Share

Meminta Pertolongan

last update Last Updated: 2023-03-23 17:12:03

‘Aku harus segera pergi dari sini, sebelum Mas Arjuna memukulku’ batin ku sambil mengemasi barang-barangku.

Tangan ini bergerak cepat memasukkan pakaian ke dalam tas yang dulu aku bawa saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini, aku kumpulkan rasa berani dari ancaman Mas Arjuna, tapi kalau aku terus-terusan merasa takut, mereka akan terus mengintimidasi mental dan jiwaku. 

Aku mendengar mertuaku menangis meraung-raung penuh drama. Padahal, masih melekat ingatan di kepalaku, dia juga pernah mencocol mulutku pakai sambal, saat aku ketiduran setelah menyetrika pakaian mereka yang menggunung.

Setelah selesai berkemas dan sudah berganti pakaian, aku menuju pintu keluar. Sebelum keluar, tangan yang bekas sambal tadi kusapukan di baju Mas Arjuna yang tersusun rapi di lemari. Biar saat dia memakai baju yang terkena sambal, merasakan sensasi hangat terbakar di kulitnya. Agak konyol, tetapi biar saja karena dia juga sering membuatku sakit hati.

Kubuka pintu kamar, seketika semua mata tertuju padaku. Mas Arjuna menghampiriku dengan amarah.

“Mau kemana kamu, Yati! Dasar nggak tahu diri, sudah menumpang malah kurang ajar sama ibuku!” umpatnya. 

Plak!

 Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku. Bu Anik dan Mila tersenyum puas. Bahkan kakak ipar itu seperti senyum mengejek ke arahku. 

Segera kuambil guci kecil di lemari yang posisinya pas di samping aku berdiri, kulempar ke arah Kak Mila. Tepat sasaran, benda itu mengenai jidatnya.

 Bug!

 “Aww!” teriak Mila.

Tak kusia-siakan kesempatan, segera kaki ini berlari ke arah pintu keluar.

 “Sudah cukup kalian, keluarga durjana! Sudah cukup kalian memperlakukanku seperti binatang!“ teriakku dari halaman rumah. Sontak membuat semua tetangga berhamburan keluar dan mendekati keributan yang telah aku ciptakan.

Tetangga sudah ramai di depan rumah mertua. Kulihat dari dalam, suami dan mertuaku tergopoh-gopoh dengan wajah pucat pasi melihat diri ini menjerit histeris seperti orang kesurupan.

"Tolooong ... tolooong!" Aku berteriak dengan sekuat tenaga.

Mas Arjuna berusaha menarik tangan ini untuk masuk kembali ke dalam rumah. Aku berusaha memberontak, tapi tenagaku kalah kuat dengannya. 

"Aku tidak akan membiarkanmu, lolos, kau harus menerima konsekuensi dari perbuatanmu," bisiknya sambil terus menarik tubuh ini agar masuk kembali ke dalam rumahnya. 

‘Ya Allah, aku harus bagaimana lagi. Aku benar-benar tidak ingin lagi kembali ke rumah itu.’ batinku dalam hati sambil terus berpikir bagaimana aku bisa lepas dari cengkraman Mas Arjuna.

Semua aku lakukan agar Mas Arjuna kewalahan menarik tanganku, Sorot mata ini tajam menantang ke arah lelaki yang masih berstatus suamiku itu, layaknya orang kesurupan dengan harapan agar Mas Arjuna takut. Terbukti, caraku berhasil. Dia mundur beberapa langkah.

Semenjak ijab kabul, hanya sebulan aku menikmati indahnya pernikahan. Makian sudah menjadi makananku sehari-hari, bahkan saat aku demam panas mereka juga tidak peduli, Bagaikan sapi perah, diri ini harus kerja, kerja, dan kerja. Hingga mencuci bekas menstruasi Kak Mila, diri inilah yang melakukan. 

Karena suara teriakan Mas Arjuna, akhirnya Pak RT datang. Beliau menanyakan apa yang terjadi, Bu Sarti juga datang dan langsung memeluk tubuh ringkih ini  yang sudah hilang kendali.

"Sudah, tenang, Nak," bisik Bu Sarti seraya mengelus pundakku 

Pak RT mengajak masuk agar permasalahan ini diselesaikan secara damai. Akan tetapi, aku sudah tidak mau menginjakkan kaki di tempat itu lagi. Lagi-lagi, Bu Sarti meyakinkanku semua akan baik-baik saja. 

Dengan langkah kaki gamang, diri ini memasuki kembali rumah yang menurutku tempat penyiksaan. Tanpa diminta, tubuh ini gemetar, tetapi Bu Sarti memegang erat tangan ini, seperti mengatakan kalau semua akan baik-baik saja. 

 "Dia menantu kurang ajar! Kurang baik apa keluarga ini sama dia, tapi malah dia tega mempermalukan aku!" ucap Bu Anik sambil berurai air mata dan menangis meraung-raung penuh drama, seolah dialah yang tersiksa.

Munafik, batinku. 

“Dia telah durhaka padaku! Dengan kejam, sambal diremas ke mulutku, padahal selama ini, akulah yang mengurusnya. Bahkan saat dia sakit, akulah yang rela begadang untuknya," ucap Bu Anik lagi, mencoba memfitnahku. 

Kulihat Mas Arjuna memeluk menenangkan ibunya. Pintar sekali  dia bersandiwara. Ya Allah, sudah tua, tetapi tidak sadar dengan umur. Padahal, dialah selama ini tidak memperlakukanku layaknya manusia.

Bahkan, dia sempat memberi nasi basi dan memaksaku agar memakannya. Karena menahan lapar seharian, aku pun tak punya pilihan, menyuap dengan rasa perih mendera di hati ini.

Bu Sarti mengelus tanganku, dia memberiku kekuatan agar menceritakan yang sebenarnya. Diri ini bercerita, dari awal pernikahan sampai kejadian tadi. Para tetangga mendengarkan dengan seksama, ada yang beristighfar kebanyakan hanya bisa menggelengkan kepala dan menarik napas panjang mendengar cerita ini. 

 "Bohong, itu! Bohong semua itu!” seru Kak Mila.

 Cih, muak sekali aku melihat wanita ini, dasar munafik, batinku kesal. 

 "Dia bohong, Pak, Bu. Mertua saya malah baik kepadanya. Tapi malah dia yang kurang ajar!” teriak Mila.

 "Cukup, Mila!" seruku sambil menatapnya tajam.

Sepertinya lemparanku tadi masih menyimpan rasa ketakutan baginya, ditambah tatapan tajamku pas ke arah bola matanya membuatnya menciut dan berlindung di balik badan ipar lelakiku.

"Aku berharap kamu menceraikanku, Mas!" teriakku. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pembantu Gratisan   Ending

    Sepanjang perjalanan ke kantor, Nadya tidak hentinya mengulum senyum, rencana yang telah dia buat sepertinya berhasil, dia sengaja mengcopy sepenggal bait puisi milik sang pujangga yang ternama, lalu di akhir puisi Nadya sengaja memberi inisial nama I M, agar Atun mengira itu Ibrahim, dan sengaja juga dia menyuruh Atun ke kamarnya untuk mengambil flashdisk agar Atun melihat puisi tersebut seolah-olah tanpa sengaja, semua sudah Nadya atur sedemikian rupa. Sudah berulang kali Nadya menangkap basah Atun sedang menatap dalam pada Ibrahim, awalnya dia merasakan ada yang aneh pada diri Atun, perasaan Nadya tidak enak jika melihat gelagat Atun, sampai pada akhirnya Nadya melihat sendiri Atun memandang Ibrahim cukup lama, sengaja dia tidak menegur karena belum memiliki bukti yang cukup kuat. Pernah suatu malam, Atun sengaja membuatkan Ibrahim teh dan hendak mengantarkan ke ruangan kerja Ibrahim, tapi karena kemunculan Yati secara tiba-tiba, Atun berkilah jika ingin membuatkan Yati teh, deng

  • Bukan Pembantu Gratisan   Rahasia Nadya

    Pak Long berjalan pilu meninggalkan ruang keluarga, begitu juga dengan Ibrahim masuk ke dalam kamarnya setelah Pak Long pergi. Tinggallah Yati dan Atun di ruangan keluarga ini, Yati masih menatap tidak percaya dengan segala ucapan Atun yang menurutnya begitu pedas. "Yati, maafkan aku, aku juga punya perasaan, aku juga punya hati, semua diluar kendaliku, maafkan aku, tidak bermaksud membuat kamu kecewa dengan semua ucapanku," Atun memeluk Yati, berharap sahabatnya itu mengerti. "Minta maaflah sama Pak Long, Atun. Ucapanmu sungguh membuatnya sangat terluka, kamu boleh menolak, tapi tidak menghina seperti itu, ingat Atun, sebelum dihargai orang, belajarlah menghargai orang lain.""Baik Yati, aku akan minta maaf, lagian pria tua itu sungguh tidak tau diri, kalau suka sama orang ya lihat dulu siapa orangnya, kalau Juli, Rima atau Leni sih wajar, sederajat mereka." "Apa maksudmu, Atun?" Yati semakin tidak mengerti dengan sikap sahabatnya ini, semakin tinggi hati saja. "Aku kan teman se

  • Bukan Pembantu Gratisan   Perkataan Setajam Silet

    Saat Atun lagi bersantai dan memainkan ponselnya di atas kasur, sebuah pesan masuk melalui benda pipih yang sedang Atun mainkan, dengan tidak sabaran wanita itu melihat isi pesan yang masuk. "Atun sayang, coba kirimkan foto Yati, dan besok jam tiga sore kamu saya tunggu di cafe kemarin, kamu ceritakan jadwal dan kegiatan Yati, biar saya bisa atur rencana untuk membunuhnya, setelah itu, besok saya ingin lagi kita melakukan seperti tadi, siapkan stamina." Antara senang dan benci Atun menerima pesan dari Nazil, senang karena ada yang ingin membantunya melenyapkan Yati, dan benci karena pria itu ingin kembali mencicipi tubuhnya. Bukankah untuk mencapai sesuatu, harus ada perjuangan dan pengorbanan. Atun kembali tersenyum, karena dia merasa ini bagian dari tugas, biar saja pria bejat itu mencicipi tubuhnya sesuka hatinya, yang penting tujuannya tercapai, setelah berhasil menjadi istri Ibrahim, cukup mudah bagi Atun melenyapkan Nazil, karena telah mempunyai uang yang banyak, Atun memili

  • Bukan Pembantu Gratisan   Sebuah Rencana

    "Sebelumnya kenalan dulu, nama saya Nazil." "Kalau saya, Rahman." Kedua pria asing itu memperkenalkan diri pada Atun, begitu juga dengan Atun, walaupun merasa sedikit jijik, Atun menyambut uluran tangan kedua pria itu. "Sepertinya anda punya masalah," ucap Nazil, sorot matanya masih tajam memandang Atun, kadang pandangan itu berhenti di bagian aset Atun di bagian depan, rasa tidak nyaman menghampiri, tapi karena saat ini dia butuh partner untuk membantunya melenyapkan Yati, dia berusaha setenang mungkin. "Jika kalian berhasil melenyapkan wanita ini, imbalan begitu besar, dia istri dari pengusaha sukses, aku ingin kalian melenyapkan nyawa wanita itu." "Perkara yang mudah bagi kami untuk melenyapkan nyawa orang, tapi, semua itu tidak gratis dan butuh strategi yang matang, agar kita semua bisa lolos dari hukum." ucap Nazil, sepertinya pria berkulit tambun itu yang lebih dominan dari pada Rahman."Saya sudah bilang, akan ada imbalan yang gede, 50 juta ringgit? 100 juta ringgit? Semua

  • Bukan Pembantu Gratisan   Niat Jahat

    "Hari yang cerah, sedap betul jika berenang," ucap Atun sambil berjalan ke arah Yati dan Nadya."Yati, mari kita berenang, masih ingat tidak saat di kampung dulu, waktu kita masih sekolah dasar, berenang di empang milik Pak Salman, orang tua kita pasti marah saat itu," ucap Atun lagi mengenal masa kecil mereka. Nadya masih merasa kesal dengan sikap Atun yang suka seenaknya sendiri, sekarang malah santai, seolah tidak merasa bersalah. QAtun ini sedikit mengerti watak Yati, jika dia melakukan hal yang semena-mena, dia pasti mengingatkan kembali kisah mereka saat masih di kampung dulu, Yati orangnya tidak enakan, jadi, pasti mengurungkan niatnya untuk menegur Atun, sedangkan Nadya sudah sedikit muak melihat kelakuan Atun. Nadya merasa ada hal yang aneh pada diri Atun, tapi dia tidak tahu, tapi yang Pasti beberapa waktu terakhir ini, Nadya sudah merasakan kejanggalan pada sahabat kakaknya tersebut. "Kak Atun, tadi kamu kenapa membentak Leni? Padahal kamu yang salah, jangan seperti it

  • Bukan Pembantu Gratisan   Sifat Buruk

    "Tuan!""Tuan!"Atun berusaha mengejar Ibrahim sambil berusaha memanggilnya, tapi karena Ibrahim memakai headset tidak mendengar panggilan Atun. Atun berusaha berlari beriringan dengan Ibrahim, dengan begini saja dia sudah merasa bahagia, karena merasa seperti pasangan suami istri yang sedang berlari bersama. "Dik Atun, Abang datang," ucap Pa Long, Atun menoleh, sudah ada Pak Long yang berlari beriringan juga dengannya."Pak Long, ngapain kesini!" Atun memperlambat langkah kakinya. "Abang hendak menemani Dik Atun olahraga biar kita sama-sama sehat." Dasar lelaki tua yang genit, sok-sokan menyebut dirinya Abang. "Pak Long, tadi Tuan Ibrahim berpesan kalau Pak Long harus mencuci mobil kerjanya." "Oh, tenang Dik, semua mobil sudah bersih termasuk mobil Nyonya Yati, jadi, kita bisa lari bersama mencoba merajut kasih." Mata Pak Long berkedip sebelah ke arah Atun, kumisnya yang tebal membentuk sebuah lengkungan. Semakin sebal dan merasa jijik saja Atun melihat Pak Long ini. "Ya udah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status