Share

2. Pada Akhirnya Menikah Paksa

Mimpi yang dibangunnya bersusah payah selama tiga tahun pun kandas hanya karena paksaan soal menikah di usia belia.

Pertengkaran yang tak bisa dihindari pun masih membuatnya kalah. Bahkan ayahnya menjadi diktator kejam bagi kehidupannya. Sudah cukup puas dia harus menangis berhari-hari dan merasa marah pada kedua orangtuanya akan ketidakadilan yang dialaminya.

Tok tok tok!

Meski mendengar ketukan pintu berkali-kali, tetap saja Lakshmi enggan untuk beranjak. Kepalanya pusing, berputar hebat usai menangis terus menerus karena meratapi nasibnya yang sungguh mengenaskan.

Tok tok tok!

“Mbak Ami, ini Bagus,” tukas adik kesayangan Lakshmi itu.

Lakshmi semakin tak ingin terlihat lemah di hadapan adiknya yang paling kecil. Yang mendengarkan seluruh cerita hidup sekaligus mimpi-mimpinya tanpa merasa jemu.

Hatinya teramat sakit sampai dengan derai airmata saja tak dirasa cukup. Sudah satu minggu sejak keputusan final Purwanto, dia sudah terikat di dalam kerangkeng kecil yang siap mengekangnya.

Dia pun beranjak, berjalan terseok-seok tanpa tenaga. Membuka pintu demi membiarkan si adik bungsu masuk ke dalam kamarnya.

“Ada apa Gus? Kenapa kamu ke sini,” lirihnya.

Bahkan dia menjadi sosok paling tak berdaya di antara para kakak si bungsu. Dia bahkan merasa malu untuk mengangkat wajahnya pada Bagus.

Bagus, remaja yang baru berusia empat belas tahun itu pun memandang iba kakak yang amat dia banggakan. Bahkan jika dia ditanya siapa orang yang paling berharga baginya, maka dia akan menjawab kalau Lakshmi lah orangnya.

Hanya Lakshmi yang memiliki kehidupan berani di matanya.

Bagus ingin rasanya membawa kabur Lakshmi kalau bisa. Dia mengenal Lakshmi teramat sangat. Lakshmi yang selalu mengurusnya dari kecil, bahkan dia berpikir kalau Lakshmi adalah ibu pertama baginya meskipun tak melahirkan dirinya.

Bagus segera maju, tangannya terangkat merangkul erat tubuh Lakshmi. Memberikan ruang dan tubuhnya untuk memberikan sedikit dukungan.

Dia melihat jelas wajah lesu Lakshmi, bertanda seakan tak ada kehidupan di mata wanita itu. Terlalu kejam orangtuanya sampai menerima lamaran pria hidung belang untuk kakaknya. Sinting! Dia bahkan amat tahu kalau pernikahan itu tak akan pernah diinginkan oleh Lakshmi.

Lakshmi semakin menahan tangisnya, benar-benar tak ada salah satu pun keluarganya yang seperti Bagus. Memeluknya kala dia benar-benar terpuruk.

“Makan dulu ya Mbak? Bagus enggak senang liat Mbak begini. Manfaatkan si bandot itu untuk Mbak ambil uangnya. Kuliah tetap lanjut, kalau perlu habiskan saja uangnya Mbak.”

Lakshmi terdiam mendengarnya. Sesak di dadanya teramat sangat mengimpit sampai rasanya dia sudah muak untuk menangis demi mendapatkan kebebasannya.

Bagaimana bisa Bagus berpikir begitu? Dia hanyalah bocah yang usianya masih awal belasan tahun.

Lakshmi menggeleng, dia tersenyum meringis. Tangannya ikut membalas pelukan Bagus yang memiliki tubuh cungkring.

“Harusnya kamu yang makan banyak, Gus. Badan kamu kurus begini,” ringisnya. Dia amat menyadari kalau keluarga mereka miskin. Bahkan Bagus harus minum air tajin saat ASI sang ibu seret. Bahkan Bagus diberi makan bubur nasi bukannya bubur bayi dan MPASI yang baik.

“Begini-begini, Bagus itu kuat kok kalau disuruh kuli.”

Sontak Lakshmi melepaskan pelukannya, menatap tajam si adik bungsu. “Jangan pernah kamu kuli! Sekolah lah yang tinggi sampai kamu bisa bekerja kantoran, sampai orang-orang tak lagi memandang jelek pada kita,” desisnya seakan menaruh sumpah itu kepada si bungsu.

Bagus hanya menyengir saja. “Jadi Mbak juga enggak boleh menyerah. Bagus mau liat Mbak jadi orang sukses, keliling dunia seperti yang Mbak mau, berfoto di Menara Eiffel dan berenang di danau Swiss.’

Lakshmi semakin tersenyum. Di saat kakaknya tak ada yang datang untuk menghiburnya, di saat orangtuanya lebih memilih mengabaikan penolakannya, adik bungsunya lah yang menghiburnya saat ini.

Air matanya bahkan mengalir lagi, mencoba tersenyum dan mengangguk di hadapan Bagus. Dia kembali merengkuh tubuh kurus adiknya, menangis tersedu sedan.

Dia berjanji, hanya hari ini saja dia menangis seperti ini. Derita yang dia alami akan dijadikan balas dendam. Dia tak pernah mau berterima kasih kepada orangtua yang memutuskan melahirkannya namun malah memaksanya menuruti keinginan mereka.

***

“Nak, bangun. Sudah saatnya kamu dirias.” Suryani mengguncang tubuh putrinya pelan. Sebenarnya selama tujuh hari ini dia sudah malu untuk menampakkan wajah di depan Lakshmi.

Dia menjadi orang yang membuang kebebasan putrinya sendiri. Bahkan tangisan airmata penuh penyesalan itu pun tak mungkin bisa membayarnya untuk keadaan ini.

Lakshmi sayup-sayup mendengar suara yang mengganggu tidurnya. Semakin mengenali suara itu, semakin cepat dia bangun. Tanpa suara, mengabaikan kehadiran ibunya dan memilih untuk segera melakukan salat subuh.

Suryani semakin menunduk, diam membisu. Hatinya sakit saat diabaikan oleh Lakshmi saat ini. Memilih untuk keluar kamar dan segera mempersiapkan hal lainnya. Pagi ini, akan ada akad putrinya dengan lelaki yang telah melamarnya.

Lakshmi merasakan pusing di kepalanya. Dia hanya mampu memijat keningnya saja, duduk di depan meja rias dengan cermin besar yang memantulkan bayangan wajahnya.

Ia meringis, melihat wajahnya yang babak belur tak terawat. Bahkan dia sendiri tak pernah mengenal yang namanya skincare. Kehidupan remajanya terlalu keras untuk bisa menggapai mimpi, yang saat ini sudah menjadi mustahil baginya.

Tangannya terkepal kencang, amarahnya seakan tak pernah reda memikirkan ayahnya sendiri. Bahkan marahnya mengular pada kakak-kakaknya yang terlalu kejam untuknya.

“Ayo, dirias dulu ya Mbak?” utas sang MUA yang diyakini olehnya belum berpengalaman dan seadanya.

Masa bodo mengenai uang mahar dan lain sebagainya. Dia akan meminta ganti kebebasannya sebelum akad.

“Beruntung loh, anakmu iku dikawini sama putra juragan. Meski istri kedua, pasti hidupnya makmur. Kamu juga akan makmur, Yani.”

Suara obrolan terdengar bahkan sampai ke kamarnya. Kamar yang hanya berdindingkan anyaman bambu tentu tak akan bisa menghasilkan ruang kedap suara.

Yang mendengar bukan hanya dia seorang, melainkan dua perias yang sibuk merias wajahnya. Bahkan wanita itu pun ikut meringis, tak terkejut dengan berita pernikahan istri kedua anak juragan.

Tck, apa istimewanya menjadi istri kedua? Bahkan Lakshmi semakin merasa benci kepada lelaki yang berani-beraninya melamar gadis remaja yang sedang di tahap dewasa awal.

“Sudah selesai Mbak.”

Lakshmi segera membuka matanya. Dia tak akan memuji riasan yang menjadikan wajahnya cantik dengan sanggul besar yang berhiaskan susunan melati dan juga cunduk mentul. Beban di kepalanya masih belum ada apa-apanya dibandingkan beban hidupnya.

“Terima kasih.” Bahkan nada suaranya datar tanpa emosi.

Ada banyak benci yang ia sematkan kepada orang-orang. Termasuk keluarganya sendiri saat ini. Dia sudah tak akan pernah menganggap mereka keluarga lagi.

“Cantik sekali kamu Nak.” Suryani masuk ke dalam kamar, memberanikan diri untuk melihat putrinya. Senyumannya nampak semringah.

Namun, Lakshmi masih saja menatap datar. Tak merasa bahagia dengan pujian itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status