MasukSenyum Lambert membeku seketika. Setelah beberapa detik, dia menghela napas dan bertanya pelan, "Apakah karena pernikahanmu dengan Raka yang gagal, membuatmu nggak percaya lagi pada pernikahan?"Brielle berpikir sejenak sebelum menggeleng. "Itu masalahku sendiri. Memang pernikahan yang gagal membuatku kecewa, tetapi sekarang seluruh fokusku hanya untuk Anya dan pekerjaanku."Brielle memang tidak punya ruang untuk menjalin hubungan. Kariernya baru dimulai, anaknya masih kecil. Jika dia sembarangan menerima sebuah hubungan, itu malah terkesan tidak bertanggung jawab."Nggak apa-apa, aku bisa ...." Lambert menatapnya serius."Jangan begitu." Brielle memotongnya, "Kita teman baik. Aku nggak ingin melihat kamu menunda hidupmu hanya karena aku."Lambert menatap Brielle, terdiam beberapa saat. Tepat pada waktu itu, pelayan datang membawa makanan. Lambert menghela napas pelan. "Ayo makan dulu. Coba menu andalan restoran ini, kamu pasti suka."Brielle mengangguk. Dia melihat Lambert. Kata-kata
Sudut bibir Brielle terangkat membentuk senyuman sinis. Dia menoleh sedikit dan menjawab kepada pria di belakangnya, "Kalau aku mau menikah lagi, pasti aku kabari kamu."Ding!Lift tiba di lantai dasar. Brielle melangkah keluar tanpa menoleh sedikit pun. Di belakangnya, terdengar suara batuk Raka yang tidak lagi ditahan.....Tepat pukul dua belas siang, mobil Brielle berhenti di depan gedung Grup Seraphine. Hari ini, Lambert masuk kerja.Wajah Lambert terlihat jauh lebih baik dibanding terakhir mereka bertemu. Lengan yang sebelumnya dipasangi gips sudah dilepas, meskipun gerakannya masih agak kaku.Brielle turun dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Hal itu membuat Lambert sedikit canggung sekaligus terkejut. "Untuk buka pintu mobil, aku masih bisa melakukannya sendiri."Brielle tersenyum ramah. "Aku bilang akan merawat kamu sampai sembuh."Lambert naik ke mobil Brielle. Aroma lembut yang memenuhi interior mobil membuat suasana hatinya membaik dan bibirnya terangkat tanpa sadar.L
Jari Raka perlahan mengusap kotak beludru itu. Dia menoleh pada Brielle. Brielle langsung mengulurkan tangan dan mengambil kembali kotak hadiah yang cantik itu."Terima kasih."Bibir Raka terkatup dengan tegang. Di dalam matanya melintas kilatan gelap yang sulit terbaca. Melihat Frederick berhenti melapor dan malah memperhatikan mereka, jari Raka mengetuk meja. Ritmenya terdengar sedikit kesal.Frederick segera melanjutkan laporan, tetapi sepanjang sisa rapat, pertanyaan Raka menjadi jauh lebih tajam daripada sebelumnya.Untungnya, Frederick berpengalaman dalam presentasi. Meskipun dia bisa menghadapi tekanan dengan tenang, dahinya tetap berkeringat tipis menjelang akhir rapat. Para manajer senior lainnya bahkan langsung pergi begitu rapat selesai.Saat Raka berdiri, tiba-tiba dia terbatuk hebat. Satu tangannya menahan meja, buku jarinya memutih, dan napasnya terdengar sedikit terengah.Brielle tetap merapikan dokumennya tanpa berhenti, bahkan tidak menoleh sedikit pun."Pak Raka!" Fre
Malam hari, Brielle menerima telepon dari Frederick. Besok pukul sepuluh akan diadakan rapat pagi tingkat eksekutif dan dia berharap Brielle bisa meluangkan satu jam untuk hadir. Brielle pun menyanggupinya.Selain identitasnya sebagai peneliti, Brielle juga merupakan pengusaha dengan delapan perusahaan di bawah namanya. Malam itu, Brielle sementara menutup pekerjaan MD, membuka laporan yang dikirim Frederick, dan berdiskusi dengannya secara online untuk memahami detail situasi perusahaan.Keesokan paginya.Brielle mengenakan setelan biru safir yang rapi dan tegas, dipadukan dengan anting mutiara yang tampak sederhana nan elegan.Setelah mengantar Anya ke sekolah, dia mengemudi menuju Hotel Muse.Di restoran Hotel Muse, Brielle makan seperti tamu biasa. Di sampingnya ada manajer utama dan seorang asisten. Mereka memperhatikan dengan penuh kehati-hatian untuk melihat apakah Brielle puas dengan kualitas makanannya.Usai sarapan, Brielle mendorong pintu ruang rapat. Enam belas eksekutif be
Brielle mengejek pelan, "Nggak ada yang memaksa dia datang."Dengan atau tanpa dia, sama sekali tidak berpengaruh pada rapat hari ini.Melihat Brielle selalu waswas setiap kali menyebut nama Raka, Cherlina langsung diam. Tampaknya rumor yang dia dengar selama ini memang tidak benar. Katanya Brielle dan Raka ada kemungkinan rujuk.Padahal, dirinya cuma bermaksud diam-diam membantu!Setelah Cherlina pergi, Brielle tiba-tiba teringat sesuatu. Dia menekan nomor Madeline dan menelepon. "Bu Madeline, bisa bantu minta rumah sakit umum untuk mengirimkan hasil pemeriksaan terakhir ayahku?""Tentu bisa, kenapa mendadak minta itu?""Nggak apa-apa, aku hanya ingin melihatnya." Brielle tidak menjelaskan alasannya."Baik, nanti aku telepon pihak sana."Sekitar sepuluh menit kemudian, sebuah laporan medis masuk ke email Brielle. Dia segera membukanya dan memeriksa laporan pemeriksaan terakhir ayahnya. Ujung jarinya sedikit bergetar.Itu adalah laporan lima tahun lalu. Hasil pemeriksaan menunjukkan se
Rapat terus berlanjut, Raka menahan diri tetap fokus mendengarkan laporan persiapan proyek, meski sesekali masih terdengar suara batuk yang berusaha ditahannya.Brielle menunduk mencatat poin-poin rapat. Tiba-tiba Raka membuka suara dengan suara agak serak, "Brielle, untuk skema pengujian keamanan, kamu punya saran?"Saat namanya dipanggil, Brielle menatap Raka dengan tenang. "Perusahaan bisa menggunakan mekanisme perlindungan tingkat tiga. Rincian lengkapnya ada di halaman 15 laporan."Raka mengerutkan kening, lalu membalik dokumen ke halaman 15 untuk melihatnya.Setelah itu, tidak ada kejadian khusus. Rapat berakhir, semua orang mulai meninggalkan ruangan. Jared tetap duduk di tempatnya, menatap Raka dengan khawatir. "Pak Raka, kenapa bisa masuk angin?""Kena hujan," jawab Raka."Sudah ke rumah sakit ambil obat?""Ya, sebentar lagi aku pergi."Jared sempat tertegun. Raka ini benar-benar punya etos kerja luar biasa. Sudah sakit, masih memaksa datang ke rapat, dan bahkan rumah sakit pu







