Share

Bab 2

Mau sampai kapan? Mau sampai kapan kamu terus-terusan seperti ini, Aris?” teriak Gina sambil melangkahkan kakinya menuruni satu per satu anak tangga.

Wanita itu menghampiri Aris yang sedang duduk menikmati sarapan paginya. Aris menghela nafasnya sebentar, sebelum pelan-pelan menghembuskannya.

“Bilang pada mami sekarang, perempuan seperti apa yang kamu mau?” tanya Gina pada anak semata wayangnya.

“Apa yang kurang dari perempuan kemarin?” tanya Gina lagi, padahal menurutnya perempuan yang ia pilihkan sangat cocok disandingkan dengan sang putra.

“Perempuan kemarin bukan tipe Aris,” sahutnya cepat, tak berminat lama-lama membahas persoalan yang sama.

“Lalu, perempuan seperti apa yang menjadi tipe idealmu?” kali ini Gina melembutkan suaranya, sudah cukup merasa kesal pada Aris yang selalu membantah perintahnya.

Aris terdiam sebentar, ia yakin bahwa maminya tahu perempuan seperti apa yang menjadi tipe idelanya. Ralat, maminya tentu tahu siapa perempuan yang Aris mau.

“Aris akan menunggunya sampai kembali.” sahut laki-laki itu final.

“Sudah delapan tahun berlalu, namun sampai sekarang kau masih tidak tahu di mana dia berada,” ujar Gina menyadarkan Aris yang masih setia menunggu kekasihnya.

“Dia akan segera kembali.” sahut Aris dengan yakin, ia percaya kekasihnya akan kembali padanya.

Mendengar ucapan Gina barusan, membuat Aris kembali memikirkan kekasihnya yang entah ada di mana sekarang. Bagaimana kabarnya, apa yang sedang perempuan itu lakukan, apakah dia baik-baik saja, pertanyaan-pertanyaan itu selalu berputar mengelilingi isi pikiran Aris.

“Aris! Mau sampai kapan seperti ini terus? Kau harus menjalani hidupmu sendiri, meskipun tidak dengannya!” Gina masih terus berusaha membujuk anaknya.

Aris memalingkan wajahnya, tak ingin melihat wajah sendu sang mami saat ini. “Tidak bisakah kali ini menuruti permintaan mami? Selama ini mami tidak pernah menyulitkan mu, mami bahkan selalu mendukung hubungan kalian. Namun sudah delapan tahun dia tidak ada kabar sama sekali, lalu untuk apa menunggu jika tidak ada kepastian?” suara Gina terdengar sangat sedih saat mengatakannya.

“Tapi Aris sudah janji akan menunggu Anya, kami akan menikah saat dia kembali. Aris yakin Anya akan menepati janjinya untuk kembali,” ungkap Aris mengingat kembali janji mereka dulu.

“Setidaknya jika kita tahu dia ada di mana, mami tidak akan seperti ini! Sampai berapa lama mami harus sabar menunggu? 20 tahun lagi? atau sampai mami dan papi mati baru dia kembali?” suara Gina terdengar meninggi.

Aris benar-benar dibuat terkejut dengan kalimat panjang maminya, terdengar sangat enteng wanita itu mengucapkannya.

“Anya akan kembali.” Aris masih bersikap seolah yakin dengan apa yang ia ucapkan, padahal ia juga tidak tahu akan menunggu sampai kapan.

“Dua tahun pertama saat dia memutuskan untuk pergi, mami yakin perempuan itu akan kembali. Kalian berdua memang terlihat saling mencintai satu sama lain. Namun seiring berjalannya waktu, perempuan itu bahkan tak pernah memberi kabar hingga detik ini. Dunia belahan mana yang ia tempati tanpa saluran teknologi? Delapan tahun tanpa komunikasi, apakah itu masuk akal?” tanya Gina serius.

“Mungkin saja perempuan itu telah memulai hidup baru di sana, dia hidup bahagia dan meninggalkan mu dengan luka.”

Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh maminya membuat pikiran Aris menjadi semakin kacau, apa yang dikatakan oleh mami terus berputar di kepalanya.

Kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja benar-benar terjadi, delapan tahun tanpa kabar membuat Aris terlihat seperti orang bodoh yang sedang menunggu. Sayangnya Aris juga tidak tahu di belahan bumi mana Anya tinggal, yang ia tahu hanya perempuan itu harus pergi ke luar negeri.

Hanya dengan secarik kertas bertuliskan, “I will be back soon, please wait,” membuat Aris benar-benar menunggu hingga sekarang.

Ia melupakan segala kemungkinan yang buruk, karena baginya Anya pasti akan kembali dan menepati janjinya.

“Apapun alasanmu, mami ingin melihat kamu menikah secepatnya! Tidak ada yang tahu sampai kapan kita akan hidup di dunia, tolong berikan mami dan papi kesempatan untuk melihat putra kecilnya menikah.”

Harapan Gina benar-benar membuat Aris menjadi sedih, namun di sisi lain ia hanya ingin menikah dengan sang pujaan hati yang selama ini ia cintai.

Tak mau berlama-lama memperlihatkan wajah sedihnya pada Aris, wanita itu langsung melangkah pergi. Meninggalkan Aris duduk sendirian di meja panjang itu.

Kepergian sang mami membuat Aris berkecamuk dengan pikiran kacaunya sendiri, ia merasa seperti anak durhaka yang tak mendengarkan nasehat orang tua.

Selama ini orang tuanya tak pernah sama sekali membatasi kegiatan Aris, mereka selalu mendukung segala keputusan dan pilihan putra semata wayangnya.

Mereka selalu memberikan semua yang Aris mau, namun kenapa Aris bahkan tidak bisa membalas kebaikan mereka.

Rasa cintanya sudah terlalu dalam untuk Anya, perempuan lain memang ada yang lebih cantik, namun perasaannya sudah berakhir di satu orang saja, yaitu Anya.

Mata cantiknya, wajah manisnya, dan senyuman tulusnya, Aris sangat suka itu. Ia benar-benar berharap agar secepatnya dapat kembali memeluk kekasihnya itu.

Aris hanya menginginkan Anya dalam hidupnya, menjadikan Anya sebagai pasangan seumur hidupnya, dan ia yakin bahwa Anya juga menginginkan hal yang sama.

Pernikahan bukanlah hal yang bisa dianggap enteng, tidak semua rumah tangga dapat bertahan meskipun saling mencintai, apalagi jika tidak saling mencintai.

Banyak perkara rumah tangga yang hancur padahal masih di tahun pertama, sedangkan Aris hanya ingin menikah sekali seumur hidupnya.

Sejak lama Aris sudah membayangkan hidup bahagia dengan istri tercinta dan keluarga kecilnya, dan dalam bayangan itu, ada Anya di sana.

Meskipun ia tak tahu harus menunggu sampai berapa lama, bahkan tidak tahu bagaimana wajah Anya sekarang, namun rasa cinta dalam hatinya masih bertahan.

Masih teringat jelas bagaimana senyuman mereka berdua, sebelum akhirnya Anya memilih untuk pergi sementara.

Anya berjanji hanya pergi untuk sementara, namun hingga kini perempuan itu belum juga datang, membuat Aris bingung harus memilih jalan yang mana, ia takut jika nantinya mengambil keputusan yang salah. 

Sehingga butuh waktu lama untuk Aris memikirkan keputusan yang paling tepat untuk keberlangsungan hidupnya di masa depan. 

“Maaf,” lirih Aris pelan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status