Share

Bukan Pasangan Impian
Bukan Pasangan Impian
Author: kajede10

Bab 1

Author: kajede10
last update Last Updated: 2022-10-17 20:25:31

Aruna berdiri mematung usai mendapati kekasihnya sedang bercumbu dengan seorang perempuan, yang tak lain adalah sahabat dekatnya sendiri. Tubuhnya terasa kaku, bahkan kakinya tak mampu untuk bergerak.

Ia mencoba untuk berpikir jernih, namun seberapa keras upayanya yang ia lihat saat ini benar-benar terasa nyata. Aruna melihat jelas dengan mata kepalanya sendiri.

Masih tak bisa percaya, Aruna melihat dua orang itu yang bahkan tidak menyadari kehadirannya. Nampak sangat jelas bahwa mereka berdua menikmati suasana.

Cukup lama ia memperhatikan dua penghianat itu, hingga tak kuasa untuk menahan amarahnya. Aruna tak sengaja menyenggol vas bunga yang ada di sebelahnya.

“Prangg”

Suara pecahan vas itu berhasil mengejutkan dirinya, termasuk dua manusia penghianat yang kini menganga melihat kehadiran Aruna.

Aruna tentu melihat semuanya dari awal, ia bukan perempuan bodoh yang bisa dibohongi. Kini mata Aruna menatap dua manusia itu bergantian, masih tak menyangka dengan kebenaran apa yang baru saja ia saksikan.

“Aruna..” panggil Laras, perempuan yang sudah dianggap lebih dari sekadar sahabat oleh Aruna.

Laras sudah dianggap sebagai saudara perempuannya, banyak hal yang sudah mereka lalui bersama. Bahkan tanpa malu memperlihatkan tangisan, suka duku telah mereka lewati, berharap persahabatan mereka kan abadi.

Aruna masih berdiri di tempatnya, seolah tak ada tenaga untuk menghampiri para penghianat itu. Hingga Laras bangun dari duduknya, hendak menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi.

“Diam di situ!” ujar Aruna saat menyadari bahwa Laras hendak menghampirinya.

Namun sepertinya Laras tak mendengarkannya, ia masih mencoba melangkahkan kakinya mendekat pada Aruna.

Dengan cepat perempuan itu mengambil serpihan benda tajam, mengancam akan menusukannya pada Laras jika perempuan itu masih nekat mendekat.

“Diam di situ, atau aku tidak akan segan-segan menusukmu,” ujar Aruna serius, intonasi suaranya meninggi, menandakan bahwa ia tak bercanda saat ini.

Melihat Laras masih nekat, Reno langsung menarik tangan perempuan itu, meminta agar Laras tak melakukan aksi nekat yang membuat Aruna semakin marah.

Laki-laki yang kini bertelanjang dada itu, menggenggam tangan selingkuhannya dengan erat. Mata Aruna tak bisa lepas dari pemandangan menjijikan itu, bagaimana bisa mereka berdua begitu tega menghianati kepercayaannya.

Reno dengan cepat melepaskan genggamannya pada Laras, tahu bahwa kini Aruna benar-benar sedang marah besar.

“Kamu adalah orang yang aku percaya, Ras, bagaimana bisa kau tega melakukan hal seperti ini padaku.” suara Aruna terdengar bergetar, namun punggungnya masih tegap, seolah tak mau terlihat lemah di depan mereka berdua.

“Aku menceritakan semuanya padamu Ras, bahkan kau tahu kan bahwa kami berdua akan segera menikah,” lanjut Aruna masih dengan suara bergetar.

Laras tak tahan, perempuan itu terisak melihat sahabatnya kini, ia menyesal dengan perbuatannya, namun nasi sudah menjadi bubur, Aruna tak akan pernah memaafkan perbuatan jahat yang telah ia lakukan.

“Aruna-“ ujarnya namun tak menyelesaikan rangkaian kalimatnya.

“Jangan panggil namaku, aku tak sudi mendengar namaku keluar dari mulut perempuan hina seperti mu!” potongnya dengan cepat.

Dapat dipastikan bahwa dua orang itu kini terkejut dengan ucapan Aruna, perempuan yang nampak polos itu benar-benar memperlihatkan dengan jelas bagaimana kemarahannya saat ini.

“Mulai sekarang, tidak ada lagi hubungan diantara kita! Sahabat? Aku bahkan sangat jijik untuk mengucapkan kata itu padamu!” ujar Aruna dengan berani.

Mata Aruna kini beralih pada laki-laki tinggi yang berdiri di sebelah mantan sahabatnya, memorinya kembali memutar segala kenangan yang sempat mereka lalui selama menjalin hubungan asmara.

Tujuh tahun, tentunya bukan waktu yang singkat untuk mereka berdua saling memadu kasih. Rencana pernikahan yang sudah mereka susun, kini putus di tengah jalan.

“Sudah berapa lama?” tanya Aruna, mempertanyakan sudah berapa lama mereka menjalin hubungan di belakangnya.

“Sudah berapa lama ku tanya?!” teriak Aruna karena dua orang itu tak memberikan jawaban.

Hening beberapa saat, hingga suara Laras terdengar menyahut, “Dua tahun.”

Jawaban Laras berhasil membuat Aruna tak habis pikir, bagaimana bisa mereka berdua menyembunyikan hubungan gelapnya serapi ini, bahkan Aruna tak merasa curiga sama sekali.  

“Dua tahun?” ulang Aruna.

Selama ini Aruna selalu menceritakan tentang hubungannya pada Laras, termasuk rencana pernikahan yang hendak mereka laksanakan tahun depan.

“Apa yang kurang dariku selama ini hah? Selama tujuh tahun ini aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu, apa yang kau lihat dari perempuan itu hah?” teriak Aruna frustasi.

Namun apapun yang Aruna lakukan, kenyataannya akan tetap sama, orang yang paling ia percaya adalah penghianat terbesar dalam hidupnya.

Aruna menghembuskan nafasnya kasar, ia memperlihatkan bahwa dirinya jauh lebih kuat dari yang mereka kira. Tak ada sedikit pun air mata yang menetes, bahunya tetap tegak seperti biasa.

“Sampah memang lebih cocok dengan sampah, perempuan pelacur sepertimu memang cocok dengan manusia tidak berakal seperti dia!” ketus Aruna dengan keras.

“Mulai sekarang tak ada lagi hubungan diantara kita, aku tidak sudi menganggap kalian pernah menjadi bagian penting dalam hidupku!” tegas Aruna dengan elegan.

Perempuan itu membuang serpihan kaca yang ia genggam, Aruna membalikkan tubuhnya dengan cepat, merasa sesak karena menghirup udara yang sama dengan dua penghianat itu.

“Aruna, tunggu!” Reno melangkah menahan tangan Aruna agar tidak pergi.

Aruna dengan cepat menepis tangan Reno, tak sudi tangannya disentuh oleh manusia tak punya hati seperti laki-laki itu.

“Plak”

Aruna menampar pipi kanan laki-laki itu sekuat tenaga, berhasil membuat Reno merasakan perih di wajahnya.

“Dengarkan penjelasanku dulu, ini semua tidak seperti yang kau pikirkan!” ujarnya enteng.

Aruna terkekeh pelan, apa yang salah paham, apa yang Aruna lihat dengan matanya sendiri sudah menjelaskan semuanya.

“Aku bukan anak kecil yang buta akan cinta, aku percaya dengan apa yang kulihat, tak perlu menjelaskan apapun, mulai sekarang kita tidak ada hubungan lagi!” tegas Aruna sekali lagi dengan suara yang keras.

Namun sebelum itu ia ingin memuaskan diri, satu tangannya kembali terangkat, menampar pipi kiri Reno dengan sekuat tenaga.

Aruna langsung berbalik badan, pergi menjauh dari keberadaan dua penghianat itu. Sampai di parkiran mobil, air matanya luruh begitu saja, Aruna bahkan tidak kuat untuk berdiri tegak.

Badannya ambruk tepat di sebelah mobil, Aruna menangis terisak, kecewa dengan semua yang terjadi pada hidupnya.

Menyesali segala yang pernah ia lalui dengan mereka, menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi saat ini.

Apa sebenarnya yang kurang dalam diri Aruna, hingga calon suaminya selingkuh dengan sahabat dekatnya.

Tangisan Aruna pecah, ia benar-benar masih berharap bahwa semua yang ia lihat hari ini adalah mimpi tidur siangnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 15

    Di dalam mobil, Aruna hanya diam saja, tak memberitahu apa-apa pada orang tuanya, Yuda dan Rania juga tidak mempertanyakannya setelah melihat wajah Aruna yang berbeda dari sebelumnya. Sampai di rumah, Aruna duduk di ruang tengah, sembari menunggu orang tuanya yang masih berada di garasi rumah. Rania dan Yuda yang baru saja hendak ke kamarnya, melihat Aruna yang sudah duduk dengan wajah yang cukup sulit untuk dideskripsikan maksudnya. "Kenapa nak?" tanya Rania mendekati putrinya. Aruna terdiam sebentar, "Apa maksud sebenarnya dari pertemuan tadi, bunda?" tanya Aruna tanpa pikir panjang. Rania menantap bingung, tidak paham dengan maksud ucapan anaknya. "Kamu kenapa sayang?" ulang Rania menanyakan keadaan anaknya. "Laki-laki tadi, mengatakan bahwa dia tidak akan menolaknya! Apa maksudnya itu? Apa yang tidak kalian beritahu padaku?" teriak Aruna lantang. Rania menghela nafasnya kasar, ternyata Aruna sudah mengetahui rencana mereka sebelumnya. Bukan maksud mereka untuk menutupinya da

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 14

    Waktu berlalu begitu cepat, kini saatnya Aruna bertemu dengan anak dari sahabat orang tuanya. Dengan pakaian sederhana namun nampak sangat elegan, Aruna mengoleskan bedak tipis serta liptint berwarna kemerahan untuk menutupi wajah pucatnya. Ia memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin, memuji kecantikan paripurna yang diciptakan oleh Tuhan untuknya. "Tok.. tok.. tok.." Aruna tahu betul siapa yang berada di balik pintu kamarnya, tentu saja itu tanda bahwa Aruna harus segera keluar agar tidak terlambat. Saat membuka pintu, tatapan terpesona dari kedua orang tuanya membuat Aruna merasa malu. Mereka berdua sangat takjub melihat kecantikan anaknya yang sangat manis ini. "Cantik sekali anak bunda," puji Rania tulus. Kini mata Aruna menatap sang ayah yang diam saja, seolah masih belum mampu merangkai kata untuk menunjukkan bahwa anaknya benar-benar sangat cantik. "Ayo ayah dan bunda antar," ujar Yuda saat melihat jam tangan yang melingakar di pergalangannya sudah menunjukkan pukul

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 13

    "Kosongkan jadwal hari minggu!" suruh Gina saat Aris sudah duduk di meja makan. Jujur saja ada keinginan untuk membantah ucapan sang mami, namun Aris tidak ingin membuat keributan pagi ini. Ia hanya menganggukkan kepalanya patuh, menuruti ucapan Gina yang tidak akan pernah menerima penolakan. "Kali ini, Aris harus bertemu dengan siapa?" tanya laki-laki itu penasaran. Gina tidak menjawab, membiarkan Aris menarka-nerka sendiri, perempuan mana lagi yang harus ia temui. "Tidak usah dipikirkan, nanti juga kamu tahu sendiri!" ujar Rendi saat melihat wajah kusut putranya. "Aris sama sekali tidak memikirkannya," sahutnya bohong. "Baiklah sudah-sudah, lebih baik cepat habiskan sarapannya, kamu ada meeting penting kan hari ini." Gina menghidangkan banyak makanan untuk mengisi perut mereka di pagi hari. Pertemuan Aruna dan Aris tidak boleh ditunda-tunda, mengingat keadaan Aruna yang selalu berubah-ubah. Mereka berusaha agar pertemuan anaknya bisa segera berlangsung. Sehingga minggu siang,

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 12

    Aruna duduk di sofa menghadap kedua orang tuanya, ia tersenyum saat mendengar bahwa hutang keluarga mereka akan segera dilunaskan melalui bantuan dari sahabatnya. Namun mendengar bahwa orang tuanya akan membahas hal yang cukup serius, Aruna merasa sedikit gugup, ada ketakutan yang tersirat dari wajahnya yang menunduk saat ini. "Ada apa bunda?" tanya perempuan itu pelan. Rania terdiam sejenak, tidak tahu harus mengatakan apa, keberaniannya sudah lebih dulu memudar saat menyadari wajah Aruna yang nampak sangat sedih. Ia menatap sang suami, mengisyaratakan bahwa dirinya tidak cukup keberanian untuk mengatakannya pada anak mereka. "Aruna tahu kan, keluarga kita sedang dalam masalah," ujar Yuda sebagai kalimat pembuka. Tentu saja Aruna menyadari hal tersebut, belakangan ini kehidupan keluarga mereka sedang bermasalah, namun sebentar lagi mereka akan terbebas dari keterpurukan tersebut. "Iya," sahut perempuan itu masih menatap penuh tanda tanya pada dua orang dewasa itu. "Kam

  • Bukan Pasangan Impian    Bab 11

    Sejak kepulangannya dari bertemu Rania, kini Gina dan sang suami sedang membahas masalah tersebuh hingga tengah malam. "Mami kasihan dengan mereka, sebagai seorang sahabat mami merasa punya kewajiban untuk menolongnya," ujar wanita itu pada suaminya. "Bagaimana keadaan Aruna?" tanya pria itu membuka suara. Gina tidak merasa yakin, namun karena Rania tadi mengatakan bahwa keadaan putrinya sudah semakin membaik sekarang, hanya saja Aruna masih memerlukan bantuan obat-obatan dari psikiaternya. Entah dari mana, Rendi dengan wajah polosnya kembali bersuara yang berhasil membuat Gina menganga saat mendengarnya. "Bagaimana jika kita jodohkan saja anak kita dengan Aruna?" ujarnya dengan santai. Menurut pikirannya, karena keluarga mereka sudah dekat sejak dulu, jadi tidak ada salahnya untuk mempererat hubungan mereka dengan menjadi besan. "Kita juga bisa membantu perusahaan Yuda agar semakin berkembang, win-win solution." katanya enteng. Apa yang dikatakan oleh suaminya, membuat Gina i

  • Bukan Pasangan Impian    bab 10

    Dua wanita itu masih membahas perihal anak-anaknya yang sudah tumbuh dewasa. Mereka berdua kembali melayangkan ingatan pada momen masa lalu. Gina mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto Aruna saat kecil yang masih ia simpan. Membandingkannya dengan foto Aruna sekarang, "Gadis ini benar-benar tumbuh dengan penuh kasih, dia sangat manis dan cantik, persis seperti bundanya!" puji Gina serius. "Aris juga tumbuh dengan baik, wajah tampannya berhasil mengalahkan suamimu!" kata Rania membalas. Membahas Aris, membuat Gina menekuk wajahnya. Hanya dengan mendengar nama anaknya saja, wanita itu sudah kesal. "Jangan bahas dia! aku sedang kesal dengan anak itu," ujar Gina."Loh kenapa?" tanya Rania penasaran. Gina terdiam sejenak, ia sedang menyusun kalimat yang dapat memberikan alasan kenapa dirinya kesal dengan Aris. "Kamu tahu sendiri kan, sejak dulu aku selalu berharap bisa melihat putraku menikah secepatnya, Tapi anak itu malah memilih untuk menunggu kekasihnya," ujar Gina malas. "Loh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status