Aku sebenarnya kurang cocok waktu Anto memilih untuk menikahi Ayu karena menurutku dia tidak sepadan denganku. Dia hanya seorang guru honorer biasa, sementara anakku Anto pengusaha yang tergolong sukses. Karyawannya saja 16 orang, dengan pendapatan puluhan juta dalam satu harinya.
Kenapa Anto malah memilih Ayu sebagai istrinya? Kenapa dia tidak memilih Irna saja? Padahal aku sudah begitu mengenalnya dan keluarganya. Aku sudah menjadi teman bisnis papa dan mamanya lama, saat mereka masih sama-sama kanak-kanak.
Kalau saja Anto menerima jodoh yang aku sodorkan untuknya, aku pasti akan berusaha membahagiakannya.
Harusnya anakku setidaknya lebih mengenal Irna yang mau aku jadikan istrinya, siapa tahu setelah mereka saling kenal akan ada kecocokan yang akhirnya bisa menjadikan mereka berjodoh.
Menurutku Anto terlalu gegabah, belum lama mengenal Ayu sudah langsung melamarnya. Andai saja waktu itu Gun adikku juga tidak memaksanya untuk se
Waktu terus bergulir, pelan namun pasti..bisnis suamiku kembali terpuruk karena pengambilalihan brand secara sepihak oleh Sinta dan suaminya. Aku semakin tidak habis pikir, yang ada dalam benakku aku merasa diperlakukan semena-mena dan hidup dalam ketidakadilan. Anto yang merintis bisnis dari nol dengan modal seadanya hingga bisa berkembang lantaran kerja kerasnya yang tak kenal waktu harus 'hancur' dalam sekejap hanya karena modal uang yang dimiliki Sinta dan suaminya begitu banyaknya. Aku kembali protes, berusaha mengeluarkan segala yang terasa begitu menyesakkan dadaku. "Gimana sih Mas...kok bisa begini?"tanyaku penuh emosi kepada Anto yang kulihat tetap tenang-tenang saja. “Aku sebagai istri kan juga berhak untuk menikmati dan mendapat nafkah lahir maupun batin dari suamiku! ucapku semakin tak terkendali. "Harusnya kamu proteslah Mas..itu kan bisnis kamu rintis
Di zaman tahun 1990n adalah masa paling membahagiakan bagi Ayu,karena di masa itu walaupun hidup dalam kesederhanaan namun kebahagiaan lahir batin tetap didapat.Hidup dalam lingkungan keluarga sederhana namun penuh keharmonisan membuat Ayu berkembang menjadi pribadi yang menyenangkan. Meski tidak bisa terbilang cantik, namun banyak dari kalangan lelaki yang jatuh hati karena kepribadiannya.Namun kebanyakan laki-laki entah mengapa seringkali merasa jengah bila mulai berdekatan dengan Ayu. Seperti ada sekat yang selalu menghalangi bila mereka mulai lebih jauh saling mengenal.Seringkali pula muncul keraguan dalam diri Ayu bila ada pria yang mulai berusaha ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengannya."Ay...sebenarnya banyak yang suka ke kamu lo..tapi sepertinya kamu kok tak acuh begitu sih?"suatu saat sahabat dekatnya bertanya.Ayu hanya mengedikkan bahu. Entah mengapa memang dia rasakan...dia sepertinya selalu en
Boleh dikatakan masa laluku lebih banyak merasakan kebahagiaan meski hidup dalam kesederhanaan. Saling pengertian, perhatian dan kasih sayang selalu diterapkan dalam kehidupan rumah tangga bapak dan ibu.Aku sebagai anak bungsu menjadi tumpuan kasih sayang dari kedua kakakku.Tak pernah sedikitpun keluargaku saling menyakiti baik berupa perkataan maupun perbuatan.Hingga kami sekeluarga sedari kecil hingga dewasa begitu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya meski dalam segala keterbatasan ekonomi. Sungguh berbeda ketika sekarang hidup berumah tangga. Sepertinya harta dan kenikmatan duniawi yang selalu dikejar oleh keluarga suamiku. Kesedihan dan rasa benci serasa semakin mengakar di hati sanubariku, bahkan sampai ke kedua anakku Mereka seperti tidak mau mengakui keluarga ayahnya sebagai bagian dari kehidupannya. Pun begitu dengan mamah mertuaku, hari-hari terasa ada jurang pemisah antara kami. Aku laksana
Ayu terperanjat kaget ketika tiba-tiba mamah Mertua nya datang mengunjunginya. Ayu tahu secara pasti maksud kunjungan ke rumahnya. Pasti tidak lain dan tidak bukan karena ingin mendiktenya. "Katanya Anto sakit Yu?" Mamah Mertua Ayu membuka percakapan sambil menerobos masuk ke rumahnya. "Jadi istri tuh ya Yu..harus bisa mengurusi suami. Lihat itu si Sinta..sesibuk apapun dia masih tetap bisa mengurusi keluarganya."katanya lebih lanjut. "Tolonglah Yu..urusi Anto dengan baik; ibadah Yuuu...ibadah..." dengan tanpa mempedulikan bagaimana perasaan Ayu yang mendengar cercaannya; mamah Mertua tetap saja melancarkan aksinya. Ayu bingung harus menjawab apa.Satu sisi dia merasa sebal dengan ucapan mertuanya yang sepertinya asal bicara; sisi lain dia ingin menerangkan apa yang sebenarnya terjadi. 18 tahun usia pernikahannya dengan Anto semestinya sudah cukup waktu untuk terjalin saling mengerti dan memahami ya..sifat dan sikap Ayu pun seharusnya mereka su
Pertengahan Juni 2002 di sebuah ruang kelas...,"Bu Guru...ada salam dari Anto." kata salah satu wali muridku yang kala itu sedang mengambil raport anaknya.Kujawab dengan sekedar basa basi,"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.""Mas Anto orangnya baik banget lo Bu Guru..itu yang punya toko di perempatan tugu..pasti bu Guru tahu."kata wali muridku panjang lebar tanpa aku memintanya.Aku begitu heran sama ibu Karsini; sepertinya dia begitu antusias ingin menjodohkan aku dengan Anto...entah apa sebabnya.Aku hanya tersenyum dan tidak begitu menanggapi ucapan wali muridku itu; karena boleh dikatakan dia bukanlah satu-satunya orang yang menyampaikan salam dari lawan jenisku.Aku tidak sedang menyombongkan diri; walaupun kala itu statusku baru sebagai tenaga honorer guru SD..tapi banyak dari orang-orang di sekitarku yang berusaha mengenalkanku dengan laki-laki yang menurut mereka cocok untukku. Mulai dari perawat, karyawan TU sebuah Perguruan Ting
Namaku Aryanto; tapi lebih dikenal dengan panggilan Anto. Aku sadar kalau umurku sudah diambang sebutan perjaka tua; 37 tahun. Tapi aku bingung harus bagaimana kalau urusan sama yang namanya perempuan atau lawan jenis.Berulang kali aku berkenalan dengan wanita yang kukira cocok untuk mendampingiku mengarungi bahtera rumah tangga; tapi selalu saja mereka ditolak mentah-mentah oleh Mamahku.''Tidak usah yang itu To...biar nanti Mamah saja yang carikan jodoh untukmu."selalu begitu ucapannya tiap aku pulang membawa calon menantu untuknya.Aku hampir saja putus asa...kalau saja aku tidak bertemu Ayu Pertiwi. Padahal aku hanya sekilas melihatnya di seberang jalan ketika dia berjalan pulang dari rumah muridnya yang sudah beberapa hari sakit. Sekilas aku melihatnya, hanya kerudungnya yang melambai ditiup angin. Dia berjalan berdua temannya...tapi entah mengapa; yang selalu kudengar nama Ayu yang disebut oleh Ibu Karsini tetangga depan gudangku."Bu Ayu can
Waktu terus bergulir...8 bulan hidup menumpang di rumah mertua kujalani dengan segala kuatku. Mamah Mertuaku benar-benar memperlakukanku seperti madu baginya. Ada saja alasan yang membuatnya benci padaku.Suatu pagi di hari Minggu,"Masak apa an sich Yu...kompor cuma satu malah dipakai masak kamu."celetuknya seraya melongokkan ke wajan yang aku pakai buat masak.Aku hanya terdiam..pikirku aku boleh meminjam alat-alat masaknya ya..toh kita hidup serumah; apalagi selama aku hidup di sana saja aku tidak benar-benar menumpang. Sering kulihat laporan keuangan Om Badi isinya hanya belanja kebutuhan keluarga suamiku saja; ada sayur mayur di pedagang keliling, minyak tanah, uang saku adik suamiku yang kuliah dan sebagainya dan sebagainya. Aku tak berani protes; karena sejak kecil terdidik untuk menerima dengan ikhlas rezeki dari Tuhan. Uang belanja 5 ribu yang kuterima sebagai nafkah dari Anto suamiku pun aku anggap sebagai rezeki yang harus aku syukuri; jadi kuanggap wajar kal
Kepindahanku ke rumah baru tidak serta merta menjadikan aku hidup bahagia. Ternyata tetap saja kehidupan rumah tanggaku didera cobaan. Ibuku yang merasa menaruh belas kasih ke aku berinisiatif untuk menemaniku menempati rumah baru. Sebetulnya tidak bisa dikatakan rumah baru; lebih tepatnya gudang yang berdinding separuh batu bata, separuhnya bilik bambu. Atap dari seng usang yang kalau hujan mulai turun bocor tidak karuan. Bisa dibayangkan kalau turun hujan lebat; air dengan deras masuk ke dalam rumah yang berlantaikan ubin tua yang sudah rusak sana sini. Rumah yang aku tempatu sendiri awalnya berupa gudang yang sekelilingnya banyak ditumbuhi pohon kayu kalba dan pepohonan tinggi lainnya. Di belakang rumahku tumbuh subur serumpun bambu yang konon dipercaya orang sangat disukai jin sebagai tempat tinggalnya. Entah atas perintah siapa, Om Badi membabat habis pohon bambu itu dan membakar pokok-pokok akarnya. Suasana sekeliling rumahku masih sunyi sepi. R