Share

8. Pemaksaan di Malam Pertama

Yang tak diketahui oleh Lakshmi, Darius mencoba menghibur ibu istri keduanya itu. Mendengar tangisan sedih saja sudah membuatnya enggan dan ingin segera beranjak namun karena dia masih mencoba menghormati mertuanya, dia masih duduk sambil mendengarkan beberapa permohonan.

“Kami pamit dulu ya Bu? Nanti jika Lakshmi libur, tentunya saya akan mengajaknya singgah ke rumah walau hanya sehari,” janji Darius yang diantar sampai keluar pintu.

Suryani mengangguk, tersenyum. Tangannya terus mengusap lengan sang menantu. “Tolong jaga Putri Ibu ya? Kadang Lakshmi suka lupa makan,” lirihnya penuh harap.

Lagi-lagi Darius mengangguk. Dia meletakkan barang-barang yang ditata di dalam kardus, milik sang istri sekaligus miliknya dari seserahan tadi. Dia merogoh dompet di saku celananya. Mengeluarkan beberapa lembar uang merah dengan nominal tertinggi.

“Ini … saya ada sedikit uang, semoga bisa menambah pemasukan Ibu dan Bapak,” ucapnya sebelum pamit.

Purwanto tersenyum, bangga. Tak sia-sia dia menerima pinangan dari Darius. “Terima kasih, kalau Lakshmi tak menurut padamu, bilang saja pada Bapak.”

Darius hanya menahan senyum saja. Dia tak bisa menimpali pemikiran pria itu. Barangkali Lakshmi semakin membenci ayahnya dan juga dia yang tiba-tiba menjadi suaminya.

Darius segera menaruh kardus di bagasi mobil. Dia pun membuka pintu, melihat Lakshmi yang sudah terantuk-antuk kepalanya. Gadis itu rupanya tertidur.

Dug!

Dia menahan napasnya seiring tangannya yang menahan kepala Lakshmi. Hampir saja gadis itu terantuk kaca jendela mobil. Bahkan dia menahan punggung tangannya yang malah terantuk. Namun, gadis itu malah tak menyadari kondisinya sama sekali.

Seutas senyum terbit di bibirnya. Dia pun merogoh sesuatu di bangku belakang. Jas yang dibawanya pun dibentangkan untuk menyelimuti tubuh Lakshmi.

Darius segera melajukan mobilnya. Meninggalkan perkampungan di mana Lakshmi besar dan memboyong gadis itu menuju kediamannya.

Lakshmi yang terlalu lelah baru terbangun saat mobil berhenti di rest area. Dia merasakan kepalanya pusing mendera hebat.

“Shhh ….” Ia meringis, memegangi kepalanya. Pandangannya terasa berputar-putar.

Matanya menatap sekeliling di luar mobil. Bingung dengan banyaknya mobil yang berderet terparkir lalu ditambah orang-orang berlalu lalang. Bahkan di depannya malah terdapat restoran fast food yang berasal dari negeri Paman Sam.

Cklek.

Pintu di sampingnya terbuka, kepalanya spontan menoleh. Matanya membulat saat melihat Darius duduk sambil tangannya merogoh saku sementara mulutnya menahan burger agar tak jatuh.

Napasnya tertahan saat mata mereka saling bertubrukan.

Darius buru-buru melepaskan burger dari mulutnya. Dia tersenyum, “sudah bangun? Mau makan apa? Biar aku belikan,” ujarnya yang bersiap keluar.

Namun, Lakshmi yang masih enggan untuk bersuara memilih untuk memandangi jendela di sisinya. Tangannya menumpu dagunya sendiri sementara matanya terus menatap tanpa emosi.

Tak mendengar jawaban dari bibir Lakshmi, Darius kembali menghela napasnya. Dia sungguh tak ingin kondisinya malah menekannya begini. Dia menaruh burger ke dalam wadah kertas dan memilih keluar. Membelikan makanan untuk Lakshmi tentunya.

Lakshmi baru bisa bernapas lega karena pada akhirnya dia tak harus bertatapan dengan Darius walau hanya sementara. Jika bisa, dia hanya ingin tidur lagi saja dari pada harus bangun dan berdiam-diaman dengan Darius. Dia juga tak ingin bermusuhan andai kalau Darius bukanlah suaminya.

Rupanya menunggu selama tiga puluh menit tak terasa.

Brak!

Pintu tertutup dan Darius sudah duduk di sampingnya.

Pria itu meletakkan bucket berisikan banyak makanan. Lakshmi terbelalak melihatnya, spontan mulutnya terbuka namun otaknya berpikir dengan cepat kalau ia tak akan berbicara sepatah kata pun juga.

Terkejut saat melihat makanan sebegitu banyaknya.

“Aku tidak tahu apa yang kamu suka, jadi kubeli saja menu-menu itu. Ambil saja yang kamu mau. Sisanya taruh di belakang.” Kembali Darius mengenakan seat belt dan mengendarai mobilnya lagi.

Lakshmi diam saja. Dalam hatinya ia ingin sekali merespon ucapan Darius. Namun, marah mengalahkan semua emosinya termasuk simpati dan empatinya. Memilih diam saja tanpa menyentuh makanan di atas pangkuannya.

Merasa pegal, ia pun menaruh makanan itu ke belakang.

“Perlu aku suapi kamu seperti tadi siang?” sindir Darius. Lakshmi terperanjat mendengarnya. Wajahnya memanas dan tangannya terkepal lagi. Pada akhirnya dia mengambil sepotong ayam goreng tepung dan juga nasi.

Sepertinya membiarkan perutnya kelaparan bukanlah opsi yang bagus. Dia butuh menyusun rencana untuk membalas dendam dan terbebas dari Darius nantinya.

“Aku tak suka istriku membangkang, sebaiknya kamu camkan itu,” bisik Darius dengan mata yang terus fokus menatap ke arah depan.

Lagi. Lakshmi sama sekali tak menjawab. Memilih menghabiskan makanannya. Dia terpaksa menyeruput minuman bersoda karena tak ada lagi minuman selain soda yang bisa dijangkau oleh pandangannya.

Sebenarnya, Darius bisa melihat keseluruhan apa yang dilakukan oleh Lakshmi. Namun, ia juga kesal saat didiamkan begitu. Memang dia bersalah. Tetapi Lakshmi seakan menganggapnya penjahat dari pandangannya yang terus menajam penuh kobaran emosi.

Perjalanan delapan jam begitu dirasakan oleh Lakshmi. Tersiksa dengan rasa pegal di punggungnya. Namun, pusing di kepalanya memaksanya untuk kembali tidur.

Darius diam-diam memperhatikan wajah Lakshmi. Gadis itu begitu gusar dalam tidurnya. Ekspresi wajahnya begitu menyedihkan dengan kernyitan di dahinya serta matanya yang mengerut.

“Kamu terlalu banyak menaruh marah,” bisiknya sambil mengusap pipi gadis itu lembut. Beruntung Lakshmi tak mudah terbangun atau memang tak merasa ingin tahu?

Mobil berhenti di depan hotel mewah yang lebih dekat dari pada harus melanjutkan perjalanan ke rumah. Darius memilih untuk rehat sejenak malam ini. Perjalanan jauh benar-benar menguras tenaganya.

“Lakshmi, bangun, kita sampai.” Ia mengguncangkan bahu gadis itu sampai matanya terbuka dan segera menatapnya begitu awas.

“Sudah sampai,” ucap Darius lagi sambil keluar dari mobil.

Lakshmi menenteng ransel miliknya. Dia mengekori Darius. Bingung, kenapa mereka memasuki hotel?

“Halo Pak,” sapa resepsionis yang berjaga.

“Ada Cabana Room?” tanya Darius.

Sontak resepsionis itu terkejut. Akan sangat jarang tanpa pemesanan jauh-jauh hari memilih tipe kamar itu.

“Ada Pak.”

“Pesan untuk satu malam ya Mas.”

Mereka berdua menunggu.

“Ayo,” ajak Darius begitu mendapatkan kartu kamarnya.

Kembali Lakshmi mengekor. Dia enggan untuk melangkah masuk, namun Darius masih menunggu di pintu. Memastikan gadis itu masuk ke dalam.

“Kamu pasti capek, tidurlah,” perintah Darius tanpa merasa canggung.

Namun, Lakshmi merasa tegang bukan main. Dia hanya berdiri mematung saja, memikirkan apa yang terjadi setelah ini. Di dalam satu kamar yang sama dengan pria dewasa. Bahkan dia belum pernah satu ruangan dengan lelaki yang bukan keluarganya.

Matanya memicing, meneliti setiap sudutnya. Dia pun memilih untuk duduk di sofa panjang saja.

Darius baru saja keluar dari kamar mandi pun bingung. “Kenapa kamu tiduran di situ?” tanyanya sengit. Nada bicaranya begitu tak suka dengan apa yang dilakukan Lakshmi.

“Saya tidur di sini saja.”

“Di ranjang, Lakshmita,” desis Darius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status