Share

3. Dinikahi Pria Bandot

Semua anggota keluarga Lakshmi berkumpul di kamarnya. Para kakak-kakaknya, satu kakak perempuan yang tengah menggendong anak tersenyum juga, dan kedua kakak laki-lakinya pun tak kalah semangatnya mengucapkan selamat dan berbahagia karena pernikahan Lakshmi.

Lakshmi semakin benci melihat senyum yang tersungging di bibir mereka. Dia muak, dia sama sekali tak menginginkan pernikahan.

“Mbak enggak menyangka akhirnya kamu menikah, Ami,” ucap kakak perempuannya sambil tersenyum haru.

“Kamu sebentar lagi menjadi istri, Lakshmi. Kamu tak perlu risau soal biaya hidupmu lagi. Ada laki-laki yang bertanggung jawab nantinya,” tukas salah satu kakak laki-lakinya.

Lakshmi semakin menarik bibirnya menjadi segaris. Matanya bahkan sudah menatap penuh benci.

“Kalian semua puas membuatku seperti ini hah?! Aku tak perlu ucapan selamat kalian yang busuk itu!” sentaknya cepat, sudah tak tahan mendengar basa basi busuk yang sama sekali tak memberinya penghiburan.

Semua terdiam, menatap penuh rasa tak percaya saat mendapatkan sentakan dari adik mereka yang tak pernah banyak bersuara.

“Lakshmi! Kamu tak sopan kepada kakak-kakakmu!” Kali ini Suryani ikut membentak.

“Kami semua ingin kamu bahagia, Ami.”

Lakshmi semakin sinis mendengarnya. Rasanya dia ingin membunuh semua keluarganya jika bisa. Sayangnya, dia masih takut dosa.

“Apa? Bahagia kau bilang?! Aku bahkan tak pernah bermimpi menikah muda! Kalian semua hanya mencari alasan, takut kalau aku meminta uang kepada kalian! Menganggap aku beban hanya karena aku pulang dan makan sehari-hari!” cecar Lakshmi lagi.

“Lakshmi! Jaga bicaramu!” Kali ini yang menyentak bukan lagi kakak perempuannya, tapi melainkan anak laki-laki dan anak sulung yang jarang bersuara dan selalu berwajah datar.

Lakshmi semakin panas, bahkan di dalam kamar itu pun sudah terdengar sampai luar keributannya. Semua sanak saudara dan kerabat yang tengah berada di dalam rumah pun ikut terdiam.

“Sejak kapan kalian peduli padaku hah?! Kalian khawatir aku meminta uang untuk biaya kuliah! Bahkan sepeser pun sampai saat ini aku tak pernah minta! Sekarang, dengan seenaknya kalian menjodohkanku! Menerima pinangan dari pria bangkotan yang katanya anak juragan! Rela melihat anak dan adik kalian dinikahi untuk dijadikan istri kedua!” Nada bicara Lakshmi semakin meninggi, biar saja dia dicap sebagai anak durhaka. Ia sudah tak peduli.

Semua diam.

“Terserah padamu Lakshmi, aku keluar dulu Bu,” desis kakak pertama Lakshmi yang sudah enggan untuk berkumpul.

Airmata sang ibu dan juga kakak perempuan Lakshmi sudah mengalir deras. Sementara kakak keduanya masih saja diam membisu. Seakan Lakshmi sudah melempar granat ke wajah mereka semua.

“Apa jawaban kalian dengan kebabasanku yang kalian renggut? Kalian memperlakukanku seperti barang yang bisa dilontarkan dan dijual dengan seharga mahar. Persetan! Kalian hanya memikirkan uang saja!” tekannya, dia sudah tak ingin berbasa-basi lagi.

“Setelah ini, saat aku sudah menjadi istri dari pria bangkotan itu, cukup sampai sini saja hubungan keluarga yang aku anggap. Setelahnya, bahkan aku tak akan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi.”

“Lakshmi!!!”

“Lakshmita Arjanti jaga bicaramu!!!”

Semua orang di dalam kamar itu tercekat, mendengar suara yang mereka sangat kenal. Purwanto, ayah mereka. Yang tiba-tiba saja sudah ada di dalam kamar. Berdiri dengan mata melotot ke arah putrinya, Lakshmi.

“Tidak perlu Bapak menasihatiku, aku sudah tak butuh. Bahkan aku tak pernah percaya restu orang tua.” Lakshmi segera bangun, menyeret tubuhnya keluar kamar.

Tangisan Suryani semakin melengking, begitu juga kakak perempuannya. Tapi Lakshmi sudah tak peduli. Dia bagaikan alat yang digunakan saat butuh dan dijual saat sudah menjadi beban. Bahkan dia tak merasa kedua orangtuanya merawatnya.

Semua orang menahan napasnya, yang tadi berbisik saling menggosip pun bahkan tak bersuara ketika sang pengantin wanita keluar dari kediamannya.

Mata mereka memandangnya intens, tapi Lakshmi tak peduli. Dia lebih baik menuju kamar Bagus dan menguncinya.

“Bagus, tolong kabari Mbak kalau akad dimulai,” ucapnya pada Bagus yang juga terperangah. Tak menyangka Lakshmi akan membuat keributan seperti saat ini.

Bagus hanya mengangguk saja. Dia pun tak rela melihat kakak yang amat dicintainya itu menderita.

***

“Mbak, ayo keluar. Akad akan dimulai.” Bagus segera memberitahukan di saat penghulu datang.

Suryani tak berani untuk memberitahukannya secara langsung, dia terlanjur shock dengan perlakuan Lakshmi. Sementara kakak-kakaknya sudah enggan berurusan dengan adik mereka yang keras kepala dan beberapa ucapan Lakshmi menohok sampai ke sudut hati mereka.

Sementara Purwanto masih sibuk berbincang dengan para tetua dan tamu kehormatan.

Lakshmi membiarkan pintu terbuka. Dia digandeng Bagus, dituntun menuju pelaminan. Bahkan dia tak pernah ingin bertanya mengenai rupa calon suaminya. Dia tak pernah berangan mendapatkan apa pun dari pernikahannya selama tujuh hari menolak. Dia sudah muak.

Matanya terus melihat langkah kakinya saja. Berjalan normal dengan hati yang sudah beku. Tanpa tahu kalau ada pria yang terus menatapnya sampai Lakshmi berdiri di hadapannya.

Pria itu tersenyum semringah, melihat si gadis yang sudah berias cantik.

Lakshmita Arjanti. Namanya bahkan sukses membuat debaran di dadanya meningkat pesat. Semakin kencang seakan mendobrak barisan rusuk yang melindungi jantungnya.

“Baik, karena kedua calon mempelai sudah di sini, mari kita segera mulai saja akadnya.”

Lakshmi duduk di samping pria yang jelas dia kenali bajunya. Baju yang sama dengan pakaian adat yang dipakainya.

Dia hanya menunduk, enggan untuk melihat wajah-wajah antusias yang menjijikkan baginya.

Tangan sang ayah sudah berjabat dengan tangan calon mempelai pria, semua orang mulai mendengarkan tanpa suara dan penuh khidmat.

“Saya nikahkan dan kawinkan engkau, Darius Raymond Mahendra bin Erwin Mahendra dengan Ananda Lakshmita Arjanti binti Purwanto dengan maskawin perhiasan dua puluh empat karat seberat tiga puluh gram dan uang sebesar dua puluh lima juta rupiah dibayar tunai.”

Mendengar jumlah mas kawin membuat napas yang menyaksikan semakin terhenti. Mata mereka terbelalak dan mulai saling berbisik.

Lakshmi sama sekali tak mendengar jelas. Di dalam pikirannya hanya ada rasa benci dan dendam yang mulai menggunung.

“Saya terima nikah dan kawinnya Lakshmita Arjanti binti Purwanto dengan maskawin tersebut dibayar tunai.”

Dalam satu tarikan napas, kalimat kabul diucapkan penuh ketegasan.

“Alhamdulillah.”

Semua orang mulai bernapas lega, merasa lega dengan proses akad yang begitu cepat dan lancar. Bahkan semuanya sudah tersenyum semringah, merasa ikut berbahagia dengan apa yang dirasakan oleh sang pengantin. Mungkin, hanya pengantin pria saja. Sedangkan pengantin wanita hanya duduk menunduk saja.

“Ayo, pasangkan cincinnya.” Bahkan sang wali nikah pun mencoba memerintah sang pengantin saling bertukar cincin.

Lakshmi menarik napasnya panjang sebelum akhirnya tangannya ditarik oleh pria yang duduk di sampingnya.

Mau tak mau dia bahkan harus mengangkat pandangannya. Saat itu juga dia seakan sedang melihat sesuatu yang bisa membuat nyawanya tercabut saat itu juga.

Menahan suaranya yang siap menjerit kala melihat wajah seorang pria yang amat sangat dikenalinya.

“Halo Lakshmi,” sapa pria itu sambil tersenyum sedangkan tangannya memasangkan cincin di jari manis gadis itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status