Share

Bab 7

“Tidur di mana kamu semalam? Kenapa tidak pulang?” tanya Gina yang sudah menyilangkan tangannya di depan dada.

Baru saja Aris menginjakkan kaki di lantai rumahnya, suara cempreng Gina sudah menggelegar di sekitar area rumah.

“Aris tidur di apartemen,” sahut laki-laki itu malas.

“Kenapa tidak pulang?” tanya Gina lagi.

Aris terdiam sejenak, tidak mungkin ia mengakui bahwa dirinya mabuk semalam. Ia memikirkan alasan yang tepat agar sang mami tidak memarahinya.

“Ehm, kemarin Aris nyelesaiin semua kerjaan supaya tidak terlalu menumpuk, lalu pulang ke apartemen karena merasa sangat ngantuk, Aris tidak bisa memaksakan keadaan untuk pulang ke rumah, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Apalagi sekarang ini banyak kasus kecelakaan akibat pengendara mengantuk di jalan kan,” ujarnya mencari alasan untuk menutupi kebohongannya.

“Beneran kamu?” intrupsi wanita itu mengintimidasi.

“Jangan bohong ya sama mami!” lanjutnya dengan mata mendelik tajam pada sang anak.

“Kalau Aris sampai melakukan hal di luar batas, Aris hanya perlu bertanggung jawab dengan kesalahan yang Aris lakukan, benar kan?” ujarnya seperti anak kecil.

Gina membulatkan mata mendengar jawaban anaknya, meskipun Aris sudah tumbuh dewasa, tapi menurutnya anak laki-lakinya ini masih bocah kecil yang selalu membuat Gina khawatir.

“Iya benar, tapi kamu juga harus lihat latar belakang perempuan itu, mami ingin punya menantu dengan latar belakang yang sama seperti kita!” maksud Gina adalah ia tidak ingin anaknya menikah dengan sembarang orang, apalagi dengan perempuan yang ditemui Aris di dunia malam.

Aris mengangguk paham dengan malas, tanpa bicara lagi laki-laki itu melangkahkan kakinya menaiki satu per satu anak tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.

Gina menatap punggung tegak Aris yang telah menaiki satu per satu anak tangga, melihat wajah lesu anaknya tadi membuat wanita itu berinisiatif untuk memasakkan makanan enak untuk anak tercintanya.

Sampai di kamar, Aris langsung meloncat ke atas ranjang, laki-laki itu tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat dirinya hanyut dalam mimpi.

*

“Aris..” teriak Gina dari luar sambil menggedor-gedor kamar anaknya.

Aris yang masih terlelap, merasa terganggu dengan suara bising sang mami yang akhirnya membangunkan dirinya.

Dengan langkah gontai laki-laki itu berjalan menuju pintu, masih dengan mata tertutup dan setengah sadar, ia menampilkan wajah bantalnya di hadapan Gina yang sudah menunggu.

Aris menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sembari menatap sang mami sambil sesekali menguap, “Kenapa sih?” tanyanya dengan suara khas bangun tidur.

“Makan dulu! Nanti lanjut istirahat lagi,” kata Gina sambil menepuk lengan anaknya.

Karena tangannya diseret paksa, Aris mau tidak mau harus mengikuti perintah Gina yang tak terbantahkan.

Ia duduk seorang diri di depan meja makan dengan hidangan yang sangat menggugah selera, matanya menatap terpukau pada segala jenis makanan lezat yang membuat perutnya langsung merasa lapar.

Setelah usai menghidangkan makanan untuk Aris, wanita itu memilih untuk pergi, membiarkan Aris menghabiskan segala hidangan yang ia masak khusus untuk sang anak tercinta.

**

Aruna duduk di kursi panjang yang ada di halaman belakang rumahnya, perempuan itu memilih untuk menikmati udara segar di minggu pagi. 

Dengan segelas susu hangat dan roti bakar selai kacang, Aruna menyantap sarapannya dengan tenang. Ia sedang berusaha perlahan-lahan keluar dari zona menyedihkan itu. 

Rania yang saat itu baru datang dari luar, tersenyum melihat putrinya yang terlihat sangat cantik baginya. Ia perlahan melangkahkan kaki menghampiri Aruna yang masih terbalut lamunan. 

"Pagi sayang," sapa Rania ikut duduk di depan kursi kosong. 

Dengan seulas senyuman hangat, Aruna menatap lembut sang bunda yang memancarkan senyuman cerah pada hidupnya. 

"Tadi bunda dan ayah sedang jogging, kapan-kapan kamu ikut ya?!" ajak Rania. 

Jujur saya Aruna sangat bersyukur karena terlahir dari keluarga yang amat sangat supportive. Orang tuanya tidak pernah menuntut apa pun pada anak perempuannya ini. 

Sehingga Aruna sendiri yang berinisiatif untuk membuat mereka bangga dengan pencapaian-pencapaian yang ia dapati. 

Rania dan Yuda selalu memberikan kasih sayang yang tulus pada Aruna, tidak pernah sekali pun ia dikekang, segala kebutuhan yang Aruna perlukan selalu dipersiapkan tanpa perlu merengek. 

"Terima kasih ya bunda," ujar Aruna pelan. 

Ia sangat berterima kasih kepada Tuhan karena dilahirkan oleh seorang wanita hebat seperti Rania, yang dididik dan disayang oleh super hero terbaik seperti Yuda. 

Tidak heran bila teman-teman Aruna selalu merasa iri padanya, sejak jaman sekolah dulu Aruna selalu dipanggil sebagai anak manja, padahal itu adalah bentuk kasih sayang orang tuanya pada Aruna. 

Aruna tumbuh menjadi gadis kecil cantik yang sangat pintar, selain itu Aruna juga memiliki banyak teman dan orang-orang yang peduli dengannya. 

Namun ternyata, hidup Aruna tidak seindah cerita novel, karena sejatinya Aruna memang bukan princess yang bisa hidup semaunya. 

Tuhan selalu menuliskan takdir yang tepat untuk perjalanan hidup hambanya, sehingga apa pun yang terjadi memang patut untuk disyukuri. 

Seperti yang dikatakan kebanyakan orang, bahwa Tuhan tidak pernah menyulitkan hambanya. Tuhan memberikan cobaan yang sepadan dengan kekuatan manusia ciptaannya. 

Sehingga Aruna menyadari, bahwa dirinya dianggap kuat menjalani takdir ini. Jadi Aruna perlu menjalaninya dengan sepenuh hati, karena ia yakin kebahagiaan tengah menanti di penghujung hari. 

"Aruna anak hebat! Bunda sangat bangga dengan anak perempuan bunda yang cantik ini." puji Rania dengan senyuman, benar-benar menyiratkan kasih sayang dalam sorot matanya yang lembut itu. 

Melihat dua sosok kesayangannya tersenyum, Yuda yang menatap dari kejauhan tanpa sadar ikut mengangkat lengkungan bibirnya, menyadari bahwa keluarnya memang tumbuh penuh kehangatan.

Yuda berjanji tidak akan pernah melukai hati gadis kecilnya, tidak akan pernah ia biarkan orang lain mengusik kebahagiaan anak perempuan semata wayangnya. 

Ia berjanji bahwa apa pun keputusan yang telah dipilih oleh Aruna tidak akan pernah menjadi perbedatan untuk mereka, karena ia sadar betul bahwa hidup Aruna adalah pilihan gadis itu sendiri. 

Tidak mau terlalu larut dalam keadaan seperti ini, pria itu melangkah masuk ke dalam rumah, membiarkan anak dan istri tercintanya menghabiskan waktu lebih lama di sana. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status