Share

Bab 5

Author: Ayesha
Dada Brielle terasa seperti tertusuk. Meski dia mengaku sudah tidak peduli, rasa marah itu tetap ada. Namun kali ini, Brielle tidak akan membiarkan putrinya ikut pergi ke luar negeri bersama mereka dan dia juga tidak akan memberi Devina kesempatan untuk mendekat dan kembali mencuci otak putrinya.

Malam itu, Raka makan malam di rumah. Saat Anya terus menempel manja pada ayahnya, Brielle memilih menjaga jarak. Usai makan, sekitar pukul setengah sembilan, Brielle masuk kamar mandi untuk mandi. Begitu keluar, dia mencari-cari Anya di seluruh rumah dan akhirnya mendengar suara dari kamar Raka.

Brielle baru hendak membuka pintu ketika suara riang putrinya terdengar dari dalam.

"Bi Devina, kamu sudah di luar negeri ya?"

"Iya, Bibi baru sampai hari ini. Bibi juga pengen banget kamu ikut, Anya!"

"Kita sebentar lagi ketemu, kok. Papa bilang dua hari lagi kami berangkat ke luar negeri ketemu Bibi!"

"Iya, Bibi bakal siapin hadiah dan beliin gaun Natal yang cantik buat kamu, ya!"

"Aku mau banyak gaun putri! Aku juga mau mahkota yang cantik!"

"Oke, Bibi sudah siapin semuanya dari sekarang. Kue krim favoritmu itu juga sudah Bibi pesan."

Suara lembut Devina terdengar penuh kasih.

Brielle bersandar di balik pintu, diam menunggu hingga pembicaraan mereka selesai.

"Sudah dulu, ya," suara Raka terdengar.

"Iya, aku tunggu kalian," jawab Devina.

"Anya, sampai ketemu. Bibi sayang kamu!" ujar Devina dalam bahasa Danmark.

"Aku juga sayang Bibi!" sahut Anya dengan logat bahasa Danmark yang nyaris sempurna.

Mendengar keakraban putrinya dengan Devina, dada Brielle kembali terasa sesak. Namun ketika dia mendorong pintu dan masuk, wajahnya sudah dihiasi senyuman.

"Anya."

"Mama, aku sama Papa mau ke luar negeri, lho! Mama mau ikut nggak?" tanya Anya polos dengan mata berbinar. Dalam benak Anya yang masih kecil, dia hanya ingin semua orang yang menyayanginya ikut bermain bersamanya.

"Anya, Mama mau bicara sebentar sama Papa. Kamu bisa main dulu di ruang mainan, ya?" tanya Brielle sambil mengelus kepala putrinya.

Anya mengangguk kecil. "Iya, oke!" katanya ceria, lalu berlari keluar kamar.

Di luar, terdengar suara Lastri, "Anya, Bibi sudah siapin buah potong, sini makan dulu!"

Brielle menutup pintu kamar. Dia mengangkat wajah menatap Raka yang sedang duduk bersandar di sofa di bawah lampu gantung kristal, sambil melonggarkan dasi. Kancing ketiga kemejanya sudah terbuka dan di bagian dadanya masih menempel noda selai stroberi yang tadi terciprat dari pelukan Anya sebelum makan malam.

"Kita bicara," ucap Brielle memulai.

Raka terlihat seperti memang sedang menunggu itu. Tatapannya lurus tertuju pada Brielle.

"Aku nggak setuju kalau kamu bawa Anya ke luar negeri kali ini. Kalau kamu mau temui ibumu dan nenekmu untuk merayakan Natal, silakan pergi sendiri. Aku ingin Anya tinggal di sini bersamaku," ujar Brielle.

"Ibu dan nenekku sudah lama nggak ketemu Anya. Ini cuma sepuluh hari saja," Raka membalas singkat dengan nada datar.

Dada Brielle naik-turun karena emosi, tetapi dia tetap menatapnya tanpa mundur.

Raka memicingkan mata sedikit. "Kamu bisa ikut," ujarnya lagi.

Brielle mengepalkan tangan. Matanya juga memicing saat bertanya, "Aku bisa ikut. Tapi bisakah kamu pastikan Devina nggak mendekati anakku?"

Raka menarik dasinya lagi, meski dasinya sudah sangat longgar. Gerakan itu menandakan dia mulai tidak sabar. "Dia nggak punya niat buruk terhadap Anya. Kamu nggak perlu terlalu waspada padanya," Raka menjawab sambil mengerutkan kening dan berdiri.

Tubuh Brielle sedikit gemetar.

"Oke. Aku ikut ke luar negeri demi Anya. Aku nggak peduli sama hubungan kalian. Tapi kumohon, jauhkan Devina dari anakku."

Ibu mertua dan nenek dari Keluarga Pramudita memang sudah lama tinggal di luar negeri. Terakhir kali Raka mengunjungi mereka adalah bulan Agustus, jadi Brielle tahu, tidak mungkin dia mencegah mereka pergi. Yang bisa dia lakukan hanyalah ikut mendampingi.

Dengan amarah yang ditahan dalam dada, Brielle kembali ke kamarnya. Saat itu, ponselnya berdering.

Dia melihat nomor luar negeri di layar. Brielle sempat tertegun, lalu mengangkatnya. "Halo?"

Suara pria yang lembut dan dalam terdengar dari seberang telepon, "Brielle, sudah dipikirkan? Apa kamu memutuskan untuk bergabung dalam proyek ini?"

Brielle langsung tahu siapa penelepon itu. Dia menjawab dengan suara lembut, "Maaf, Kak Harvis. Aku punya hal yang lebih penting untuk aku urus sekarang."

"Aku sudah menyelidiki sedikit tentang kehidupan rumah tanggamu," ujar Harvis tanpa basa-basi. "Suamimu sudah berselingkuh. Anakmu juga tampaknya nggak terlalu dekat denganmu. Sebenarnya, kamu bisa saja meninggalkan semua itu dan fokus sepenuhnya pada dunia sains. Dengan bakatmu, kamu pasti bisa mencapai banyak hal."

Brielle menjawab penuh rasa terima kasih, "Terima kasih atas perhatiannya, Kak Harvis. Tapi aku sudah punya rencana sendiri."

"Kamu masih ingin merebut hati suamimu kembali?" Suara itu terdengar menghela napas pelan.

"Nggak. Aku hanya ingin merawat anakku."

"Baiklah. Aku yakin kita masih akan bertemu lagi."

"Pasti," jawab Brielle sambil tersenyum.

Dalam hati, dia memanggil nama itu pelan, 'Kak Harvis.'

Harvis pernah bekerja sama dengan mendiang ayahnya dalam penelitian ilmiah. Selama beberapa tahun ini, dia selalu memperlakukan Brielle dengan baik, layaknya seorang kakak laki-laki.

Namun sekarang, Brielle sudah memutuskan. Dia akan melakukan segalanya demi memperbaiki hubungannya dengan Anya. Dia tidak akan membiarkan putrinya tinggal bersama ibu tiri seperti Devina.

Malam itu, Brielle memberi tahu Anya bahwa dia akan ikut ke luar negeri.

Anya langsung memeluk lehernya erat-erat, wajah kecilnya dipenuhi kebahagiaan, dan mulai menceritakan semua hal seru yang ingin dia lakukan di luar negeri. Brielle teringat betapa selama ini dia terlalu sibuk mempertahankan pernikahan yang gagal, hingga mengabaikan anaknya sendiri.

Pernikahan yang retak telah membuatnya menjadi wanita yang suka mengeluh. Ternyata, dia juga telah mengabaikan cinta anaknya.

"Sayang, Mama sayang kamu," ucap Brielle lirih.

"Aku juga sayang Mama," jawab Anya dengan suara kecil yang lembut, lalu mengecup pipi Brielle dengan bibir mungilnya.

"Mama, kamu akan selalu jadi Mama terbaikku. Aku nggak mau jauh dari Mama. Nggak pernah mau!"

Anya memegangi wajah Brielle dengan dua tangan kecilnya, lalu menatapnya dalam remang lampu sambil menyatakan perasaannya.

Brielle memeluk putrinya erat-erat dan mencium kepala mungil itu. "Mama juga sayang kamu, dan akan selalu menyayangimu. Selamanya."

Hari Senin, mereka sekeluarga berangkat menuju bandara.

Delapan belas jam kemudian, mereka tiba di Negara Danmark. Asisten Raka, Gavin, mendorong troli yang penuh dengan koper. Brielle membawa tas selempangnya, sementara Anya yang tertidur pulas selama penerbangan kini masih terlelap di pelukan ayahnya dan dibungkus hangat oleh mantel panjang Raka.

Begitu keluar dari bandara, mereka langsung masuk ke dalam mobil bisnis yang hangat. Raka mengubah posisi gendongannya agar lebih nyaman, matanya yang dalam menatap wajah putrinya dengan lembut. Jari-jarinya yang panjang merapikan helai rambut di antara alis Anya.

Tiga mobil beriringan melaju menembus malam yang diguyur hujan di Negara Danmark. Brielle menatap ke luar jendela. Memikirkan bahwa sebentar lagi dia akan bertemu dengan ibu mertua dan adik iparnya, Raline, hatinya terasa seperti ditekan batu besar yang tak kasat mata.

Delapan tahun lalu, Raka yang saat itu berusia 20 tahun mengalami kecelakaan dan koma. Dia dibawa ke rumah sakit tempat ayah Brielle bekerja.

Begitu mendengar kabar itu, Brielle langsung mengambil cuti kuliah dan datang ke rumah sakit untuk merawatnya. Saat itu, ibu Raka yang masih terhanyut dalam kesedihan, tidak menolak permintaan Brielle untuk mendampingi anaknya.

Brielle merawat Raka dengan sepenuh hati sepanjang hari. Semua pekerjaan perawat dia ambil alih sendiri. Hingga satu tahun kemudian, Raka akhirnya sadar.

Tak bisa menahan perasaannya, Brielle menyatakan cintanya dan mengaku ingin menikah dengan Raka.

Namun tanpa diduganya, pengakuan itu ternyata terdengar oleh ibu Raka. Keesokan harinya, sang ibu menemuinya secara langsung dan menyerahkan selembar cek bernilai 200 miliar, lalu memintanya untuk meninggalkan putranya.

Brielle sempat mengalami pergelutan batin. Dia mulai berkemas dan bersiap kembali ke kampus.

Namun saat itu juga, Raka muncul di depan pintu. Dengan tubuh yang masih terlihat kurus dan ekspresi yang tenang, dia menatapnya penuh keteguhan dan mengatakan hendak menikahi Brielle.

Sampai sekarang, Brielle masih bisa mengingat hari itu. Sosok Raka yang kurus dan tenang, tetapi tatapan matanya jernih dan teguh. "Ayo kita menikah!"

Saat hari pernikahan, asisten pribadi ayahnya menyampaikan bahwa semua rekaman video Brielle selama satu tahun menjaga Raka telah diserahkan ke tangan pria itu.

Setelah menikah, Brielle baru perlahan-lahan menyadari bahwa Raka tidak mencintainya. Alasan Raka menikahinya, hanyalah demi membalas budi.

Saat itu, Brielle pernah berpikir, selama dia mencintai Raka dengan sepenuh hati, cepat atau lambat pria itu juga akan membalas cintanya. Namun kenyataannya membuktikan, di usia 19 tahun, dia terlalu naif dan bodoh.

Setelah hampir satu jam perjalanan, iring-iringan mobil memasuki kawasan elite di Negara Danmark. Akhirnya, mereka berhenti di depan sebuah vila megah bergaya manor yang terang benderang di tengah malam.

Para pelayan sudah menunggu di depan pintu untuk membantu membawakan koper. Brielle turun lebih dulu sambil membawa tasnya. Saat menoleh ke belakang, dia melihat Raka turun perlahan sambil menggendong Anya dengan erat di pelukannya.

Anya yang masih setengah sadar, akhirnya membuka mata. Tangan mungilnya memeluk bahu lebar sang ayah. Rambutnya acak-acakan, pipinya kemerahan dan masih hangat karena tidur lama di pelukan ayahnya. Sambil menguap, tubuh mungil itu memancarkan pesona yang sangat menggemaskan.

"Papa, kita sudah sampai di rumah Nenek, ya?" tanya Anya dengan suara mengantuk.

Saat itu juga, dari tangga lantai dua, terdengar suara langkah kaki dan muncul sosok wanita elegan dan penuh wibawa. Dengan suara antusias, dia memanggil, "Cucuku datang, ya? Nenek di sini, Sayang!"

Tatapan penuh kegembiraan dari Meira langsung berubah ketika matanya menangkap sosok Brielle yang berdiri membawa tas di dalam ruang tamu. Dalam sekejap, terlihat kilatan kekesalan yang melintas di matanya.

Brielle tetap bersikap sopan dan menyapa, "Ibu, lama nggak bertemu."

"Wah, Anya! Kamu tambah tinggi saja. Sini peluk Nenek," seru Meira sambil memeluk cucunya dengan gembira. Dia menepuk-nepuk tubuh mungil Anya dan berkata senang, "Ayahmu merawatmu dengan baik, tambah gendut sedikit ya sekarang."

Namun tak lama kemudian, Raka kembali menggendong Anya dari pelukan ibunya. Meira tahu anaknya melakukan itu karena khawatir dengan kondisi fisiknya, jadi dia tidak memaksa. Dia malah memberi perintah kepada pelayan, "Siapkan satu kamar untuk Nyonya Muda."

"Baik, Nyonya," jawab para pelayan dengan cepat.

Hati Brielle terasa mencelos.

Ucapan itu sengaja diucapkan oleh Meira untuk didengarnya. Dia ingin menunjukkan pada Brielle bahwa dia tidak berniat mengundang Brielle datang. Jika tidak, tidak mungkin dia baru menyuruh para pembantu menyiapkan kamar sekarang.

"Nenek, aku lapar. Aku mau makan. Tante Raline ke mana?" Anya tampak sangat akrab dengan rumah ini dan tidak merasa canggung sedikit pun.

"Baik, Nenek akan minta Bibi masak makanan enak buat kamu ya. Tante Raline lagi pergi main ski sama teman-temannya di negara lain. Dia baru pulang pas tahun baru nanti."

Brielle diam-diam merasa lega. Sama seperti Meira, Raline juga tidak menyukainya. Lebih baik kalau mereka tidak bertemu.

Saat itu juga, ponsel Raka berdering. Brielle tak bisa menahan diri untuk melirik ke arahnya. Raka hanya melihat sekilas layar, lalu langsung keluar rumah untuk menjawab panggilan itu.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rhena Altika
sudah di tolak secara terang2an tapi briella gak ada malunya ,lo gak punya harga diri jadi orang ,pantas saja di tindas,goblok di piara
goodnovel comment avatar
Rania Husna Azhara Azhara
sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 370

    Raka menuntut agar dalam waktu tiga bulan hasil penelitian sudah bisa mencapai tahap uji klinis. Saat ini, tim Brielle sudah memasuki tahap uji coba pada hewan. Sejauh ini, semua data menunjukkan hasil yang stabil.Raka terus mendesak agar progres dipercepat. Brielle dan timnya juga berpacu dengan waktu, bekerja tanpa henti. Namun, bagi Brielle, pencapaian ini bukan hanya soal kemajuan penelitian. Hasil akhirnya akan membawa harapan baru bagi banyak pasien. Itulah hal yang benar-benar dia pedulikan.Hari Jumat pun tiba. Upacara penganugerahan akan diadakan pukul 3 sore di kantor pemerintahan kota.Begitu Brielle memarkir mobilnya, dia melihat banyak fotografer dan wartawan sudah berdiri di sekitar karpet merah yang terbentang di depan pintu masuk, dihiasi bunga segar di kedua sisinya. Saat dia melangkah masuk ke aula, seorang staf mengenalinya dengan cepat."Bu Brielle ya? Tempat duduk untuk tamu penerima penghargaan ada di sini."Begitu memasuki aula, langkah Brielle seketika terhenti

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 369

    Raka berjongkok, lalu mengelus kepala besar Gaga. Anjing itu tampak sangat menikmati belaian Raka, mengeluarkan suara lembut penuh kepuasan.Hari itu, Raka mengenakan pakaian kasual, tanpa kesan tajam dan dingin seperti biasanya. Meskipun demikian, dia tetap tampak tampan dan menonjol di antara siapa pun."Papa!" Anya berlari kecil dan langsung memeluknya dengan semangat.Raka tersenyum sambil mengangkat putrinya, tetapi tatapannya tertuju pada Brielle yang berdiri tak jauh dari situ. Hari ini, Brielle hanya mengenakan kaus putih sederhana dan celana jeans. Rambutnya dikuncir santai, terlihat bersih dan segar, bahkan sedikit mirip dengan mahasiswi."Mau ikut juga?" tanya Raka.Brielle menghindari tatapannya. "Aku ada urusan."Raka mengangguk ringan sambil menggendong Anya. "Kalau begitu, kami berangkat dulu."Brielle hanya berdiri di tempat, menatap mobil mereka menjauh sebelum akhirnya mengambil tasnya dan ikut keluar rumah, menuju laboratorium.Belakangan ini, urusan pribadinya terla

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 368

    Kemunculan Raka membuat suasana di balkon seketika menjadi tegang selama beberapa detik.Lambert menahan kata-kata yang belum sempat diucapkannya, lalu mengangguk dengan hormat pada pria tua itu. "Paman Hakim."Pria tua itu tertawa hangat. "Oh, rupanya kalian lagi ngobrol di sini ya?"Raka memasukkan satu tangan ke saku. Tatapannya sekilas menyapu wajah Brielle yang tampak sedikit pucat. Dia berkata kepada Hakim, "Paman Hakim, mengenai rencana kerja sama di lahan selatan kota, kita bahas lebih rinci lain kali saja. Aku harus menyelesaikan urusan pribadi dulu.""Baik, baik. Kalian lanjutkan saja." Hakim mengangguk mengerti, lalu meninggalkan mereka.Brielle berbalik ke arah Lambert. "Lambert, aku pamit dulu."Begitu Brielle meninggalkan balkon, Lambert secara refleks ingin menyusulnya, tetapi Raka mengangkat tangan untuk menahannya."Lambert, kalau kamu benar-benar peduli padanya, jangan membuatnya merasa nggak nyaman malam ini. Bagaimanapun, kami baru saja bercerai."Lambert sontak men

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 367

    Raka menatap mata Brielle yang keras kepala, terdiam sejenak. Udara di antara mereka seolah-olah membeku. Setelah beberapa saat, Raka baru berkata, "Baiklah. Kalau kamu merasa nggak masalah, terserah kamu."Langkah Raka menuju pintu tak berhenti. Hanya saja, dia kembali menambahkan tanpa menoleh, "Setahuku, Keluarga Seraphine nggak akan menerima seorang wanita yang baru cerai, tapi sudah terseret gosip dengan Lambert."Dada Brielle seolah-olah ditusuk sesuatu. Dia menarik napas dalam-dalam, menekan emosi yang bergejolak, lalu berkata dengan dingin, "Kamu nggak perlu khawatir soal itu.""Aku bukan merendahkanmu, aku hanya ingin kamu melihat kenyataan." Raka tak berkata apa-apa lagi dan langsung mendorong pintu keluar.Brielle juga tak lagi berniat turun. Dia duduk sejenak untuk menenangkan diri. Tak lama kemudian, Frederick masuk membawa sebuah berkas. Begitu melihat bahwa hanya Brielle yang ada di dalam, dia tersenyum dan berkata."Bu Brielle, tolong tandatangani dulu dokumen ini. Beso

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 366

    Brielle menurunkan pandangan, menghindari tatapan Lambert.Saat itu, pintu utama kembali terbuka. Frederick membawa Jonathan masuk dengan penuh hormat.Melihatnya, Brielle segera berkata kepada Lambert, "Aku permisi sebentar."Brielle mengambil segelas sampanye dan melangkah menghampiri mereka. Tak lama kemudian, Raka juga beranjak dari kerumunan tamu dan berjalan ke arah yang sama.Frederick dengan sigap memperkenalkan, "Pak Jonathan, ini adalah Bu Brielle, presdir dari Hotel Muse."Brielle menjulurkan tangan dengan senyuman profesional dan menyapa dalam bahasa asing, "Pak Jonathan, senang bertemu denganmu.""Senang bertemu denganmu juga, Bu Brielle," jawab Jonathan sambil menjabat tangan hangatnya.Frederick kemudian menoleh dan memperkenalkan Raka yang berada di belakang Brielle. "Ini Pak Raka, presdir dari Grup Pramudita."Mata Jonathan langsung berbinar. Dia menjulurkan tangan dengan antusias. "Pak Raka, aku sudah lama mendengar reputasimu. Suatu kehormatan bisa bertemu malam ini.

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 365

    Brielle menatap dengan tenang, tak menunjukkan reaksi apa pun.Saat itu, dari arah pintu utama, Lambert masuk bersama Jay.Detak jantung Raline tiba-tiba berdegup lebih cepat. Sejak pulang ke tanah air, ini pertama kalinya dia bertemu Lambert lagi. Pria itu masih sama seperti dulu. Dewasa, tampan, dan berwibawa, dengan aura lembut yang membuatnya tampak sempurna di mata Raline. Bagi Raline, Lambert adalah sosok pangeran tampan ideal yang selalu dia impikan.Lambert menyapu pandangannya ke seluruh ruangan, lalu tatapannya berhenti tepat pada Brielle. Senyuman samar muncul di bibirnya sebelum dia melangkah langsung ke arah wanita itu.Adegan itu disaksikan jelas oleh Raline, yang berdiri tak jauh dari Brielle. Lambert bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arahnya, seolah-olah dia hanyalah salah satu dari sekian banyak tamu yang tak berarti di mata pria itu.Baru ketika Lambert mendekati Brielle, dia tampak menyadari keberadaan Raline. "Halo, Raline. Kamu juga datang rupanya.""Kak Lambert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status