangat lihai memainkan peran.

Selama dua tahun ini, Brielle selalu menahan diri. Dia tidak pernah muncul di hadapan Devina dan tidak pernah berdebat langsung. Dia pikir, dengan menjaga batas dan tidak membuat keributan, Raka akan kembali pada keluarga.

Namun kenyataannya, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka malah semakin terang-terangan. Kali ini, Brielle tidak akan lagi menjadi pengecut yang bersembunyi. Dia membuka pintu mobil dan melangkah keluar lebih dulu, tatapannya dingin mengarah ke mobil Devina.

Devina sempat tertegun melihat Brielle dari seberang. Ternyata bukan Raka yang menjemput Anya hari ini?

Saat pandangan Brielle menatap langsung ke mobilnya, Devina malah tersenyum penuh percaya diri. Dia membuka pintu mobil dan melangkah keluar dengan anggun, lalu berjalan mendekati Brielle.

Brielle mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia menatap wajah wanita itu dengan jijik.

Devina tersenyum tipis, "Halo, Bu Brielle. Kurasa kamu sudah tahu siapa aku. Tapi, izinkan aku perkenalkan diri secara resmi. Namaku Devina. Teman ... dekatnya Raka."

"Aku nggak peduli siapa kamu, menjauhlah dari putriku." Brielle melemparkan tatapan penuh peringatan padanya.

Devina menatapnya, lalu tiba-tiba tersenyum. "Brielle, kamu pikir karena aku suka suamimu, itu artinya aku wanita jahat?"

Brielle tidak ingin meladeninya.

Devina terkekeh. "Kalau begitu, gimana kalau aku bilang, pria yang kusukai malah direbut wanita lain dan dijadikan suami? Bukankah kamu juga sama menyebalkannya?"

"Sepertinya kamu orang pertama yang bisa ngomong setidak tahu malu itu dengan lantang," kritik Brielle tanpa segan-segan.

Devina mengangkat tangan, ujung jarinya menyentuh lembut kalung di lehernya. Pandangan Brielle refleks ikut tertuju ke sana. Leher jenjang itu dihiasi seuntai kalung safir biru yang mencolok.

Tanpa perlu disebutkan sekalipun, Brielle sudah bisa menebak itu pasti hadiah dari Raka. Apalagi dalam dua minggu terakhir, Raka memang terus bersama wanita itu.

Saat gerbang sekolah mulai terbuka, Brielle segera melangkah cepat menuju arah pintu masuk.

Sementara di belakang, Devina menyunggingkan senyuman saat menatap punggung Brielle yang menjauh. Sorot matanya memancarkan tatapan yang tidak acuh.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
sukardi
bisa jadi penulisnya pelakor juga yaa
goodnovel comment avatar
Jihan Dwi Annisa
pelakor semakin berjaya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 566

    "Nek, jangan alihkan topik. Pokoknya soal rujuk, aku orang pertama yang nggak setuju." Raline mengangkat tangan tinggi-tinggi.Emily mendengus. "Memangnya perlu persetujuanmu? Ini urusan kakakmu dan Brielle.""Itu makin nggak mungkin. Kakak nggak pernah menjilat ludah sendiri. Dia nggak cinta Brielle. Masa kalian semua nggak bisa lihat?" Raline mencoba menyadarkan neneknya."Sudahlah, baru pulang kok langsung bikin nenekmu kesal? Pergi mandi sana. Seluruh badanmu bau parfum." Meira kurang suka dengan bau parfum campuran di tubuh putrinya.Raline menjulurkan lidah. "Aku bilang yang sebenarnya. Kakak akhir-akhir ini sering kencan sama Kak Devina di Negara Danmark. Kalian malah suruh dia pulang buat rujuk. Mana mungkin!""Kamu yakin kakakmu dan Devina benar-benar kencan?" Emily langsung menoleh dan bertanya."Tentu saja, Kak Devina sendiri yang bilang ke aku. Mana mungkin bohong." Raline berkata dengan penuh percaya diri.Meira memberi isyarat dengan mata kepada putrinya, agar jangan teru

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 565

    "Di perjalanan, Anya meletakkan pialanya di samping dan kembali bermain dengan mainannya. Brielle menoleh ke belakang dan melihat putrinya sama sekali tidak terlalu menggantungkan diri pada rasa bangga itu. Dia malah merasa sedikit lega, anak-anak seharusnya tetap memiliki sifat polos dan alami mereka.Kediaman Keluarga Pramudita.Baru saja selesai menonton siaran langsung, Meira dan Emily sangat gembira. Melihat Anya yang masih kecil bisa tampil tenang dan stabil di panggung, mereka merasa bangga luar biasa."Kenapa Devina juga ada di sana? Kenapa Raka mengundang dia untuk jadi juri?" tanya Emily dengan nada penuh keluhan.Meira juga bingung. Dia pikir Devina masih ada di Negara Danmark! Terakhir kali, putrinya juga bilang kalau Devina sedang berada di sana. Jadi, apakah benar Raka sengaja memanggil Devina pulang hanya demi menjadi juri lomba cucunya?"Aku juga nggak tahu. Tapi Anya tampil bagus sekali. Nanti mungkin saja ...."Namun ucapan Meira belum selesai, langsung dipotong oleh

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 564

    "Terima kasih, Vivian." Anya menerima bunga itu dengan senang hati. Dua gadis kecil itu bahkan saling berpelukan dengan gembira."Anya tampil sangat hebat malam ini," puji Lambert. "Paman bangga padamu.""Terima kasih, Paman Lambert," jawab Anya sopan.Brielle juga mengangguk pada Lambert dengan penuh syukur. "Terima kasih atas bunganya."Tatapan Lambert melembut saat melihat Brielle. "Nggak perlu berterima kasih, itu sudah seharusnya." Lalu, dengan nada yang penuh makna, dia menambahkan, "Di mataku, Anya dan Vivian seperti anak-anakku sendiri."Brielle belum sempat menjawab ketika suara laki-laki yang rendah dan dalam terdengar dari belakang。 "Lambert, kapan kamu pulang?"Brielle menoleh. Raka berdiri di sana, jelas mendengar kalimat Lambert barusan.Lambert tersenyum kecil. "Minggu lalu."Saat itu, suara ketukan sepatu hak tinggi terdengar nyaring melangkah mendekat. Dalam balutan gaun putih elegan, Devina berjalan dengan wangi parfum khasnya, aroma yang dulu pernah Brielle cium di p

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 563

    Seiring musik pengiring mengalun, jari-jari kecil Anya menari lincah di atas tuts hitam-putih. Alunan nada mengalir mulus dan merdu memenuhi seluruh aula.Brielle diam-diam mengikuti ritme dan menghitung ketukan putrinya. Dia mendapati bahwa kali ini Anya bermain sangat stabil. Malah Brielle sendiri yang tegang hingga telapak tangannya sedikit berkeringat.Di meja juri, Devina sedikit memiringkan kepala, tatapannya jatuh pada Anya. Di layar besar, muncul wajah Devina yang menatap lembut ke arah gadis kecil itu.Anya tampil stabil hingga akhir. Begitu lagu selesai, aula langsung dipenuhi tepuk tangan meriah. Anya membungkuk manis ke arah para juri, dengan senyum percaya diri menghiasi wajah mungilnya.Pembawa acara berjongkok sambil tersenyum. "Terima kasih kepada Anya atas penampilan yang luar biasa. Selanjutnya, silakan para juri memberikan komentar dan skor."Para juri satu per satu memberikan nilai sangat tinggi. Ketika giliran Devina, dia menerima mikrofon dan berkata lembut, "Perm

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 562

    Melihat Raka sengaja menahannya hanya untuk mengatakan hal itu, Brielle merapikan berkas lalu bersiap pergi. Raka menatap sosoknya yang keluar dari ruangan. Mengingat Anya akan naik panggung untuk tampil, mata Raka memancarkan sedikit rasa bangga sebagai seorang ayah.....Besok adalah hari Sabtu, hari di mana Anya akan tampil untuk kompetisi. Demi itu, Brielle sengaja mencari tahu daftar para juri. Dari daftar yang diberikan stasiun TV, dia tidak melihat nama Devina, dan hal itu membuat Brielle sedikit mengembuskan napas lega.Dia tidak ingin putrinya kembali berhubungan dengan wanita itu. Sekalipun dia bisa memberi tahu putrinya bahwa Devina adalah orang ketiga dalam hubungan ayahnya, hal itu tetap tidak akan mengubah apa pun.Malam harinya, Brielle kembali memberikan sedikit persiapan mental untuk putrinya. Melihat Anya yang wajahnya penuh antusias, sama sekali tidak tampak gugup atau takut panggung, Brielle pun ikut merasa lega.Sabtu pagi.Di belakang panggung studio TV, sudah dat

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 561

    Senyum di sudut bibir Brielle mendadak membeku selama beberapa detik."Papa pasti juga sangat ingin melihat aku tampil. Mama, ayo kita cepat pulang buat latihan piano!" Anya menarik tangan ibunya menuju mobil.....Setibanya di rumah, Anya mencuci tangan, makan sedikit buah, lalu langsung duduk di depan piano untuk berlatih. Brielle menemani di sampingnya, memberikan arahan. Ini adalah pertama kalinya putrinya tampil di televisi. Tidak peduli dapat juara atau tidak, berani naik panggung saja sudah luar biasa.Brielle menatap wajah kecil Anya yang fokus memainkan piano, hatinya campur aduk antara merasa bangga dan juga sentimental.Setelah menyelesaikan satu lagu, Anya mengangkat kepala dan bertanya penuh harapan, "Mama, aku mainnya bagus nggak?""Bagus sekali." Brielle mengusap lembut kepala putrinya. "Kalau kita lebih banyak latihan, nanti saat tampil kamu bisa bermain lebih baik.""Ya!" Anya mengangguk penuh semangat, lalu melanjutkan latihan.Hari-hari berikutnya, Anya berlatih deng

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status