Share

Bukan Pemeran Utama
Bukan Pemeran Utama
Author: Mentari NA

1 - Amnesia

“Memangnya kalau tinggal di kota ini masalah banget, Mas? Padahal aku nyaman di sini.” Tanyaku seraya memandangnya memasukkan semua barang kami ke dalam tas besar. Menjadi pasien koma selama 2 bulan lamanya membuatku susah bergerak jadinya suamiku yang membereskan semuanya.

“Mas maunya kamu memulai hidup baru tanpa ada yang menuduhmu melakukannya. Bukan salahmu kecelakaan itu terjadi.” Jawab Mas Alvis semenit kemudian.

Nabhila Pramuditia. Katanya lahir  26 tahun lalu, menjadi ibu rumah tangga sekitar 3 tahunan lalu. Katanya lagi, aku suka di rumah, memasak banyak kue lalu membagikannya ke banyak tetangga atau meminta suamiku membawanya ke panti asuhan ternama. Intinya, aku benar-benar seorang ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Kami berdua telah mempunyai bayi cantik yang lahir 3 bulan lalu. Dan selama aku koma, Kanza di asuh oleh perawat yang suamiku sewa.

Lalu nama lengkap Mas Alvis? Alvis Pramuditia. Seorang CEO tapi aku tidak ingat bekerjanya di bidang apa atau suamiku ini sudah umur berapa. Aku tidak tahu bagaimana pertemuan pertama kami, siapa yang mengajak pacaran atau bagaimana megahnya pernikahan kami. Intinya, katanya kami sangat bahagia selama 3 tahun ini.

Dan selama 2 mingguan, aku benar-benar merasakannya.

 “Sudah sanggup berdiri?” kugelengkan kepalaku manja, Mas Alvis segera mendekat dan memapahku menuju mobil.

“Mas, aku bener-bener minta maaf karena harus melupakan semua kenangan kita semasa pacaran dan selepas menikah. Kamu pasti kecewa banget sama aku.” Ya, sejam setelah bangun dari koma 2 minggu lalu. Dokter mengatakan aku mengalami amnesia setelah kecelakaan besar yang menimpaku bersama saudari kembarku. Sayangnya dia tidak bisa diselamatkan membuat semua keluarga besar menyalahkanku.

Katanya, akulah penyebab kecelakaan itu terjadi. Andaikan aku tidak memaksa Nadhila untuk mengantarku ke kantornya Mas Alvis mungkin saat ini aku masih bersamanya.

“Tidak masalah, kamu selamat dan masih ada di sisiku saja sudah lebih dari cukup. Kenangan masih bisa kita ciptakan sedangkan kehidupan tidak bisa diulang kembali, melihat kamu duduk di sini saja sudah lebih dari cukup untuk Mas dan anak kita.” Semua perkataan Mas Alvis selalu membuatku tenang, terlihat sekali dia sangat mencintaiku.

Setelah mendudukkanku di kursi mobil, Mas Alvis pamit ke dalam untuk mengambil barang-barang yang cukup banyak terutama bayi kecil kami. Sambil menunggu, aku menatap rumah sakit ini. Katanya, demi menjauhkanku dari keluargaku sendiri dia sengaja memindahkanku kemari. Mas Alvis tidak sanggup melihat tatapan kebencian dari semua orang kepadaku. Apa aku memang seegois itu?

Mereka bahkan sudah menganggapku ikut mati bersama Nadhila saking bencikah?

“Padahal sudah Mas beritahu tidak baik melamun. Memangku baby masih bisa kan?” Mas Alvis kembali, sampai kapanpun aku akan berusaha mengingat kembali kenangan kami agar bisa membuatnya bahagia.

Aku tersenyum manis saat bertemu pandang dengan perawat baby kami, dia menunduk sopan barulah berlalu pergi, dia adalah orang baik.

“Bisa, sini sayang sama Bunda. Anaknya Bunda cantik banget sih? pasti karena Ayahnya ganteng ya?” sedetik setelah aku mengatakan itu, Mas Alvis malah tertawa di belakang sana. Dia sibuk memasukkan barang ke dalam begasi belakang.

Tak lama mobil mulai melaju meninggalkan rumah sakit kecil ini, aku tidak akan lupa bagaimana berjasanya dokter-dokter di sana untuk menyembuhkanku.

Sepertinya aku akan merindukan Bandung atau apapun yang ada di sini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status