Share

Bab 4

Author: Ayesha
Brielle menjadi orang pertama yang tiba di kelas untuk menjemput putrinya. Dia datang dengan penampilan yang sangat rapi dan anggun, membuat Anya merasa bangga.

Anya keluar dari kelas dengan ceria sambil mengangkat tas kecilnya, lalu berkata dengan suara nyaring kepada teman-temannya, "Ini Mamaku!"

Brielle langsung membungkuk dan memeluk putrinya. "Anya hari ini hebat sekali," ujarnya sambil tersenyum hangat.

Sesampainya di rumah, Anya sudah lebih dulu meminta Lastri menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue dan biskuit.

Dengan semangat penuh, Anya mengikuti Brielle ke dapur, memperhatikan dengan saksama saat ibunya mulai menyiapkan adonan kue. Brielle memasukkan biskuit yang sudah dia siapkan sebelumnya ke dalam oven. Aroma manis dari almond panggang, memenuhi ruang tamu perlahan-lahan dan membuat orang yang menciumnya langsung merasa lapar.

Anya bertepuk tangan kegirangan. "Aku mau makan biskuit!"

"Sebentar lagi matang," jawab Brielle sambil tersenyum.

Setelah itu, dia sengaja mengoleskan sedikit tepung ke pipinya sendiri.

Anya segera menyadarinya. Namun alih-alih langsung memberi tahu, dia diam-diam lari mengambil tisu. Setelah kembali, dia menarik lengan baju ibunya dan berkata, "Mama, di wajah Mama ada tepung. Biar aku bersihin, ya."

Brielle berpura-pura terkejut. "Oh ya?"

Dia membungkuk dan membiarkan Anya mengelap wajahnya dengan hati-hati. Melihat anaknya yang begitu teliti dan serius, mata Brielle memerah. Dia tahu, putrinya adalah anak yang sangat baik.

Setelah selesai, Anya memandangnya dengan penuh kebanggaan dan bertanya, "Mama, aku hebat nggak?"

"Hebat sekali," jawab Brielle sambil tersenyum tulus.

Brielle menggunakan bahan terbaik untuk membuatkan kue untuk putrinya. Semua bahan dikontrol dengan cermat, terutama kandungan gula sehingga lebih sehat dan bersih dibandingkan kue-kue dari luar.

Tak butuh waktu lama, sebuah kue kecil yang cantik pun siap disajikan. Waktu menunjukkan pukul 06.30 sore. Anya melihat ke luar jendela, langit mulai gelap. Dia memanyunkan bibir dan berkata pelan, "Kenapa Papa belum pulang?"

Brielle sebenarnya sudah menduga Raka tidak akan pulang malam ini. Brielle terang-terangan menyatakan perang dengan Devina di depan sekolah hari ini. Raka kemungkinan besar sedang bersama wanita itu saat ini.

Tiba-tiba, telepon rumah berdering. Lastri segera mengangkatnya, "Halo?"

"Baik! Nanti saya sampaikan ke Nyonya," ujar Lastri sebelum menutup telepon. Dia lalu menoleh ke Brielle, "Nyonya, Tuan bilang nggak makan malam di rumah. Katanya sedang ada jamuan."

Brielle mengangguk pelan. "Kalau begitu, malam ini kita siapkan makan malam untuk bertiga saja."

Mulai malam ini, dia tidak akan membiarkan siapa pun merusak suasana hati baiknya dan putrinya.

Setelah makan malam, Brielle menemani Anya bermain bola di halaman rumput depan rumah. Dia sengaja berpura-pura terjatuh. Anya langsung berlari panik ke arahnya. Brielle berpura-pura pincang, dan dari sorot mata Anya yang besar dan polos, terlihat rasa cemas dan sayang yang begitu tulus.

Hati Brielle terasa hangat. Dia benar-benar sangat tersentuh.

Malam harinya, setelah memandikan Anya yang kelelahan karena bermain, si kecil pun tertidur sendiri sekitar pukul setengah sepuluh. Brielle menutup pintu kamar dengan pelan dan menghela napas panjang.

Berhubung masih ada waktu, dia menuju ke ruang kerja di sebelah kamar. Di sana, dia menyusun rencana eksperimen yang merupakan bagian dari topik riset yang sedang dia jalani. Dia sangat bersyukur karena tidak pernah menyerah.

Namun, demi menjadi istri yang baik selama beberapa tahun ini, dia telah menyembunyikan banyak hal dari Raka karena takut Raka akan keberatan. Di bawah cahaya lampu, ekspresi Brielle tampak tenang. Tatapan matanya dipenuhi percaya diri.

Mulai sekarang, dia tidak akan bersembunyi lagi. Dia ingin menjadi dirinya sendiri.

Ayahnya, Adam, dulunya adalah salah satu doktor medis paling top di negeri ini. Sebelum meninggal, ayahnya telah mendidik banyak ahli dan bercita-cita hendak mendirikan laboratorium untuk menuntaskan hasil riset medis yang belum sempat dia rampungkan.

Brielle menutup laptop dan mengusap pelipisnya, lalu bersiap kembali ke kamar untuk tidur di samping Anya.

Lewat tengah malam.

Saat Brielle masih terjaga karena insomnia, dia mendengar suara pintu depan dibuka. Raka telah pulang.

Dulu, setiap kali Raka pulang larut malam, Brielle selalu keluar menyambutnya. Kalau dia mengetahui suaminya habis minum, dia akan buru-buru menyeduhkan teh untuk menghilangkan mabuk. Kalau hanya kelelahan, dia akan menghangatkan segelas susu agar suaminya bisa tidur nyenyak.

Pernikahan telah mengajarinya banyak hal, termasuk mencuci, memasak, membaca suasana hati orang lain, dan melayani tanpa keluhan hingga akhirnya dia berubah menjadi pelayan yang tidak pernah benar-benar dihargai.

Langkah kaki terdengar mendekati pintu kamar. Brielle segera memejamkan matanya.

Pintu kamar terbuka. Sebuah sosok yang tinggi melangkah masuk ke sisi ranjang Brielle. Udara di sekelilingnya membawa aroma alkohol dan wangi parfum wanita yang selalu dipakai Devina.

Raka membungkuk, lalu menyelimutkan Anya dengan hati-hati dan mengecupnya perlahan. Brielle yang berpura-pura tidur tidak sempat menghindar.

Ciuman hangat itu mendarat ringan di dahinya.

Tubuh Brielle menegang. Begitu Raka keluar dari kamar, dia langsung duduk dan mengambil tisu basah, lalu mengusap keras tempat ciuman itu mendarat. Pria yang baru saja selesai tidur dengan wanita lain ... Brielle jijik disentuh olehnya.

....

Tiga hari berikutnya, hubungan Brielle dan Anya membaik. Anya mulai kembali dekat dengannya. Bagaimanapun juga, Brielle yang mengasuh Anya sejak lahir. Rasa sayang anak itu sebenarnya tidak pernah hilang, hanya saja tergeser oleh kehadiran orang lain.

Selama dia cukup sabar, Brielle yakin bisa membangkitkan kembali ketergantungan Anya padanya.

....

Hari Jumat siang.

Brielle baru saja menyelesaikan penulisan rencana eksperimen di ruang kerjanya lantai tiga. Saat turun untuk mengambil minum, dia melihat sosok Raka sedang berjalan naik.

Mereka saling menatap. Brielle melewati Raka dan langsung menuju dapur untuk menyeduh teh.

"Masih marah?" Suara Raka terdengar tidak senang.

Brielle sempat tertegun, lalu berbalik pelan. "Aku marah soal apa?"

"Sudahlah," jawab Raka yang tampak enggan membahasnya lagi. Dia kemudian melanjutkan langkah naik ke atas.

Brielle mengernyit dan melanjutkan langkah ke bawah. Akhir-akhir ini, memang banyak hal yang telah dilupakannya terkait hubungan mereka.

Beberapa menit kemudian, dia baru teringat.

Setengah bulan lalu, dia sempat merobek paspor Raka karena emosi agar dia tidak bisa pergi ke luar negeri menemui Devina. Sejak itu, Raka mendiamkannya selama seminggu penuh.

Akhirnya, Brielle yang mengalah. Suatu malam saat Anya sudah tidur, dia masuk ke kamar Raka dan memulai hubungan suami istri dengannya untuk meredakan ketegangan. Ternyata yang dimaksud Raka tadi adalah insiden itu.

Brielle tahu, sekeras apa pun dia mencoba menghalangi, Raka tetap akan membawa Anya ke luar negeri untuk merayakan Natal bersama Devina.

Saat pikirannya melayang, ponselnya tiba-tiba berdering. Dia tersenyum saat melihat layar dan mengangkatnya. "Halo, Kak Lukas!"

"Brie, aku sudah baca seluruh makalah penelitianmu. Benar-benar luar biasa, aku sampai terkejut! Aku nggak sabar ingin bertemu dan berdiskusi langsung denganmu!" Suara yang penuh semangat terdengar dari seberang sambungan telepon.

"Terima kasih atas pengakuan dan apresiasinya, Kak Lukas," jawab Brielle dengan tenang.

"Kamu ada waktu dalam dua hari ini? Aku bisa datang dan kita ngobrol langsung."

"Kak Lukas, boleh kita atur waktunya dulu? Aku jadwalin ya."

"Baik, kalau kamu sudah senggang, kita ketemu langsung."

Brielle menutup telepon sambil membawa secangkir teh naik ke atas. Dia melirik jam tangannya sekilas karena tidak ingin melewatkan waktu untuk menjemput putrinya.

Raka juga baru pulang dini hari tadi. Kemungkinan besar dia sedang tidur di kamar, jadi Brielle tidak berniat mengganggunya.

Namun, saat tiba di ruang tengah lantai dua, dia tidak sengaja melihat Raka sedang menelepon.

"Aku terbang Senin depan, ya. Iya, Anya akan ikut juga. Kalau kamu mau hadiah apa pun, tinggal bilang saja."

Brielle segera bersembunyi di balik dinding. Langkah kaki Raka perlahan menjauh ke arah kamar pribadinya. Sebelum menghilang, dia mengucapkan sebuah kalimat, "Aku akan penuhi semua yang kamu minta."
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rhena Altika
bertele2 sudah gak di anggap bukanya pergi masih saja nongol di situ
goodnovel comment avatar
Renadwijo
suami brengsek buang ke laut aje
goodnovel comment avatar
Jihan Dwi Annisa
si Raka brengsek..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 562

    Melihat Raka sengaja menahannya hanya untuk mengatakan hal itu, Brielle merapikan berkas lalu bersiap pergi. Raka menatap sosoknya yang keluar dari ruangan. Mengingat Anya akan naik panggung untuk tampil, mata Raka memancarkan sedikit rasa bangga sebagai seorang ayah.....Besok adalah hari Sabtu, hari di mana Anya akan tampil untuk kompetisi. Demi itu, Brielle sengaja mencari tahu daftar para juri. Dari daftar yang diberikan stasiun TV, dia tidak melihat nama Devina, dan hal itu membuat Brielle sedikit mengembuskan napas lega.Dia tidak ingin putrinya kembali berhubungan dengan wanita itu. Sekalipun dia bisa memberi tahu putrinya bahwa Devina adalah orang ketiga dalam hubungan ayahnya, hal itu tetap tidak akan mengubah apa pun.Malam harinya, Brielle kembali memberikan sedikit persiapan mental untuk putrinya. Melihat Anya yang wajahnya penuh antusias, sama sekali tidak tampak gugup atau takut panggung, Brielle pun ikut merasa lega.Sabtu pagi.Di belakang panggung studio TV, sudah dat

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 561

    Senyum di sudut bibir Brielle mendadak membeku selama beberapa detik."Papa pasti juga sangat ingin melihat aku tampil. Mama, ayo kita cepat pulang buat latihan piano!" Anya menarik tangan ibunya menuju mobil.....Setibanya di rumah, Anya mencuci tangan, makan sedikit buah, lalu langsung duduk di depan piano untuk berlatih. Brielle menemani di sampingnya, memberikan arahan. Ini adalah pertama kalinya putrinya tampil di televisi. Tidak peduli dapat juara atau tidak, berani naik panggung saja sudah luar biasa.Brielle menatap wajah kecil Anya yang fokus memainkan piano, hatinya campur aduk antara merasa bangga dan juga sentimental.Setelah menyelesaikan satu lagu, Anya mengangkat kepala dan bertanya penuh harapan, "Mama, aku mainnya bagus nggak?""Bagus sekali." Brielle mengusap lembut kepala putrinya. "Kalau kita lebih banyak latihan, nanti saat tampil kamu bisa bermain lebih baik.""Ya!" Anya mengangguk penuh semangat, lalu melanjutkan latihan.Hari-hari berikutnya, Anya berlatih deng

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 560

    "Performa klinis obat baru sejauh ini cukup baik. Hanya saja masih sedikit kurang dari target yang kita harapkan. Tapi karena kondisi tiap pasien berbeda, hasilnya juga bervariasi. Sudah ada tiga pasien tahap awal yang berhasil sembuh total, itu sudah merupakan sebuah keajaiban."Brielle mengangguk. Dia menata kembali perasaannya. Memang, saat menyangkut pekerjaan, dia tidak pernah akan lalai.Bukan karena Raka, tetapi karena rasa tanggung jawabnya."Begini saja! Aku berikan kamu libur tiga hari. Istirahatlah betul-betul sebelum kembali bekerja," ujar Madeline sambil menepuk bahunya.Brielle mengangguk. Beberapa hari ini, dia memang terlalu tegang.....Setelah jam kerja, Brielle datang menjemput putrinya. Baru saja turun dari mobil, seseorang juga turun dari mobil lain. Pria itu mengenakan setelan biru tua, tampak seperti baru saja kabur sebentar dari kantor untuk datang ke sini.Orang itu adalah Lambert.Hari pertama Lambert kembali ke negara ini, dia langsung datang untuk menjemput

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 559

    Langkah Brielle mendadak terhenti. Dia menoleh dan menatap Raka dengan tenang. "Hal seperti itu, jangan pernah kamu pikirkan."Raka mengerutkan alis. "Brielle, aku bukan sengaja menyulitkan kamu. Tapi dengan kondisimu yang begitu nggak fokus akhir-akhir ini, aku khawatir bebanku mengasuh Anya terlalu berat untukmu."Di bawah cahaya lampu, wajah Brielle memang terlihat agak pucat. Beberapa hari ini dia tidak cukup tidur. Apa pun maksud Raka mengucapkan kalimat barusan, Brielle sama sekali tidak berniat menanggapi."Hidupku nggak perlu kamu urusi." Setelah menuntaskan kalimat itu, Brielle berbalik ingin pergi."Jurang yang tidak menanggapimu, tidak pantas membuatmu mencoba melompat ke dalamnya. Niro nggak cocok untukmu." Suara Raka yang jernih menggema di lorong kosong itu, terdengar sangat jelas.Langkah Brielle kembali berhenti. Setelah memahami arti kalimat itu, dia tidak menoleh, hanya mendengus pelan. "Hubunganku dengan Niro bukan urusanmu untuk dihakimi.""Aku hanya mengingatkan de

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 558

    "Jalan sambil melamun?" Raka menyipitkan mata dan menatapnya tajam, meski tidak tampak marah sama sekali. Brielle mundur selangkah karena malas menanggapi. Dia langsung melewatinya untuk masuk ke ruang rapat.Keduanya berjalan masuk secara berurutan, membuat beberapa orang di dalam ruangan menoleh dengan rasa heran. Brielle duduk di tempatnya, sementara Raka menarik kursi di samping Madeline dan duduk."Baik, semua sudah hadir. Selanjutnya kita akan melakukan rangkuman mengenai hasil uji klinis obat baru," kata Madeline.Rapat sudah berjalan setengah jalan ketika Madeline menoleh pada Brielle. "Brielle, bagaimana progres pencocokan data klinis kelompok ketiga?"Namun, Brielle sama sekali tidak bereaksi, seperti tidak mendengar apa pun. Dia tenggelam dalam pikirannya sendiri."Brielle?" Madeline memanggil sekali lagi. Chairil, yang duduk di samping Brielle, menepuknya pelan di bawah meja.Baru saat itu Brielle seolah tersadar. Dia melihat semua orang sedang menatap ke arahnya, lalu bert

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 557

    Brielle tiba di rumah Keluarga Pramudita untuk menjemput putrinya. Pembantu memintanya masuk dan duduk di ruang tamu, tetapi Brielle menolak dengan halus. Tak lama kemudian, Meira keluar sambil menggandeng Anya."Mama!" Anya berlari gembira ke arahnya.Brielle mengangkat putrinya dan berkata kepada Meira, "Kalau begitu kami pulang dulu.""Brielle, terima kasih sudah repot-repot," ujar Meira.Brielle tertegun sejenak. Sebelumnya, Meira tidak pernah mengucapkan kalimat seperti itu kepadanya."Tidak repot," jawab Brielle singkat, lalu membawa Anya masuk ke mobil."Wow! Mama, ini hadiah untuk aku?" Anya memeluk kotak hadiah itu dengan mata berbinar."Ya. Itu hadiah dari papamu," jawab Brielle jujur.Anya senang sekali. Dia menyalakan lampu kabin dan mulai membuka hadiah itu dengan serius.Saat mereka tiba di rumah, Anya masih memeluk hadiah yang belum selesai dibuka. Brielle hendak naik ke lantai atas ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Dia mengambil ponselnya dengan kebingungan.Nomorny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status