*Happy Reading*
"Pulang!" ucapnya dengan suara dalam yang tegas sekali. Tanpa sadar aku menelan saliva kelat mendengarnya.
Dia beneran marah, pemirsah!
"Ta-tapi ... masih hujan, A'," cicitku sambil melirik keluar saung yang memang masih hujan lebat.
Tanpa kata, Alan meraih belakang tubuhnya dan memperlihatkan sebuah payung padaku. Lah? Kalau dia bawa payung, kenapa dia ujan-ujanan, ya?
Masih tanpa kata, Alan lalu membuka payung itu dan menyodorkannya padaku. Tak lama, dia memberikan kode untuk segera pergi dari sana.
"Eh, Aa kok duluan. Sini barengan. Biar gak kehujanan." Aku mencoba meminta atensinya.
"Sudah kehujanan."
Benar juga.
"Ya udah atuh. Jalannya jangan cepet-cepet. Licin loh ini. Nanti saya jatuh."
Kukira karena marah dia tidak akan memperdulikan rengekanku barusan. Ternyata dia memelankan langkahnya, dan langsung meraih tanganku untuk dituntunnya.
Pematang sawah sangat li
*Happy Reading*Aku tengsin banget!Demi apa? Bisa-bisanya aku nyosor Alan gak tahu malu kayak gitu. Mana kepedean lagi nyangka Alan pengen di cium. Ternyata eh ternyata. Tuhan ... boleh pinjem alat pemutar waktunya Doraemon, gak? Aku mau nyemaletin mukaku, yang sering banget ilang kalau depan Alan.Heran, deh. Kenapa sih, aku sering banget mempermalukan diri sendiri kalau dekat Alan? Pertanda apa, coba? Padahal, aku kan juga pengen kelihatan alim depan suamiku sendiri. Nah ini? Jatoh mulu harga diriku.Yang paling menyebalkannya lagi adalah, selain mulutnya yang asal ceplos itu. Wajahnya juga tetep aja lempeng bin kaku, meski udah dapet sosoran dari aku. Gak ada gitu merona atau ... minimal rona senang dapet hadiah dari bininya. Padahal, aku seneng loh disosor dia waktu di sungai. Kok dia nggak, ya? Apa ... sosoranku kurang?Au ah! Kadung malu, aku pun langsung ngacir aja kemaren. Inginnya sih, menghindar selamanya. Tetapi mana bisa? K
*Happy Reading*"Aku capek pacaran, Fan. Kapok tepatnya. Jadi, kalau kamu emang beneran serius sama aku. Langsung ketemu Abah aja, deh. Nanti pacarannya biar abis ijab qobul aja."Aku pun refleks menggaruk belakang leher yang sebenarnya tidak gatal, saat akhirnya teringat kalimat di atas yang kayaknya memang pernah aku ucapkan pada Irfan.Jangan tanya bagaimana kondisi wajah dan perasaanku. Tentu saja sudah memerah seperti orang demam kembali, dan kikuk parah.Ah, lagi-lagi aku mempermalukan diri sendiri."Sudah ingat?" Seakan tahu apa yang aku rasakan, Alan pun menyindir. Namun, tetap dengan wajah datar dan hanya melirik sekilas saja ke arahku. Membuatku langsung membuang muka ke arah jendela pintu di sampingku."Ternyata susah ya, nikah sama pengacara itu. Sukanya ngajak muter-muter mulu. Padahal jalan pintas langsung ke inti terbuka lebar. Tapi malah milih yang njelimet banget. Gak kasian apa, sama otak saya yang p
*Happy Reading*"Aa, ih! Jangan ambekan kenapa? Bukan gitu maksud Hasmi." Aku ingin meralat ucapanku, agar mood Alan kembali. "Hasmi cuma ..."Kemudian aku pun terdiam sejenak. Memikirkan cara lain untuk mengurangi rasa bersalahku, dan juga tak membiarkan Alan makin salah paham."Cuma apa?" Alan tidak sabaran."Cuma belanja sendiri, biar bisa nawar.""Berarti kehadiran saya memang sangat mengganggu?""Bukan!"Ih, nyebelin! Tumbenan dia ambekan gini.Aku kembali terdiam, memikirkan jalan tengah masalah ini. Gimana caranya bisa belanja sendiri tanpa menyinggung Alan? Tapi juga tidak membuat Alan menunggu dengan bosan.Tau sendiri kan, kalau ibu-ibu udah belanja. Pasti gak bisa bentar. Sekalipun aku belum jadi ibu-ibu. Tapi kadang jiwa ibu-ibu selalu terpanggil jika sedang belanja. Kasian Alan kalau harus kubuat menunggu lama. Karena itulah, sebisa mungkin aku harus cari cara biar Alan sibuk atau--Aha! Aku punya ide
*Happy Reading*Aku mematut diriku cukup lama di cermin kamar. Berlatih beberapa ekspresi berkali-kali. Juga memeriksa setiap detail wajahku dengan seksama.Akan tetapi, tetap saja pada akhirnya aku mendesah kecewa.Sial!Apa aku memang sudah setua itu?"Kamu ngapain?""Astagfirullahaladzim ..."Aku langsung berjengit kaget. Saat sebuah suara berat tiba-tiba muncul tanpa peringatan."Aa ih! Ngagetin aja tau, gak?" omelku akhirnya. Sambil mencebik kesal ke arah Alan, yang sore ini sangat tampan dengan peci dan koko putihnya.Ah, dia pasti baru pulang sholat dari masjid."Saya udah ucap salam tadi. Tapi gak ada sahutan," jawab Alan enteng, sambil membuka peci dan koko yang langsung memperlihatkan kaos polos yang dia kenakan didalamnya.Setelah menggantung koko dan peci di belakang pintu, pria itu berlalu pergi dan duduk di tepian tempat tidur. Sambil lewat, dia pun menyugar rambutnya yang masih sedikit
*Happy Reading*"APA YANG KAMU LAKUKAN PADA ANAK SAYA ALAN?! SAYA BUNUH KAMU KALAU TERJADI SESUATU SAMA ANAK SAYA?!"Alan langsung menjauhkan ponselnya dari telinga. Saat baru saja akan menyapa si penelepon, namun sudah di sambut seruan lantang penuh emosi. Membuatku cukup terkejut mendengarnya."Maaf. Tapi apa maksud Bapak? Saya tidak mengerti," balas Alan akhirnya. Menempelkan kembali ponselnya di telinga.Pria di depanku ini terdiam beberapa saat, menyimak dengan seksama ucapan orang di seberang sana. Keningnya tiba-tiba berlipat dalam."Maaf, Pak. Tapi saya benar-benar tidak mengerti maksud Bapak. Memanfaatkan? Membuang? Saya tidak pernah merasa melakukan itu." Alan kembali membuka suara lagi.Pria di hadapanku ini kembali terdiam menyimak. Dengan kening berkerut makin dalam. Alan lalu mendesah panjang dan berat, kemudian memijat keningnya beberapa kali."Saya turut prihatin dengan apa yang menimpa anak bapak. Tapi sek
*Happy Reading*Flashback onHari ini,adalah hari ulang tahun pacarku yang ke 27. Namanya Dimas dan dia adalah Dokter umum di kampungku.Sebenarnya aku udah sengaja ambil cuti beberapa hari buat merayakan ultah Dimas hari ini. Tetapi karena aku ingin memberikan kejutan padanya, semalam aku menelponnya jam 12.01 malam untuk mengucapkan selamat ulang tahun, dan pura-pura meminta maaf karena tahun ini tidak bisa pulang untuk menemaninya merayakan hari jadinya itu.Aku ini memberikan surprise gitu ceritanya, gengs. Seperti di tivi-tivi.Biar romantis aku bakalan datang tiba-tiba di depan kontrakannya, dan memberikan kejutan juga hadiah yang sangat dia idamkan selama ini.Sebuah henpon terbaru yang sangat dia idam-idamkan.Terus acara selanjutnya. Nanti aku bakalan ajak dia makan malam berdua dan ya ... pokoknya bakal menghabiskan waktu sama-sama. Apa aja? Yang penting kami bakal pacaran sampe puas.Sekaligus melepaskan rindu, yang su
*Happy Reading*Sebenarnya, saat mendengar nama itu dari umi tadi. Aku ingin sekali mengajukan seribu alasan untuk menolaknya. Bagaimana pun, rasa sakit itu masih kerap kali terasa kala aku mengingat mereka berdua.Nah, jika dengan mengingat mereka saja hatiku udah nyeri. Kalian bisa bayangin kan, gimana sakitnya kalau aku bertemu langsung dengan dua penghianat itu?Sakitnya sampe pengen nyakar kedua wajah mereka!!Tidak, aku bukannya belum bisa move on atau apa? Aku udah bisa move on kok, setelah kejadian itu. Serius, deh! Buktinya sejak kejadian itu, aku sempet menjalin hubungan dengan beberapa pria. Ya ... walaupun tidak ada yang berhasil satu pun. Akan tetapi, yang penting aku nggak trauma sama laki-laki, kan?Hanya saja, entah kenapa hatiku masih saja sakit, jika ingatan itu tak sengaja melintas di kepalaku. Rasanya nyesek gitu. Apalagi yang aku rasakan langsung doubel penghianatan. Dari cinta pertama, plus sahabatku. Jadi, ya ... kalian ngert
*Happy Reading*"Oh ya? Wah, selamat ya, Rin."Alih-alih sakit hati. Aku lebih suka mengikuti permainan Rina saja yang benar-benar keliatan ingin membandingkan aku dengan kakak perempuannya itu.Akan tetapi gak papa, katanya doa itu berbalik, kan? Makanya, aku sih doa yang baik-baik saja buat mereka, biar nanti baliknya baik juga sama aku."Makasih ya, Mi. Alhamdulilah rezeki si jabang bayi kayaknya," jawab Ririn, polos-polos ngeselin gimaaa gitu. Sambil mengusap perutnya yang sebenarnya masih rata, dan menggandeng tangan suaminya yang dari tadi hanya diam.Oh, dia hamil lagi."Wah, doubel selamat dong, ya? Moga sehat-sehat selalu ya, ibu sama debaynya sampai harinya." Doaku setulus mungkin.Tenang pemirsah, aku gak sejahat itu kok, sampai doain dia keguguran. Karena, seperti yang aku bilang tadi, doa itu berbalik. Jadi, siapa tahu abis ini aku yang isi, yee kan?Eh, iya lupa belum toel Alan. Gak papa. Nanti aku toe