Share

Bab 6

Aris duduk di salah satu sofa panjang seorang diri, sebelum akhirnya beberapa gadis dengan pakaian super seksi mendekat ke arahnya.

Laki-laki itu meneguk segelas wine yang ada di atas meja, tidak peduli dengan sentuhan-sentuhan panas oleh perempuan-perempuan yang kini sudah duduk di sebelahnya.

Aris sungguh menikmati alunan musik sembari terus meneguk wine yang dituangkan untuknya, kali ini laki-laki itu memilih untuk menikmati malam minggunya di sebuah club mewah.

Matanya menatap pada sekumpulan orang yang menggoyangkan pinggulnya sembari menikmati alunan musik yang semakin keras.

Sudah tiga jam sejak kedatangannya ke club ini, namun pikirannya masih tidak tenang, bahkan saat ini terasa lebih kacau.

Aris melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, sudah pukul satu dini hari, namun rasanya ia masih ingin duduk di sini.

Ponselnya terus bergetar, tanda panggilan masuk dari Wira yang ia minta untuk datang menjemputnya.

Aris meraih ponselnya yang ada di atas meja, lalu menekan tombol hijau tanda menerima panggilan tersebut.

“Bos di mana?” tanya Wira yang sudah berada di sekitar club.

Suara musik yang amat keras membuat Aris tidak mendengar jelas pertanyaan dari asistennya, terlebih kepalanya yang pusing membuat laki-laki itu semakin tidak karuan.

Wira yang ada di luar club akhirnya menerobos masuk, matanya mencari-cari di mana sekiranya laki-laki itu memilih tempat duduk.

Tidak sampai lima menit, Wira akhirnya menemukan Aris yang kini tidak sadarkan diri di antara perempuan-perempuan berpakaian seksi yang tentunya bertugas untuk menggoda orang-orang seperti Aris.

“Boss,” panggil Wira usai berlari menghampiri tempat duduk laki-laki ini.

Aris tidak melihat dengan jelas wajah asistennya ini, matanya buram dan kepalanya terasa pusing akibat pengaruh alcohol yang ia minum tanpa henti.

Wira merutuki kelakuan bosnya yang meneguk hampir tiga botol wine seorang diri. “Boss,” panggil Wira lagi sembari menjauhkan tangan-tangan nakal itu dari tubuh Aris.

“Kenapa baru sampai, saya sudah menelepon kamu berkali-kali,” ujar Aris tidak jelas.

Padahal sejak pertama kali ada panggilan masuk dari bosnya, laki-laki itu langsung meluncur ke sini meskipun Aris tidak mengatakan di mana tempatnya.

Club ini memang menjadi tempat pelarian Aris setiap malam, terlebih saat malam minggu ketika ingatannya kembali melayangkan bayangan-bayangan masa lalu.

Tanpa banyak bicara, Wira langsung membopong bosnya agar keluar dari club malam ini, dengan sekuat tenaga ia membantu Aris untuk masuk ke dalam mobil.

“Pulang ke mana bos?” tanya Wira berusaha mengajak Aris bicara.

Namun sayangnya Aris sudah terlelap akibat pengaruh alcohol dalam tubuhnya, laki-laki itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan Wira.

Merasa tidak mungkin mengantar Aris ke rumah orang tuanya, Wira menyetir mobil milik bosnya dan melajukan mobil menuju apartemen milik laki-laki itu.

Jarak yang ditempuh untuk menuju apartemen Aris sekitar dua puluh menit, selama perjalanan Wira fokus menyetir mobil, membiarkan Aris terlelap tanpa mengganggunya.

*

Wira kembali membopong Aris setelah sampai di basement apartemen laki-laki itu. Kini ia mengantar sang bos menuju kamarnya yang ada di lantai delapan.

Untungnya Wira tahu pin kamar bosnya, jika tidak mungkin ia akan meninggalkan Aris tidur di depan kamar sendirian.

Ia pelan-pelan merebahkan tubuh Aris di atas ranjang big size, Wira juga meregangkan tubuhnya yang terasa pegal akibat membopong Aris.

“Anya..” panggil laki-laki itu pelan.

Saat Wira akan pergi, suara Aris membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya. Ia menatap Aris sebentar, memastikan bahwa orang yang mengeluarkan suara adalah manusia.

“Anya..” panggil Aris sekali lagi.

Wira merasa tidak tega mendengar suara Aris yang terdengar sangat sedih, nampaknya laki-laki itu sangat merindukan kekasihnya yang kini entah berada di mana.

Mata laki-laki itu tidak sengaja melihat pigura kecil yang sengaja di letakkan di atas nakas, nampak foto dua orang manusia berpakaian senada sedang memperlihatkan senyuman di depan kamera.

Terlihat jelas wajah ceria dan bahagia Aris pada saat itu, sedangkan sekarang laki-laki itu bahkan tidak pernah tersenyum.

Terkadang Wira merasa kagum dengan penantian bossnya yang patut diberikan dua jempol, namun terkadang ia juga merasa bahwa bossnya bodoh karena menunggu perempuan yang sama sekali tidak memikirkan perasaannya.

Wira memberanikan diri untuk mendekati ranjang bosnya, sembari membisikkan pelan sepatah kalimat, karena ia yakin Aris tidak akan mendengarnya, “Boss memang orang yang tepat untuk mbak Anya, tapi mbak Anya bukan orang yang tepat untuk boss.”

Setelah beberapa menit Aris tidak lagi bersuara, Wira akhirnya meyakinkan diri untuk pulang, meninggalkan bosnya usai menjalankan perintah.

Kamar yang bernuansa putih ini tadinya akan menjadi tempat tinggal Aris dan Anya sementara, karena rencana awalnya Aris hendak membangun rumah di daerah yang tidak begitu dekat dengan kota.

Ia ingin menikmati hidup bersama keluarga kecilnya di tempat yang nyaman dan tentram, tidak banyak polusi dan tidak padat penduduk.

Sayangnya rencana itu hanya akan menjadi rencana entah sampai kapan, karena hingga sekarang Anya masih belum juga kembali.

*

Pukul delapan pagi, akhirnya Aris terbangun dari lelapnya semalam. Tubuhnya terasa sangat lengket, dan kepalanya masih terasa sedikit pusing. Aris mengucek matanya, mencoba untuk menjernihkan indra penglihatannya.

Setelah merasa sudah sadar sepenuhnya, akhirnya Aris bangkit dari duduknya, ia melangkahkan kaki menuju dapur dan mengambil segelas air dingin.

Laki-laki itu juga membuka gorden panjang yang menutupi kaca, membiarkan mata hari pagi masuk menerangi kamar apartemennya.

Aris mencoba menghilangkan rasa pusing di kepalanya, ia menyesali perbuatannya yang cukup banyak minum wine, padahal ia sadar bahwa dirinya sangat payah dalam hal meminum alcohol.

Sebelum mendapati amukan karena tidak pulang semalaman, Aris memilih untuk buru-buru membersihkan tubuhnya, ia harus segera pulang sebelum ada panggilan maut dari sang mami.

Setelah menghabiskan beberapa menit di dalam kamar mandi, akhirnya Aris keluar dalam keadaan tubuh yang sangat segar.

Kini laki-laki itu mengganti pakaiannya dengan kaos polos berwarna hitam, Aris memang sengaja meletakkan beberapa baju santainya di apartemen, meski pun tidak sering tidur di tempat ini.

Ia meraih kunci mobil yang diletakkan di atas meja, tentunya oleh Wira yang kemarin ia telepon untuk mengantarnya pulang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status