Dengan senang ku ulurkan tanganku padanya, “Namaku Nabhila Pramuditia. Tinggalnya di nomor 13 blok A. Kayaknya aku perginya jauh deh, malah sampai di blok sini. Di depan biasanya ada jajanan begitu? Wah aku bisa ikutan beli dong.” Jabat tangan kami terlepas, senyumku bahkan tidak memudar sama sekali. menyenangkan sekali punya teman baru.
Kami bercerita banyak, ternyata Mba Laila sudah punya dua anak Cuman rajin olahraga saja makanya masih keliatan sehat, kalau diperhatikan memang sudah agak tua. Umurnya saja sudah 38 tahun, tapi wajahnya masih mulus, rambutnya coklat lurus habis di warnain kayaknya.
“Dulu pas selesai lahiran, stretchmark Mba hilangnya makan waktu berapa lama?” tanyaku santai padahal dalam hati penasaran sekali.
“Mungkin setahun sehabis lahiran? Pas anakku umur 1 tahun, itupun harus bolak balik ke spa atau ke dokter supaya perutnya bisa mulus lagi. Tapi tergantung cara kita menangani sih, ada yang berhasil di 6 bulan? 8 bulan kayaknya.”
Masa sih?
“Kenapa? Kamu pasti kesusahan banget dan pusing liatnya. Nanti kalau ketemu lagi aku kasi alamat dokternya jadi bisa ke sana, pasti banyak banget karena anaknya besar begini.” Balasanku cuku[ sebatas anggukan. Apa aku menemui dokter terbaik makanya cepat hilang?
“Tapi ada kok yang menghilangkan stretchmark lewat operasi jadinya bisa langsung hilang.” Wah, mungkin jalur ini yang ku ambil makanya cepet hilang apalagi Mas Alvis bilang semua orang mendukungku ditambah ada Mama yang menjaga Kanza.
Kami berpisah pas jam 5, aku bahkan dengan semangat melambaikan tangan pada Mba Laila saking senangnya bisa bertemu dan sharing dengannya. Segera kubawa Kanza pulang sebelum Mas Alvis sampai rumah, karena aku perginya kejauhan jadinya sampai rumah agak lama. Senyumanku melebar saat melihat mobil Mas Alvis terparkir di garasi.
“Mas.” Panggilku saat melihatnya di teras.
Dia berlari ke arahku, memelukku dengan sangat erat.
“Ada apa Mas?” tanyaku heran, aku bahkan bisa merasakan betapa takutnya Mas Alvis saat ini.
“Aku kira kamu ninggalin aku.”
Aku tertawa, membalas pelukannya. Untung Kanza tertidur dengan nyaman.
“Mana mungkin aku ninggalin Mas Alvis. Tadikan sebelum Mas berangkat, aku sudah bilang mau jalan-jalan di sekitar sini sekalian cari teman. Sudah ya?” pelukannya semakin erat, tak lama aku mendengar suara tangisannya.
Mas Alvis menangis?
“Aku di sini. Sampai kapanpun aku engga akan ninggiln suami tampanku ini, memangnya aku mau ke mana kalau memang ninggalin Mas Alvis? Aku engga ingat-ingat apa, aku engga tahu nama ibuku, ayahku bahkan aku ingat tahun lahirku apa. Aku engga tahu siapa temanku, aku engga punya apa-apa andaikan mau kabur. Di dunia ini, aku hanya punya Mas Alvis dan Kanza, yang mau menerimaku dengan tangan terbuka hanya kalian jadi jangan pernah berpikiran aku ninggalin Mas Alvis.” Kataku menenangkannya.
Ku lirik ke arah Kanza, putri cantik kami.
“Mas, sekarang aku tahu kenapa garis di perutku cepet hilang.” Dia melepaskan pelukannya, menungguku mengatakannya.
“Karena operasi. Iyakan?”
Dia terdiam lama lalu mengangguk mengiyakan. “Kamu sangat tidak suka dengan garis di perutmu jadinya meminta Mas untuk mendaftarkanmu ke dokter. Mas akan melakukan apapun asalkan kamu bahagia, mau semahal apapun akan Mas lakukan. Semua orang mendukungnya.” Aku tertawa, menghapus sisa airmatanya.
“Naa. Jangan pernah ninggalin aku.” Bisiknya, kubalas dengan anggukan.
Mas Alvis dan Kanza masuk lebih dulu. Aku sedikit terganggu dengan panggilan itu ‘Naa’. Bukannya itu panggilan untuk Nadhila yang diberikan oleh orang asing? Lalu kenapa Mas Alvis memanggilku dengan nama yang sama?
“Sayang, engga masuk?”
“Iya Mas, aku masuk.”
Sudahlah, lagian nama depan kami sama. Hanya huruf D dan B yang membedakan, juga sematan nama Mas Alvis di belakang.
Mungkin panggilan itu memang untuk kami. Untukku dan untuk adikku, Nadhila.
Mengantar suami kerja sampai teras rumah adalah hal menyenangkan bagi ibu rumah tangga sepertiku.“Jangan kemana-mana, kalaupun mau ke suatu tempat langsung telepon Mas saja.” Itu katanya sebelum pergi.Padahal aku mau keliling Jogja, setidaknya hapal jalanan sini. Sudah seminggu di sini tapi belum tahu menahu soal daerahnya, ini di desa mana atau kacamatan. Atau jogja ini sebenarnya adalah kacamatan? Aduh, aku mendadak pening memikirkannya padahalkan ada banyak pekerjaan yang bisa aku kerjakan apalagi Mas Alvis tidak mau memperkerjakan pembantu permanen. Hanya bekerja di jam 5 pagi sampai 8.“Apa kita jalan-jalan saja tanpa memberitahu Ayah?” gumamku sambil menatap Kanza di gendonganku.“Tapi mau ke mana?” karena lelah berdiri, aku memutuskan masuk ke dalam untuk bermain dengan Kanza. Aku sudah mandi tadi pagi dan Mas Alvis yang menjaga Kanza katanya tidak baik memperkerjakan pembantu nanti malah terjadi hal yang tidak-tidak. Sarapan pun sudah, kami sarapan bersama tadi.“Kanza, Bund
“Kembaran dari Nadhila yaitu Nabhila juga meninggalkan duka mendalam untuk semua orang, pemilik N’Beauty dan N’Fashion ini bahkan langsung meninggal di tempat karena duduk di kursi pengemudi. Saat ini suami dan anaknya menghilang tanpa kabar, perwakilan keluarga Meeaz mengatakan mereka berdua memilih menenangkan diri dan menjauh dari keramaian.” Suara TV yang menggema di kamar mewah itu terus terdengar, membuat perempuan paruh baya di ranjang hanya bisa terpaku menatap gambar-gambar kedua putrinya.“Kami dari HSQnews mengucapkan turut berduka atas kecelakaan yang menimpa dua putri keluarga Meeaz. Terimakasih.”“Alvis dan Kanza belum ada kabarnya?” tanyanya dengan suara parau pada pelayan.“Sebelum menghilang 2 bulan lalu, Tuan Alvis meminta kami untuk tidak mencarinya lagi. Tuan ingin memulai kehidupan baru tanpa bayang-bayang kematian Nona Nabhila. Ingin membesarkan Nona Kanza tanpa ada yang membicarakan kematian mengerikan itu. Jadinya kami dan tim keamanan memutuskan untuk mengikut
“Jangan bilang Anda mau mencarinya dengan status dan wajah baru? Saya tahu keluarga Anda terkenal dengan keahliannya mencari orang, tapi Anda yakin mau mencari orang yang sudah terkubur?” Feira tertawa sebentar, membuka gambar-gambar hasil otopsi Nadhila.“Apa yang membuat Anda begitu yakin, mayat itu bukan Nona kami?”Tunangan dari Nadhila itu mengeluarkan ponselnya memperlihatkan foto hasil pemotretan milik Nadhila setahun lalu saat mereka jalan-jalan ke Bali. Austin memperbesar bagian lengan atasnya, terdapat bekas luka memanjang hingga pundak atas.“Anda tahu alasan Nadhi tidak pernah menyepakati brand pakaian yang terbuka kan? Atau pemotretan yang harus memperlihatkan lengan kanannya? Karena luka ini.”Feira dengan cepat memeriksa gambar hasil otopsi sebelah kanan, tidak ada. Bagian lengan kanannya hanya terbakar sedikit tapi warna kulitnya masih terlihat jelas. Sama sekali tidak ada tanda bekas luka di sana.“Saya dengan hati-hati bertanya pada pihak kepolisian, mereka tidak men
“Mas tidak ada niatan bawa aku dan Kanza jalan-jalan? Aku bosen di rumah terus, Kanza pasti bosan juga. Aku sempat baca di internet di kawasan sini banyak wisata yang bisa kita kunjungi di akhir pekan. Daripada libur kerja begini di rumah terus.” Bujukku pada Mas Alvis, suamiku sibuk membaca koran di teras ruang tamu di temani Kanza yang sibuk bermain sejak tadi.“Kamu mau ke mana Sayang?”Aku dengan wajah bahagiaku duduk di samping kirinya, menatapnya dengan senyuman paling lebar membuatnya ikut tersenyum juga.“Aku mau ke kebun binatang? Kan bisa kenalin Kanza juga hewan-hewan begitu. Kanza cantik kita kan umurnya mendekati 4 bulan, Mas. Jadi endak masalah kalau di bawa ke sana, atau ke pantai? Aku mau kenalin Kanza pantai juga. Apalagi ya?” tangan Mas Alvis terulur mengusap rambutku, aku merasa nyaman setiap kali dia memperlihatkan betapa sayangnya dia pada kami yaitu aku dan Kanza.Sebenarnya ada yang mau aku tanyakan pada Mas Alvis perihal berita yang aku liat kemarin pagi tapi a
Kupandang Mas Alvis beberapa kali, aku ingin membahas tentang siapa itu Austin atau setidaknya ada kejelasan mengapa teleponnya mendadak di matikan. Apa aku tidak pantas tahu apa-apa? Kan itu keluargaku, yaps! Aku menduga Austin adalah keluargaku. Atau bisa saja, dia adalah pacarnya adikku yang telah meninggal itu? “Nabhila, bukankah Mas berulang kali mengatakan untuk tidak melamun? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu lagi? Mas siap mendengarnya.” Kupandang Mas Alvis lama, orangnya sibuk menatap ke depan. Tidak! Jangan dulu. Aku tidak boleh buru-buru membahasnya apalagi telepon tadi hanya beberapa detik. Kalau Mas Alvis marah terus membatalkan jalan-jalan kami? Aku sendirikan yang kena. Kugenggam tangannya sambil tersenyum senang, “Aku lagi bahagia tahu, Mas. Baru saja kemarin sedih karena tidak bisa jalan-jalan eh hari ini dibawa Mas Alvis keluar. Apa ya? hatiku senang banget, makasih suamiku makin sayang deh.” Bisa prediksi bagaimana senangnya dia? Sangat senang sekali b
Suasana mendadak canggung semenjak kami pulang mendadak, Mas Alvis tidak mengajakku bicara atau setidaknya menjawab pertanyaan yang aku tanyakan kepadanya. “Kita bicarakan di rumah setelah Kanza tidur.” Hanya itu yang dia katakan saat keluar dari mobil untuk mengajakku masuk kembali dan ke rumah. Ku tatap Mas Alvis yang sibuk menyetir, aku tidak bisa begini dengannya. Maunya, kita membahasnya sampai tuntas lalu tertawa bersama. Kami adalah keluarga bahagia dan aku tahu Mas Alvis sangat menyayangiku juga Kanza jadi Mas Alvis mana mungkin berbohong apalagi merahasiakan sesuatu dariku. Karena aku sangat mempercayaiku suamiku. Orang yang tetap ada di sisiku, menerimaku bahkan mencintaiku padahal keluargaku sendiri membuangku. Tangannya kugenggam pelan, “Mas, aku tidak bisa lama-lama diam begini. Aku tipikal perempuan yang tidak bisa diam apalagi dengan suamiku sendiri. Kalau memang kalian pernah dekat pun tak akan aku permasalahkan. Aku yakin, Nadhi dan aku sudah membahas ini jauh se
Apartemennya bersih tapi pemiliknya tidak ada di sini. Hanya foto hasil pemotretannya terpasang berjejer di dinding, sangat cantik.Austin menatap ke arah dapur, ia seakan bisa melihat adanya Nadhila di sana sedang memasak omlet untuknya dengan cerita menyenangkannya. Perempuan berambut pendek itu selalu menceritakan apa pun yang dia lalui ke Austin.“Agak engga suka sih sama konsepnya cuman terlanjur kontrak, bisa saja sih aku tolak terus apa ya? Minta ortu ganti rugi? Kayaknya mereka bakal happy banget karena akhirnya aku minta uangnya. Eh! Kok liatin aku segitunya?”“Senyum kamu cantik.”“Hahhaa, My Love Austin! Kamu juga sangat tampan makanya aku bersedia bertunangan denganmu.”Ia tersenyum sendirian mengingat kenangan lamanya dengan Nadhila, tapi deringan ponselnya membuatnya buru-buru keluar dari sana.Nama Feira tertera di sana.“Bagaimana? Kamu menem
Mataku mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk, samar-samar suara Mas Alvis mulai bisa aku dengar dengan baik.“Tidak perlu ke rumah sakit kan Dok? Apa bagaimana?”“Tidak perlu Pak Alvis, cukup di pantau saja kesehatannya. Karena terlalu memaksakan ingatannya akhir-akhir ini jadinya Bu Nabhila sering pusing bahkan sampai ke tahap pingsan. Saran saya, minta beliau untuk menikmati harinya saja, masalah ingatan itu akan kembali seiring waktu.”“Baiklah Dok, terimakasih karena mau mampir ke sini.”“Sama-sama Pak Alvis, sebuah kehormatan karena bisa membantu Anda.”Aku merenung sendirian di ranjang, sepertinya ini bukan kamar utama karena tidak ada Kanza di sampingku. Apa tadinya Mas Alvis begitu mengkhawatirkanku sampai-sampai harus memanggil dokter kemari?Suara mobil yang menjauh bahkan bisa kudengar dengan jelas, aku agak menyesal karena membuat suami tersayangku khawatir.