Kenapa ada kondom di saku celananya. Untuk apa dia memakai kondom. Selama kita menikah Anto tidak pernah memakai kondom saat berhubungan, apalagi dia sangat menginginkan anak dariku. Dia selalu berharap aku cepat hamil agar cepat dapat momongan. Tapi untuk apa dia beli kondom ini!
Ku periksa dengan teliti bungkusan kondom dengan gambar buah strawberry itu. 'Disini tertulis isi tiga pieces. Tapi saat ku buka hanya ada dua pc. Itu berarti yang satu lagi sudah dipakai. Tapi dengan siapa Anto melakukannya?' Semua pertanyaan tercecar di benakku.
Ya-tuhan suami yang selama ini aku percaya ternyata dia bermain api dibelakangku. Tega sekali dia menghianatiku. Aku bergegas menyembunyikan kondom ini di dalam tas ku, akan aku pakai sebagai bukti suatu saat nanti.
Kini aku hanya d
Segera ku ambil ponsel yang sudah ku lempar tadi. Aku simpan nomer misterius ini di ponselku. Setelah menghapus semua pesannya aku pun langsung memblokir nomor tidak dikenal ini agar tidak bisa menghubungi Anto kembali.Jantungku berpacu lebih cepat, rasa bersalah, takut dan panik menjadi satu."Krek!" Bunyi pintu dibuka. Itu pasti Anto. Langsung ku taruh kembali ponselnya di atas nakas."Sayang, ayo makan dulu!" ucap Anto yang datang membawa mangkuk berisi sup ayam di tangan kanannya, dan bungkusan obat di tangan kirinya.Dengan telaten dia menyuapi aku. Wajahnya begitu manis, sikap nya yang lembut dan penuh perhatian, itu yang dulu membuatku tergila-gila kepadanya."Setelah makan langsung minum obatnya, biar cepet pulih" ucap Anto sambil mengelus kepalaku.Melihat sikap dan perhatiannya membuatku semakin merasa bersalah. Sebaga
"Gila kamu, Re! Kamu fikir aku cewek murahan?" sambarku lalu beranjak dari kursi. Seketika aku membalikan badan dan pergi meninggalkan Reo. Namun, dengan cekatan Reo berlari mengejarku, dia menarik tanganku dan mengajakku kembali ke meja."Tin, Tina! Santai dong, mau kemana sih?" tanya Reo cengengesan.Aku terus berjalan. Namun, Reo menghadangku."Jangan marah dong, Tin! Aku kan cuma becanda,""Tapi becandamu gak lucu, Re!" sahutku menatap Reo tajam."Jangan sensitif gitu dong! ya udah, aku minta maaf deh!" seketika Reo bersimpuh di kakiku, membuat orang-orang disekitar melihat kearahku. Tingkah Reo benar-benar membuatku malu, anak ini memang tidak pernah berubah dari dulu."Bangun, Reo! Jangan bikin aku malu ditempat umum!" cetusku pada Reo yang masih bersimpuh."Aku akan bangun, tapi kamu janji jangan marah lagi!" sahut Reo sedikit mengancamku.
Ya tuhan, aku benar-benar bingung, apa yang harus aku lakukan? Aku takut jika ini hanya sebuah jebakan. Tapi, setelah melihat foto-foto yang dikirim Ayu, aku sangat khawatir dengan kondisi Bagas. Aku takut jika Bagas sedang dalam bahaya.Terlebih saat mendengar voice note yang dikirim Ayu padaku, terdengar suara Bagas yang sedang ketakutan. Ah-aku benar-benar bingung.Akhirnya setelah lama berpikir, aku putuskan untuk mengecek kondisi Bagas. Aku tidak mau menyesal jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada Bagas."Pak, kita ganti tujuan!" ucapku pada supir taxi. Setelah aku memberi tahu alamat yang akan dituju, Pak sopir segera melajukan mobilnya dengan kencang, sesuai perintahku. Aku ingin segera sampai di rumah Gery."Bagas, sabar, Nak! Sebentar lagi Mamy Na datang" lirih ku dalam hati. Aku benar-benar cemas.Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya aku sampai di rumah megah G
"Perutmu terlihat lebih gemuk sekarang, Tin!" bisik Gery di telingaku.Gery benar-benar melampiaskan hasratnya, kejadian ini terulang lagi. Aku hanya bisa menangis saat dengan buasnya Gery menyetubuhi ku. Ia membuatku tidak berdaya. Memperlakukan aku seperti budak nafsunya.Kepalaku benar-benar pusing, sensasi mual seketika datang begitu saja."Geryyy!!!" suara teriakan yang sangat keras dari seseorang yang tidak ku kenal. Sontak mengagetkan kami, terutama Gery."Mama! Papa!" ucap Gery terkejut.Seketika Gery memakai celana boxernya, lalu menutupi tubuh polosku dengan bajuku yang sudah robek.K
"Iya, sebentar lagi Bapak dan Ibu, akan memiliki momongan. Ibu sedang hamil muda, usia kandungannya sudah 4 minggu. Memang di usia kandungan yang masih muda, biasanya membuat Ibu cepat kelelahan, dan indera penciuman akan lebih sensitif. Itu semua normal 'ko, Bu! Yang penting Bapak harus terus menjaga Ibu dengan baik ya, jangan sampai stres!" papar dokter paru baya itu menjelaskan panjang lebar."Aku hamil? Aku akan memiliki anak dari Anto?" gumamku dalam hati. Anto pasti akan sangat bahagia mendengarnya, anak yang sudah lama kami tunggu-tunggu."Kring kring" dering ponsel Mas Dimas berbunyi."Halo, Gery! Ada apa?" ucap Mas Dimas menjawab telponnya.Mendengar nama Gery, seketika pikiran buruk kembali menghantuiku."Gimana jika Anto mengetahui apa yang telah Gery lakukan padaku, gimana jika Ayu memang sengaja ingin menghancurkan rumah tanggaku dengan Anto? tidak bisa kubayangkan jika Anto
"Kak Tina kenapa? Ko bengong mulu?" suara Alika lagi-lagi membangunkan lamunanku. "Siapa yang bengong sih, Al? Orang Kakak lagi berpikir," "Emang Kakak lagi mikirin apa?" tanya Alika penasaran. "Kepo kamu, Al. Mau tau aja urusan orang dewasa!" ucapku berlalu meninggalkan Alika. "Huh … dasar, gak jelas!" cetus Alika kesal. Di dalam kamar aku mulai membongkar satu persatu buku dan barang-barangku saat SMA dulu, aku memang menaruh semuanya di dalam kardus, dan masih tersimpan dengan rapi di lemari kayu. Hampir dua puluh menit aku mengecek semua barang-barang lamaku, tapi tak satupun petunjuk yang kutemukan. Namun, saat aku mengemas kembali barang-barangku, ada sebuah buku diary lamaku yang dulu sempat hilang. Ini adalah buku diary hadiah dari Mas Dimas saat ulang tahunku yang ke 17. Dulu
"Mama!" ucapku langsung memeluk wanita cantik berpenampilan modis ini."Tina, kamu disini? Mama kangen banget sama kamu, Tin" kita pun larut dalam rasa rindu, sudah enam bulan aku dan Mama tidak bertemu, semenjak Mama ikut ngurusin bisnis Papa di singapore, Mama hanya pulang dua kali dalam setahun."Tin, makin cantik saja kamu," ucap tante Lily yang dari tadi berdiri di samping Mama."Eh, tante, apa kabar?" jawabku lalu mencium pipi tante Lily seperti biasa."Kabar baik, Tin!" jawab tante Lily."Ya sudah, ayo masuk dulu!, kita ngobrolnya di dalam saja," sahut Mama, kita pun semua duduk di sofa. Seperti biasa, Mama langsung berteriak memanggil Bi Rum. Sama persis seperti Alika, segala hal harus dilayani oleh Bi Rum, padahal Papa sering mengingatkan Mama, agar lebih mandiri, tapi sepertinya Mama sudah kebiasaan di layani pembantu."Bi, Bi Rum!, air minumnya man
Butiran bening mulai menetes di pipiku, rasa sakit yang tidak bisa aku ungkapkan, kenyataan yang begitu pahit, yang baru aku ketahui, setelah sekian lama aku hanya menerka-nerka.Aku benar-benar tidak percaya, jika orang yang selama ini selalu ada disampingku, selalu mensupport ku, orang yang sudah sangat aku percaya, ternyata dia adalah dalang dari semua bencana dan petaka yang aku alami."Ya-tuhan, apa salahku pada Ayu, kenapa dia tega mengorbankan keperawanan sahabatnya sendiri," lirihku dalam hati.Melihatku terus menangis, Reo sangat panik, dia berusaha menenangkanku. Tangan Reo berusaha memelukku. Namun, dengan cepat aku menepisnya."Jangan sentuh aku, Re! Aku tidak sudi disentuh oleh penghianat seperti kamu!""Maafkan aku, Tin! Saat itu aku benar-benar tidak ada pilihan lain, aku juga khilaf, Tin! Ayu yang terus-terusan mempengaruhiku.""Ap