“Ti tidak perlu! Saya di sini … saja,” cicit gadis bersurai panjang itu dengan wajah menunduk. Dia memang sedang gugup, memikirkan satu kamar dengan pria lain saja sudah membuat tubuhnya jumpalitan.
Dia bukannya tak menyadari kalau sudah menikah, tetapi sekamar dengan pria di saat dia masih perawan adalah hal yang tak bisa dia terima.
Bibir Darius berkedut mendengarnya. Dia bisa melihat kekhawatiran dan tingkat waspada Lakshmi menjadi meningkat dua kali lipat setelah melangkah masuk ke dalam kamar.
Darius sedang tak ingin berdebat. Sejujurnya otot-otot di tubuhnya sudah terlalu tegang dan membutuhkan rileksasi. Dia sampai berbalik, memijat keningnya sendiri. Dengan mata telanjang, Lakshmi bisa melihat punggungnya yang kuat dan bahu yang lebar.
Betapa Darius nampak frustrasi menghadapi gadis keras kepala itu.
Dia berbalik, menatap tajam Lakshmi. “Aku sedang tak mau berdebat dengan sikap kekeraskepalaan kamu, Lakshmi. Sebaiknya malam ini kita bekerja sama.”
Lakshmi memilih mengalihkan pandangannya, mendengus. Masih tak mau menuruti keinginan Darius.
Darius pun maju selangkah. Iris pekatnya terus menerus menatap intens gadis itu sampai mengalirkan rasa gugup yang tiada tara. Bahkan rasa panas semakin menjalar seakan Darius sedang mengulitinya saat ini.
Lakshmi semakin menegakkan punggungnya, bersikap defensif barangkali pria itu akan melakukan sesuatu karena dirinya masih saja tak mau menuruti perkataan pria itu.
Alis hitam yang melengkung indah tampak mengerut tak suka. Tapi Darius sengaja, masih diam seribu bahasa sambil melangkah mendekat.
“Jangan mendekat! Sa saya bisa teriak nanti!” pekik Lakshmi yang semakin tersudutkan dengan jarak antara dia dan Darius semakin terkikis dengan langkah kaki panjang pria itu.
Darius menyeringai, tangannya yang kekar pun masuk ke saku celananya. Menunjukkan sisi dominan yang tak mau dia sembunyikan lagi. Malam ini, dia ingin wanita itu sedikit menurut padanya.
“Silakan saja berteriak. Mereka hanya berpikir kalau kita tengah bercinta di malam pertama.”
Deg!
Jantung Lakshmi seketika meluncur dari tempatnya sampai ke perut. Ada tonjokan di perutnya sampai rasanya mulas melilit. Dia semakin berdebar, debaran di dadanya yang menunjukkan rasa panik dan takut.
Tangannya meraih bantal sofa, menutupi tubuh kurusnya dengan bantal itu. “Ka kalau anda mendekat, a aku akan … melemparnya!” ancam Lakshmi lagi.
Darius terkekeh, meremehkan Lakshmi. “Are you kidding me? Bantal itu tidak akan ada rasanya bila mengenaiku, Lakshmi.”
Yang tadinya hanya ingin membuat Lakshmi menurut, pria itu malah semakin senang untuk bermain-main. Dia ingin melihat sampai mana Lakshmi akan menyerah setelah ini.
Lakshmi semakin melotot takut. Dia bahkan mulai menarik kakinya menekuk ke atas sofa. Membentuk barikade pertahanan. Bayangan saat ciuman pertamanya sudah diambil paksa oleh pria itu saja membuatnya mual, apalagi membayangkan kalau malam ini pria itu merenggut kesuciannya juga. Tak akan lucu jika dia diperkosa oleh suami sendiri.
Melapor pada polisi pun akan ditertawakan. Istri mana yang konyol melaporkan suaminya sebagai bentuk kejahatan?
“Ja jangan mendekat!” Lagi-lagi Lakshmi berteriak. Dia mengangkat kedua tangannya, lurus. Mencoba menghalau tubuh Darius kalau-kalau mendekat.
Darius sudah berdiri di hadapan gadis itu. Dia masih berdiri arogan dengan tatapan tajamnya yang seakan sudah biasa.
Lakshmi menahan napasnya saat pria itu menunduk, menyejajarkan wajah mereka. Jarak wajah mereka begitu dekat. Lakshmi spontan menutup matanya rapat-rapat, sedangkan bibirnya terkatup rapat. Wanita itu sama sekali tak mau kejadian buruk tadi siang terulang lagi.
Darius diam saja. Dia menatap lamat-lamat wajah Lakshmi. Entah kenapa hanya dengan menatap paras ayu tanpa make up saja sudah membuat reaksi tubuhnya berbeda. Ada sengatan yang mampu membangkitkan apa yang ada di dalam tubuhnya.
Tangannya terangkat, membelai pipi mulus nan tirus milik gadis itu. Lakshmi semakin tegang, matanya memejam semakin rapat, mengerut tanda dia tak suka. Bahkan dia berusaha untuk menenggelamkan wajahnya di dalam lipatan tangannya.
Lakshmi berjengit, napasnya tertahan hanya karena merasakan telapak tangan yang kasar tengah membelainya. Jantungnya berdegup hebat, memikirkan apa yang akan dilakukan oleh pria itu. Ia hanya tahu skenario di dalam drama korea yang pernah dia tonton. Apa Darius akan menciumnya?
Namun, tidak ada apa pun yang terjadi selain belaian di pipinya berakhir. Namun, matanya terbuka lebar saat merasakan ada tangan yang menyelinap di balik punggung dan tekukan lututnya.
Dia berteriak saat pandangannya melayang. “Aaaa, a apa yang anda lakukan?! turunkan saya!” Dia panik, berusaha untuk berontak.
Tanpa tahu kalau pergerakannya sudah semakin membuat inti Darius menegang. Darius mendesis, “diamlah, atau aku akan melemparmu keluar,” ancamnya.
Mengingat berapa ketinggian kamar mereka, Lakshmi segera menurut. Dia yang phobia ketinggian pun memilih untuk diam. Bersikap menurut setelahnya.
Darius menurunkan Lakshmi di atas ranjang. Wanita itu siap melesat jika kedua tangannya tak mengurungnya.
“Tidur di sini. Aku tak akan melakukan apa pun yang memaksamu untuk melakukan kewajibanmu. Aku yang tidur di sofa.”
Lakshmi akhirnya berhenti memberontak. Darius segera melepaskan kungkungannya. Lakshmi semakin memundurkan tubuhnya saat dirasa Darius akan mengambil kesempatan.
Hup!
Mata Lakshmi membulat begitu mengetahui apa yang Darius lakukan. Demi Tuhan, pria itu hanya mengambil bantal saja! Lakshmi semakin merasa malu, namun dia tak peduli. Memilih untuk segera berbaring sambil menarik selimut mengumpul di tubuhnya. Seakan membangun barikade kalau-kalau Darius melakukan sesuatu nantinya.
Darius menyeringai, dia merasa lucu dengan Lakshmi. Namun, dia menghentikan keusilannya untuk malam ini. Tubuhnya sudah berontak.
Sebenarnya dia ingin sekali berbaring di samping Lakshmi dan memeluk istrinya untuk berbagi kehangatan. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa selain dia yang merasa kesal mendapati penolakan terang-terangan dari gadis itu.
Darius pun membaringkan tubuhnya. Matanya berkali-kali melihat ke arah tubuh teronggok yang bergerak gelisah. Dia tahu kalau Lakshmi tak mengantuk. Jelas saja, karena gadis itu tidur sepanjang perjalanan mereka.
Bagaimana bisa gadis itu tidur mengabaikannya saat ini? Tak mungkin bisa.
Kelopak matanya menutup dan membuka perlahan, namun irisnya masih menangkap objek indah yang tak jauh di depannya. Dia menikmatinya walau hanya menatap tubuh Lakshmi yang memunggunginya.
“Aku harap kita bisa bicara besok,” tukasnya.
Lakshmi jelas mendengarnya meskipun dia berpura-pura memejamkan matanya. Membayangkan Darius yang menatapnya di belakangnya saja sudah menambah kadar panas dingin di tubuhnya.
Namun, lama kelamaan yang terdengar hanyalah kesunyian saja. Lakshmi semakin merasakan kesepian melandanya malam itu.
Dia yang masih memikirkan kemarahannya yang menumpuk serta rasa kecewa yang mendalam pada kedua orangtuanya pun tak kuasa menahan tangis. Dia menutupi tubuhnya sendiri dengan selimut sampai ke kepala, berharap tangisan lirih itu tak terdengar oleh Darius. Dirasa kalau dia sudah terlalu lelah sampai akhirnya pecah sudah tangisnya.
Darius masih diam saja saat pagi ini dia mengajak Lakshmi untuk pulang. Dia masih mengingat jelas semalam Lakshmi yang menangis lirih di dalam selimut. Apa Lakshmi pikir tangisannya tak terdengar? Demi Tuhan, bahkan tangisan itulah yang membuatnya semakin susah untuk tidur. Dan dia pun tertidur di jam tiga pagi!Bagaimana pusingnya dia saat ini ketika harus mengendarai mobil untuk ke rumah dan membuka mata agar tak terjadi kecelakaan tentunya. Namun, tangisan lirih penuh penghayatan itu malah semakin terngiang-ngiang di kepalanya.“Kuharap kamu akan menyukai rumah kita.”Kita?Lakshmi mendengus geli mendengarnya. “Rumah anda yang dimaksud,” ralatnya segera.“Rumah kita. Rumah untuk tempat tinggal kita berdua.” Darius masih tak paham dengan sindiran itu.“Oh, pasti istri pertama akan merasa sakit hati luar biasa ya saat ini? Pulang-pulang membawa istri baru,” sindir Lakshmi kembali.Darius menoleh, menatap Lakshmi tak percaya. Rahangnya mengeras saat gadis itu mneyindirnya telak. Ada b
Seketika Lakshmi terdiam kaku, bahkan aliran darahnya seakan ikut terhenti begitu juga napasnya. Benda kenyal yang terasa dingin tengah menghisap bibirnya kuat dan tergesa-gesa. Demi Tuhan. Darius tengah menciumnya lagi sekarang! Namun, rasa mual menyerang perutnya saat ingatannya berputar di malam kemarin. Malam saat Darius memasuki kamarnya. “Le--pashh!” Suara Lakshmi tersendat-sendat selagi tangannya mendorong kuat Darius agar melepaskan pagutannya. Darius membuka matanya, irisnya gelap. Namun, ia bisa menguasai emosinya saat itu. Melihat Lakshmi yang menatapnya penuh benci dengan segala emosi yang dirasakan sekaligus juga bagaimana dirinya yang tak kuasa untuk menahan diri. Dia mencoba tenang walau bibir itu kini menjadi candu baginya, rasanya bak zat adiksi yang ikut membuainya dan membuatnya melayang nyaman. “Kau--sialan!” maki Lakshmi yang segera berbalik, keluar kamar. Bruk! Lakshmi sekuat tenaga membanting pintu kamar itu. Napasnya terengah-engah, masih dengan tangan
Darius baru saja terbangun dari tidurnya, dia melihat ke sisi kirinya. Ranjang itu sudah kosong. Dia hanya berbaring sendirian. Sontak dia panik. Segera saja dia bangun, mencari keberadaan istrinya. Takut kalau-kalau Lakshmi malah kabur karena terbangun dengan kondisi sekamar dengan sang suami. Langkah kakinya bahkan terdengar nyaring saat menuruni tangga. “Mbok! Mbok!” teriak Darius, berusaha mencari sang ART. Dia menuju ke dapur, karena panik bahkan kepalanya tak bisa berpikir dengan benar. “Mbok, tadi apa pintu terbuka?” Lina yang terkejut mendengar suara menggelegar milik Darius buru-buru keluar dari dapur. Sementara Lakshmi hanya berusaha memotong sayuran dengan pandangan terus menunduk. Bahkan dadanya benar-benar bergemuruh hebat, memikirkan kalau semalam dirinya kecolongan. “Ada apa, Den? Kok pagi-pagi malah teriak-teriak begitu?” Darius buru-buru menghampiri Lina, “tadi pagi pintu utama terbuka?” Lina menggeleng, terkekeh, “aduh, hehe. Den, mana ada pintu kebuka? Den
Darius mengernyit heran, dia menyadari kalau Lakshmi terlalu lama berada di dalam kamar mandi. Tok tok tok. Sengaja dia mengetuk pintu kamar mandi. “Lakshmi, kenapa lama sekali? Aku perlu mandi,” ucapnya. Lakshmi yang tengah bingung pun terkejut. “Ah, ya … ya, saya sudah selesai!” “Kalau begitu cepatlah keluar,” pinta Darius tak sabaran. Dia sendiri memang dikejar waktu saat ini. Dia harus pergi bekerja. Lakshmi bingung, dia tak punya handuk dan bajunya basah! Astaga … apa yang harus dia lakukan sekarang?! “Euhm … kamu … tunggu luar dulu!” teriak Lakshmi. Darius mengernyit, heran tentu saja. “Kenapa harus? Aku harus mandi, Lakshmi. Semua peralatan mandiku di dalam sana.” Lakshmi semakin merasa panas mendengarnya. Memikirkan kalau dirinya benar-benar melakukan hal bodoh tadi. Dia tak pernah tahu bagaimana rumah mewah yang ditempatinya mampu melakukan perponcoan padanya hanya karena dia baru saja tinggal di sini. “Ba … baju saya basah!” Darius terdiam mendengarnya. Dia masih
Lakshmi bingung, apa yang harus dilakukannya selama berada di rumah Darius. Dia bahkan sama sekali tak memiliki kegiatan berarti.Apa dirinya disebut menumpang hidup saja saat hanya melakukan makan, tidur dan sembahyang? Bahkan Si Mbok sama sekali tak membolehkannya memegang sapu.Tapi … itu lebih baik daripada dirinya harus melihat wajah Darius seharian. Yang ada dia malah semakin kesal kalau sampai melihat pria itu di rumah.“Non, kok diam saja?” Si Mbok yang memang selalu berada di rumah pun melihat Lakshmi yang tengah bengong walau televisi di depannya menyala.Lakshmi terkejut, dia meringis saat tahu Si Mbok sudah duduk di sampingnya.“Tidak Mbok, saya hanya … bingung.”“Loh, bingung kenapa?”“Tidak ada kegiatan, hehe.”Si Mbok hanya ber-oh ria saja mendengarnya. Tapi … dia pun teringat akan ucapan Darius mengenai libur semester.“Non … pasti masih kuliah ya?”Pertanyaan itu malah membuat Lakshmi semakin diam. Bingung ingin menjawab apa.“Memang sih, libur semester tuh pasti lama
Benar saja, Lakshmi menjadi bebas untuk beberapa hari. Dimulai dengan dirinya yang mengikuti saran Si Mbok untuk kursus memasak secara gratis.“Non, ini ongkosnya.” Si Mbok terburu-buru memberikan beberapa uang lembaran merah dengan nominal tertinggi.Lakshmi terpekur, dia memandangi Si Mbok dengan bingung. “Ini apa Mbok?” tanyanya.“Loh, ini loh Non. Sebenarnya pas kemarin Mbok bilang sama Aden, kalau Non mau ikut kursus. Dia minta Mbok berikan uang saku Non. Katanya dia lupa buat kasih ATM sama Non karena buru-buru kerja,” tutur Si Mbok masih dengan tersenyum ramah.Lakshmi semakin terkejut mendengarnya. “Tapi Mbok … ongkosnya tidak sebanyak itu.”Dia bahkan terkejut karena Darius memberinya uang saku. Kenapa juga? Apa karena status mereka suami istri? Atau karena Darius kaya raya?“Loh, ini mah wajar. Aden bilang segitu, ya berarti itu untuk Non. Sudah, nih. Cepat ambil.” Bahkan Si Mbok memaksakan lembaran uang kertas itu ke dalam genggaman tangan Lakshmi.Lakshmi masih membeku beb
“Mbok, aku pergi ya?” pamit Lakshmi dengan terburu-buru memakai sepatunya.Si Mbok pun tergopoh-gopoh menyongsong gadis muda itu. “Non, tunggu, ini uang sakunya,” teriaknya dari dalam rumah.Lakshmi terperanjat mendengarnya. Dia mencoba menghitung sudah berapa kali dirinya mendapatkan uang saku?Wanita bertubuh gempal itu pun tersenyum sambil menyodorkan beberapa lembar uang ke tangan Lakshmi.“Ini Non.”Lakshmi tak segera menerimanya, “tapi Mbok, ini uang jajan aku masih banyak kok. Kenapa Mbok kasih setiap hari?” tanyanya merasa segan.“Loh? Ya memang sudah begitu. Aden sendiri kok yang bilang kamu dapat uang saku, kan dia belum sempat tanya rekening kamu jadinya belum bisa langsung transfer. Sudah sudah, cepat sana pergi. Ini uangnya.” Si Mbok pun segera meletakkan paksa uang itu ke dalam genggaman Lakshmi.Lakshmi yang tadinya ingin menjawab pun sudah dipanggil oleh Parjo untuk segera berangkat pun segera menyongsong ke mobil.Pikirannya semakin berlarian, memikirkan kemungkinan-k
Sontak Lakshmi terbangun dari duduknya, matanya terbelalak saat melihat wajah Darius yang garang. Bukankah pria itu memerintahkannya untuk masuk ke kamar?“Saya sudah masuk ke kamar,” jawab Lakshmi berusaha cuek dan berusaha agar tatapan tajam Darius tak mengintimidasi dirinya.Tapi tetap saja, aura kemarahan sampai menusuk ke sumsum tulangnya saat ini.Kakinya memaku tak bisa dia gerakkan dan matanya menatap waspada, firasatnya berkata kalau saat ini dia akan mendapatkan masalah besar.“Kamar kita, Lakshmi. Bukan di sini!” sentak Darius yang semakin kesal dengan respon sang istri.“Saya tidak merasa memiliki kamar, itu kamar anda.”Lihat bukan?Darius merasa semakin berang, benar-benar dia kehilangan kesabaran karena gadis itu.Dia yang baru saja tiba ke rumah harus dibuat terkejut dengan ketiadaan Lakshmi di rumah. Berharap melihat gadis itu berada di dapur dengan bercengkerama dengan Si Mbok seperti pagi itu. Tapi yang didapatinya, rumahnya kosong dan hanya ada Si Mbok seorang.“Ti