Share

Bab 6

Penulis: Ayesha
Berhubung Brielle ikut ke luar negeri, sudah bisa dipastikan bahwa Raka pasti akan meluangkan waktu untuk menghibur Devina nanti. Saat itu, dari arah taman kaca, muncul sosok seorang wanita tua berambut putih. Orang itu adalah nenek Raka, Emily.

"Brielle, kamu sudah sampai," ucap Emily dengan hangat.

"Nenek," Brielle membalas dengan ramah. Sejak menikah, hubungannya dengan Emily sangat dekat. Wanita tua itu juga memperlakukannya dengan baik.

"Ya ampun, Anya sudah setinggi ini, ya! Nenek Buyut sudah nggak kuat gendong kamu lagi!" Tatapannya yang penuh kasih sayang tidak terlepas dari wajah sang cicit.

Setelah terbang selama 18 jam, Brielle merasa sangat lelah. Anya sedang bermain dengan Meira dan Emily, jadi Brielle memilih untuk tidak mengganggu dan pergi mandi, lalu beristirahat di kamar.

Pukul sebelas malam, energi Anya masih belum habis. Brielle memaksakan diri untuk tetap terjaga dan menemaninya bermain di ruang keluarga lantai dua.

Tak lama kemudian, Raka datang. Dia mengenakan piama katun dua potong berwarna senada. Begitu duduk, Anya langsung memanjat ke pangkuannya sambil merengek manja, "Papa, temani aku main, ya? Ayolah!"

"Oke, kamu mau main apa sama Papa?"

"Mau main susun balok."

Raka dengan sabar menemaninya bermain balok bangunan. Brielle duduk di samping sambil mengawasi. Namun, kantuk berat segera menyerangnya dan tak lama kemudian, dia tertidur dengan kepala bersandar di sofa.

Dalam keadaan setengah sadar, dia merasakan seseorang menyentuhnya pelan. Anya ternyata sedang membangunkannya. Gadis kecil itu berbisik pelan, "Papa, bisa nggak gendong Mama ke kamar biar Mama tidur dengan nyaman?"

"Kamu bisa bangunin Mama."

"Tapi waktu itu Papa gendong Bibi Devina ke kamar, kenapa Mama nggak digendong juga?" Nada Anya terdengar cemburu.

Wajah Brielle seketika mengerut. Jadi, Raka bahkan tidak segan menunjukkan keintimannya dengan Devina di depan Anya? Sungguh tak tahu malu.

Brielle pura-pura baru terbangun dan membuka mata. "Anya, Mama temani kamu ke kamar, ya. Ayo kita tidur bareng."

Dia kemudian menoleh ke arah Raka dan pandangan mereka pun bertemu. Tatapan Raka sangat dalam dan sulit ditebak, tapi jelas dia menyadari bahwa Brielle mendengar percakapan tadi.

"Aku takut .... Aku mau tidur bareng Mama dan Papa," ujar Anya sambil memanyunkan bibir mungilnya.

"Papa masih harus kerja. Tidur dulu sama Mama, ya," ujar Raka sebelum bangkit dan berjalan ke arah ruang kerja.

Anya memanyunkan bibir kecilnya dengan kecewa. Brielle segera mendekat dan menggendongnya. "Ayo, Mama bacakan cerita buat kamu."

....

Keesokan paginya, Brielle menuntun Anya turun ke bawah.

"Nyonya sudah bangun, ya. Mau langsung sarapan sekarang?" tanya salah satu pelayan yang menghampiri.

Brielle mengangguk. Saat dia dan Anya sampai di ruang makan, dia sempat bertanya, "Tuan sudah bangun?"

"Tuan sudah keluar sejak pagi."

Brielle mengangguk pelan. Dia paham, selama dia berada di rumah Keluarga Pramudita, Devina tidak mungkin datang. Jadi, satu-satunya pilihan Raka adalah menemui wanita itu di luar.

Mungkin saat ini mereka sedang berkencan di salah satu kafe kelas atas di pusat kota atau mungkin mereka sudah melanjutkan ke hotel dan bermesraan sepanjang pagi.

....

Siang harinya, Brielle menemani Emily mengobrol. Meira memang tidak terlalu menyukainya, tetapi di depan cucu, dia tetap menjaga sikap.

"Brielle, Anya sudah lima tahun, ya? Kelihatannya lumayan kesepian. Mumpung kalian masih muda, lebih baik tambah anak lagi, biar rumah makin ramai," ucap Emily sambil menggenggam tangan Brielle, jelas sekali dia sedang meminta Brielle melahirkan lagi.

Brielle tidak merasa keberatan dengan ucapan itu. Dari sudut pandang Emily, wajar jika dia ingin keluarga besar yang penuh keturunan. Selain itu, Anya memang butuh teman bermain.

Setelah Anya sibuk bermain dengan pelayan yang menjaganya, Brielle kembali ke kamarnya. Dia melanjutkan menulis proposal. Kali ini, dia hendak menyelesaikan impian ayahnya, yaitu mendirikan laboratorium.

....

Saat makan malam, Raka akhirnya pulang.

"Ayo, Anya, buka mulutnya," ucap Meira sambil menyuapi cucunya, wajahnya penuh dengan senyuman puas.

Keberadaan anak kecil memang selalu mencairkan suasana. Namun, Emily dengan cepat menangkap gelagat dingin di antara pasangan suami istri itu. Dia masih berharap bisa melihat tambahan cicit sebelum ajal menjemput. Dalam hati, dia mulai merasa gelisah.

Selesai makan malam, Emily sengaja menyuruh pelayan membawa Brielle dan Anya keluar dari ruang makan, sementara dia menahan Raka dan Brielle agar tetap di tempat.

"Brielle, kalian masih muda. Sesekali pergilah jalan-jalan berdua. Jangan terus-terusan menemani orang tua seperti kami ini di rumah," ujar Emily sambil tersenyum.

Brielle tersenyum sopan, "Nenek, aku senang menemani kalian di rumah, kok."

Emily lalu teringat bahwa Brielle jarang pergi ke luar negeri. Dia pasti tidak punya banyak teman di sini.

Dengan wajah serius, Emily menoleh ke arah cucunya dan berkata tegas, "Raka, kamu setiap hari meninggalkan istrimu di rumah dan keluyuran sendiri, sikap macam apa itu, hah?"

Tatapan Raka yang tajam langsung mengarah ke Brielle. Brielle menunduk pelan, jelas Raka mengira dia yang mengadu pada sang nenek.

"Biar kami yang urus Anya malam ini. Kamu ajak Brielle jalan-jalan sebentar, pulangnya juga nggak usah terlalu cepat," kata Emily dengan nada yang penuh maksud.

Dalam pikirannya, dua pasangan muda ini sulit bersikap bebas di rumah. Jadi, lebih baik pergi ke hotel agar bisa lebih leluasa.

Brielle langsung menyadari maksud tersirat sang nenek. Dia buru-buru menolak, "Nenek, di luar dingin. Aku lebih senang tinggal di rumah menemani kalian."

"Keluar 'kan naik mobil, ada penghangat. Nggak akan kedinginan. Ayo, pergi saja! Nikmati waktu berdua," kata Eemily sambil melambaikan tangan.

Brielle masih ingin mencari alasan lain, tapi Raka sudah menyela duluan, "Ayo."

"Iya, iya. Pergi saja," ujar Emily akhirnya tersenyum lega.

Tak enak hati menolak, Brielle akhirnya mengangguk.

Raka memutar mobil ke depan pintu. Brielle membuka pintu kursi penumpang dan duduk di sampingnya. Di balik jendela besar, Emily berdiri menatap mereka dari ruang tamu dan akhirnya tersenyum puas.

Mobil melaju meninggalkan vila. Suasana di dalam kabin terasa hening dan berat, membuat Brielle merasa sangat tidak nyaman.

Tiba-tiba, telepon mobil berdering. Di layar, terlihat nama "Devina" yang muncul.

Brielle melirik sekilas, lalu segera membalikkan wajah ke arah jendela dan enggan melihat lebih jauh. Tanpa berkata apa-apa, Raka menekan tombol untuk memutuskan panggilan.

Di depan mereka, jalanan kota mulai tampak.

Brielle berkata, "Tolong turunkan aku di sembarang tempat saja."

Raka menjawab tenang, "Temani aku ke satu tempat dulu."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 298

    Brielle masih memikirkan masalah ini ketika ponselnya berdering lagi. Itu telepon dari Harvis."Halo! Kak Harvis.""Sudah ada hasilnya.""Siapa pelakunya?""Thoriq. Dia baru saja mengaku sendiri di depan kami.""Yakin dia sendirian? Nggak ada kaki tangan?" tanya Brielle."Thoriq sudah mengakui semua perbuatannya.""Lalu, gimana keputusan pihak Pak Jared?""Awalnya mau dilaporkan ke pengadilan, tapi mengingat jasanya di bidang riset, akhirnya diputuskan nggak menuntut. Dia hanya akan dilaporkan ke kampus. Status mahasiswanya dicabut dan dia akan dikeluarkan dari laboratorium."Setelah berbincang sebentar, waktu sudah menunjukkan pukul 9.30 malam. Brielle hendak tidur ketika pesan dari Raka masuk.[ Maaf, sikapku padamu hari ini terlalu keras. ]Brielle melihatnya, tetapi tidak memberi reaksi. Dia juga tidak berniat membalas.[ Anya sudah tidur? ]Brielle tetap tidak menanggapi.[ Ya sudah, aku nggak ganggu lagi. Selamat malam. ]Setelah itu, Raka tidak mengirim pesan lagi.Keesokan pagi

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 297

    Brielle cukup terkejut. "Siapa yang memberi perintah?""Pak Raka yang langsung menyampaikannya ke kami."Raka ... ternyata memang tidak percaya padanya."Sudahlah, kita kembali dulu. Kita tunggu kabar dari Harvis dan yang lain!" kata Madeline.Brielle menggigit bibir merahnya, lalu mengangguk.Ketika kembali ke laboratorium, hatinya sedikit kacau. Saat itu, ponselnya berbunyi. Begitu dilihat, ternyata pesan dari Lambert.[ Brielle, kamu baik-baik saja? ][ Tenang saja, aku lagi periksa data laboratorium kami. Begitu ada hasil, aku pasti langsung kabari kamu. ]Brielle membalas dengan singkat.[ Baik. ]Sore hari, Brielle menjemput putrinya. Dia melihat pengasuh yang menjemput Vivian. Sepertinya Lambert sedang sibuk menyelidiki masalah.Tak lama kemudian, Chiva menelepon Brielle, menegaskan bahwa laboratorium akan menyelidiki sampai tuntas. Jelas bahwa Lambert dan Chiva sama-sama tahu kalau masalah ini ikut menyeret namanya.Sesaat kemudian, Harvis menelepon. Dia sudah memastikan bahwa

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 296

    Suasana di ruang rapat begitu tegang hingga hampir membuat orang sulit bernapas. Jari panjang Raka mengetuk ringan di atas meja, tatapannya tajam menyapu setiap orang yang hadir. Tim Jared semuanya memasang ekspresi serius. Kali ini yang dicuri oleh laboratorium Chiva adalah data inti mereka."Siapa yang bisa menjelaskan?" Suara Raka dingin. "Kenapa algoritma inti kita bisa muncul di acara peluncuran orang lain?"Tentang temperamen Raka, Brielle pun tidak begitu jelas. Dia juga belum pernah melihatnya benar-benar marah.Ruang rapat hening selama belasan detik.Faye yang pertama bersuara, suaranya membawa keraguan yang pas. "Pak Raka, memang ada yang janggal dengan hal ini. Tim kami sudah meneliti hal ini selama tiga bulan, tapi sekarang ...."Dia berhenti di tengah kalimat.Harvis segera menegur dengan tegas, "Faye, jangan sembarangan bicara tanpa bukti!""Bukti?" Faye menyindir, "Kalaupun ada, pasti sudah dihancurkan. Tapi aku tahu, ada orang di antara kita yang cukup dekat dengan Lab

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 295

    Madeline menerima undangan dari laboratorium Chiva. Mereka akan mengumumkan sebuah terobosan baru pada pukul tiga sore ini.Brielle, Faye, dan Harvis sama-sama dipanggilnya untuk menghadiri acara tersebut.Faye dan Harvis pulang dari MD bersama. Saat berada di kantin, suasana hati Faye tampak cukup baik."Benar saja, di bawah pimpinan Madam Chiva memang banyak talenta. Kudengar kali ini mereka akan merilis terobosan besar di bidang sel AI," ucap Faye sambil mengangkat alis dan melirik sekilas ke arah Brielle. Sudut bibirnya terangkat tipis.Pukul tiga sore, konferensi pers laboratorium Chiva pun dimulai tepat waktu.Yang naik ke panggung adalah kepala divisi bioteknologi mereka. Dia terlebih dulu menjelaskan arah penelitian kali ini, lalu menekan tombol proyektor untuk memaparkan teknologi inti dari riset sel AI tersebut.Namun, saat dia memperlihatkan proses simulasi ....Wajah Brielle langsung pucat. Teknologi itu nyaris sama persis dengan algoritma inti simulasi yang sedang diteliti

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 294

    Thoriq mengangguk sambil berpikir. "Memang patut diwaspadai. Tapi kita harus punya bukti yang jelas sebelum bisa bertindak.""Tapi, mau cari di mana buktinya?" Faye meliriknya, lalu menghela napas kesal."Bukti itu akan muncul dengan sendirinya."Sudut bibir Faye perlahan terangkat tipis. "Hmm, mungkin saja."....Hari Rabu, Brielle datang ke lobi perusahaan milik Kenzo. Dia duduk menunggu sebentar hingga seorang asisten datang menjemput. "Bu Brielle, Pak Kenzo sudah selesai rapat, silakan ikut saya."Brielle mengangguk. Namun saat baru melangkah masuk ke ruang rapat, napasnya sempat tercekat.Di dalam ruangan, ada Raka yang duduk bersama Kenzo. Brielle tidak menyangka dia juga ada di sini. Wajahnya kaku beberapa detik sebelum akhirnya dia tersadar ketika Kenzo berdiri menyambutnya."Pak Kenzo, senang bertemu dengan Anda.""Bu Brielle, senang berkenalan, silakan duduk." Kenzo memberi isyarat tangan.Brielle pun duduk. Namun, Raka malah berdiri. "Pak Kenzo, saya nggak akan mengganggu An

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 293

    Ketika suara tawa penuh kegembiraan Jared terdengar dari dalam laboratorium, ekspresi Faye seketika berubah.Tidak mungkin. Tim mereka sudah terjebak di masalah ini hampir dua minggu. Berbagai skema sudah diuji, tetapi tetap tidak bisa mencapai angka yang diinginkan. Bagaimana mungkin Brielle baru datang beberapa menit saja, lalu ...?Faye menggigit bibir dan melangkah masuk ke laboratorium. Begitu melihat layar LCD yang sebelumnya terhenti, dia pun tertegun. Masalah itu benar-benar sudah terpecahkan."Bu Brielle, tetap saja harus Anda yang turun tangan! Terima kasih banyak." Jared menatap Brielle dengan kekaguman tulus."Nggak usah sungkan." Brielle menanggapi dengan senyum tipis.Di belakangnya, Faye hanya mencibir dalam hati. Apakah semua masalah juga bisa Brielle selesaikan ke depannya? Proyek ini sejauh ini sudah penuh dengan rintanga, dan perjalanan masih sangat panjang. Dia tidak percaya Brielle benar-benar bisa menaklukkan semuanya hingga akhir.Meski begitu, dia sendiri juga t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status