Bab 7) Ini Bukan Lelocun, Kiara!
"Maaf," lirih Aira saat berhasil menegakkan tubuhnya kembali. Dia melepaskan diri dari tangan kokoh itu.Rasanya teramat malu menyadari dirinya berada di dalam pelukan seorang lelaki padahal ia telah bersuami, walaupun itu bukan berdasarkan kesengajaan.
Namun tak dapat di sangkal, debaran di dadanya menyergap. Ini untuk pertama kalinya ia berada di pelukan seorang lelaki, lantaran sampai sejauh ini, Athar belum pernah menyentuhnya. Hubungan Aira dan Athar lebih mirip sepasang sahabat, bukan suami istri.
Aira menghela nafas, mendorong tubuh tinggi besar itu kemudian segera menutup pintu lift. Aira memijat tombol yang akan membawanya menuju lantai dasar.
Sementara itu, lelaki itu masih saja berdiri terpaku membayangkan wajah wanita yang barusan tanpa sengaja dipeluknya. Wajah wanita yang terasa begitu familiar.
Dia merasa sangat mengenal sosok wanita yang barusan ia peluk, tapi dimana ia mengenalnya? Otaknya terus berusaha untuk mengingat-ingat.
"Perasaan macam apa ini? Aku yakin hanya sekali ini bertemu dengan gadis itu. Sudahlah. Mungkin ia hanya mirip dengan orang yang pernah aku kenal, entah siapa." Tanpa sadar ia mengibaskan tangannya dan segera berlalu meneruskan langkahnya menuju ruang kerja sang sahabat.
"Athar." Langkahnya mendadak tertahan di depan pintu ruang keeja Athar. Situasi ruangan yang sedikit berantakan membuatnya terkejut.
"Keano!" Athar pun tak kalah kaget. Lelaki itu buru-buru menyongsong sahabatnya. "Kapan kamu balik ke Indonesia?"
"Aku baru saja dari bandara langsung kemari," ujar Athar.
"Wow, apakah aku begitu penting bagimu?" Athar tertawa.
Keano meninju pelan lengan sahabatnya. "Aku kembali ke sini karena kakekku yang memintanya, Athar."
"Jika bukan permintaan kakek Albana, ogah sekali rasanya aku kembali ke sini, tetapi apa mau dikata? Lelaki tua itu apabila sudah meminta, maka harus segera dipenuhi, walaupun aku harus rela meninggalkan perusahaanku yang berkantor di Manila," keluh Keano.
"Aku mengerti, Keano. Kakekmu adalah segalanya bagimu. Namun sayang sekali, kepulanganmu kemari sedikit terlambat. Seandainya lebih awal, kamu pasti bisa menghadiri resepsi pernikahanku...."
"Kamu dan Kiara...." Lelaki itu tiba-tiba menyadari sesosok wanita cantik yang tengah duduk di sofa.
Namun Athar menggeleng. "Bukan, Athar. Hubunganku dan Kiara sudah berakhir sebelum aku menikah. Aku menikah dengan Aira, kakaknya Kiara."
"Athar!" pekik Kiara spontan berdiri. Wajah wanita itu merah padam. "Berani sekali kamu bilang itu kepada sahabatmu. Kamu anggap apa aku, Athar?!"
Tubuh Athar spontan berbalik menghadap Kiara. "Kamu adalah mantan kekasihku, ya mungkin yang diketahui oleh Keano, kita memang sepasang kekasih, tapi sekarang cuman mantan. Ingat itu. Dan jangan pernah membuat kekacauan seperti barusan!" Suara Athar penuh penekanan.
"Hei, ada apa ini? Apa yang terjadi dengan kalian? Dan kamu Athar, kenapa menikah dengan wanita lain? Bahkan selama ini kalian baik-baik saja? Aku hanya tahu kekasihmu adalah Kiara," sela Keano.
"Ceritanya panjang, Keano," sahut Athar sembari mendekati Kiara.
"Sebaiknya kamu pulang, Kiara. Jangan sampai emosiku kembali meledak di ruangan ini. Aku tidak ingin lepas kontrol, sehingga berbuat kasar kepadamu. Ingat kesalahanmu barusan. Kamu telah membuat Aira bersedih," tegasnya.
"Kamu peduli dengan kesedihan Aira dan tidak peduli dengan kesedihanku!" pekik Kiara. Dia menatap Athar, tak percaya Athar bahkan berani mengakui kenyataan hubungan mereka di hadapan Keano, sahabatnya.
"Sudahlah, Kiara. Aku tidak mau berdebat denganmu." Athar mengambil tas tangan wanita itu dari sofa, menyerahkannya kepada Kiara, lalu mendorong tubuh itu seraya menunjuk pintu.
"Pergilah, Kiara. Aku perlu bicara dengan Athar. Dia datang ke sini pasti ada sesuatu hal penting yang ingin ia bicarakan denganku dan itu mungkin tidak ada hubungannya denganmu. Pergilah." Athar berusaha menekan emosinya.
Jika dulu Athar bisa sabar menghadapi sifat egois Kiara, tetapi tidak untuk sekarang ini. Meskipun tingkat kesadaran bahwa Kiara adalah mantan kekasihnya belum 100%, tetapi ia ingin menghargai pernikahannya sendiri, seperti Aira yang menghargai pernikahan mereka. Setidaknya inilah jalan terbaik untuk saat ini.
Kiara menghentakkan kaki dan segera berlari meninggalkan ruangan itu. Keano menatap kepergian wanita muda itu dengan pandangan tak mengerti. Dia menoleh kepada Athar yang hanya bisa mengangkat bahunya.
Athar mengajak Keano kembali duduk di sofa setelah menutup pintu ruang kerjanya.
"Apa yang ingin kamu ceritakan kepadaku, Keano?" tanya Athar. Kali ini nada bicaranya terdengar serius. Athar tahu persis, apabila Keano sampai menemuinya, berarti akan ada perbincangan penting.
Athar dan Keano memang bersahabat, tetapi keduanya gila kerja. Tak ada ceritanya pertemuan diantara mereka hanya berisi senda gurau. Kalau bukan urusan bisnis, pasti hal penting yang lain. Beban dan tanggung jawab dari keluarga masing-masing membentuk mereka menjadi seperti sekarang. Athar dan Keano sukses menjadi CEO di perusahaan masing-masing pada usia yang relatif muda.
"Ada tugas dari kakek Albana yang harus aku jalankan," ujar Athar.
"Tugas? Tugas apa itu? Apakah ada yang bisa aku bantu?" tawarnya.
Keano menghembuskan nafasnya yang berat. Dia menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa, berusaha membuat dirinya rileks.
*****Aira menghempaskan bokongnya di jok mobil. Dia menarik nafas kemudian menghembuskannya kuat-kuat. Tangannya mencengkeram erat kemudi seolah mencengkeram lengan mulus adik tirinya.
Geram.
Tak ada lagi istilah yang lebih daripada itu. Entah sampai kapan gadis itu merepotkannya. Kiara yang membuat masalah, kenapa Aira yang harus menanggung semuanya? Dan kini setelah ia menikah dengan Athar, kenapa Kiara datang dan ingin kembali kepada lelaki yang sekarang sudah sah menjadi suaminya?
"Ini bukan lelucon, Kiara!" Aira memaki dalam hati.
Tak ingin larut dalam amarah, Aira mulai menghidupkan mesin, membawa mobilnya keluar dari basement, masuk ke halaman gedung megah itu, sampai akhirnya ia melewati pintu gerbang areal perkantoran Berkah Bumi Group.
Aira mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rendah sembari terus menata nafasnya. Dadanya turun naik. Aira menyadari, mengemudikan mobil dengan kondisi seperti ini sungguh rawan, tetapi ia tidak punya pilihan. Dia harus meninggalkan areal perkantoran itu, sebelum Kiara kian mencabik-cabik harga dirinya sebagai seorang istri.
Aira adalah seorang istri, bagaimanapun cara ia menikah dengan Athar dan sudah merupakan kewajibannya untuk mempertahankan pernikahannya dengan cara apapun. Kata-kata mommy Rani juga meneguhkan hal itu. Athar adalah miliknya dan Kiara tidak berhak mengambil sesuatu yang telah menjadi milik orang lain.
Bab 8) Siapa Dia?Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi membuat nyali Aira menciut, sehingga akhirnya ia mengurangi kecepatan laju mobilnya. Apalagi ia baru beberapa hari ini kembali berurusan dengan mobil. Selama tinggal bersama papa dan mama tirinya, Aira jarang sekali menyetir sendirian. Waktunya habis untuk mengurusi rumah dan dapur, bahkan dia tidak sempat menginjakkan kaki di bangku perkuliahan, padahal papanya adalah orang berada.Entahlah, Aira juga tidak habis pikir. Laki-laki setengah tua itu mau saja menurut perkataan istri keduanya yang mengatakan bahwa Aira lebih cocok di rumah saja dan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi."Daripada suntuk, sebaiknya aku ke restoran Papa saja. Benar-benar ya, Kiara sudah merusak moodku. Apa haknya meminta Athar kembali kepadanya? Memangnya Athar itu barang?" Meskipun sembari menggerutu, matanya tetap awas menatap ke depan. Perjalanan menuju restoran papanya memakan waktu sekitar 30 menit.Alia Resto and Cafe. Itulah nama restoran papany
Bab 9) Ancaman Hendra"Apa yang terjadi, Aira?" Hendra menatap wajah putrinya dalam-dalam. Gurat kesedihan jelas terlihat dari wajahnya yang jelita. Lelaki setengah baya itu berdiri menghampiri Aira yang hanya bisa tertunduk. Wanita muda itu memandangi gelang yang melingkar di lengannya. Gelang pemberian mommy Rani sebagai salah satu hadiah pernikahannya. Ah, untung saja gelang itu tidak rusak setelah aksi rebutan dengan Kiara barusan. Aira menghela nafas berat."Kiara tadi datang ke kantor Athar, Pa," adu Aira."Apa?" pekik Hendra sangat terkejut. Sampai saat ini putri tirinya itu belum menginjakkan kakinya kembali ke rumah mereka, tetapi dia sudah menyambangi kantor Athar yang sekarang sudah menjadi suaminya Aira."Kiara? Mama tidak salah dengar?" sela Kalina serius. Dia sama sekali tidak terkejut, karena barusan Kiara mengirimkan pesan di ponselnya dan mengabarkan soal itu."Betul, Ma. Dan tahukah Mama, apa yang putri kesayanganmu itu lakukan?" ujar Aira. Gadis itu bangkit dan ber
Bab 10) Layu Sebelum BerkembangAira mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia sudah tidak peduli dengan apapun. Hatinya sakit. Masih terngiang-ngiang ucapan mama Kalina yang memintanya untuk bercerai dari Athar, kemudian pertengkaran kedua orang tua itu. "Aku dan Athar bukan barang yang bisa kalian pisahkan seenaknya. Aku dan Athar sudah menikah dan aku harus melaksanakan amanah mommy Rani untuk menjaga pernikahanku. Kenapa sih Mama Kalina dan Kiara tidak mau mengerti? Kiara yang memutuskan untuk tidak mau menikah dengan Athar, tetapi kenapa setelah beberapa hari, mendadak dia datang lagi dan minta untuk kembali?"Aira merasa seperti dipermainkan oleh takdir. Hanya dalam beberapa hari hidupnya serasa jungkir balik. Tentu saja Aira tidak tahu alasan adik tirinya melakukan hal itu, karena gadis itu bukan sebangsa Kiara yang memandang seseorang dari materi. Dia menerima Athar apa adanya, tanpa syarat apapun, walaupun ada perjanjian di antara mereka. Mungkin saat ini ia belu
Bab 11) Permintaan Mommy Rani Wanita cantik berumur setengah baya itu keluar dari mobil setelah sang sopir membukakan pintu untuknya. Rani melangkah tergesa menuju pelataran rumah sakit. Sembari terus melangkah, ia memainkan ponsel, mencoba menghubungi sang putra. Rani mendesah kesal. Sudah beberapa kali ia melakukan, tapi hasilnya nihil. Demikian juga saat ia mencoba menghubungi Nicko, asisten pribadi Athar. Akhirnya ia menghubungi Anggita, sekretaris Athar yang juga merupakan keponakannya. "Ya, Tante." Suara merdu Anggita terdengar. "Gita, kamu sedang bersama Athar?" Rani balik bertanya. "Kami sedang meeting, Tante. Ponsel Athar dan Nicko memang sengaja dimatikan," beritahu Anggita. "Baiklah. Tante titip pesan ya. Kamu bilang sama Athar, istrinya mengalami kecelakaan dan sedang berada di rumah sakit Citra Medika," ujar wanita itu. "Mbak Aira?!" Terdengar pekik tertahan Anggita. "Iya, siapa lagi? Ya, sudah, Gita. Tante tutup dulu ya." Rani langsung memutus panggilan, lalu mem
Bab 12) Kedatangan Hendra dan Kalina"Kamu tidak perlu merasa tidak enak dengan Athar. Anggap saja kamu mewakili Athar untuk mengurus istrinya," ujar Rani santai, tak peduli dengan kebingungan lelaki muda di hadapannya."Ya beda dong, Mom. Athar kan suaminya Aira," protes Keano.Ingin rasanya Rani tertawa sekeras-kerasnya. Mulutnya pun hampir saja keceplosan. Namun wanita itu tetap menahan diri."Mommy tidak menerima penolakan, Keano. Kamu sudah Mommy anggap seperti anak sendiri. Tak ada yang bisa Mommy percaya untuk merawat Aira selain kamu. Sedangkan Athar malah sibuk dengan pekerjaannya," keluh wanita itu.Rani menarik tangan lelaki itu, membawanya melangkah menuju sofa. Mereka duduk berdampingan. Rani mulai menceritakan apa yang terjadi dengan rencana pernikahan Athar dengan Kiara yang berakhir dengan menikahnya Athar dengan Aira."Jadi Aira itu pengantin pengganti?" Keano memijat kepalanya."Buat Mommy, tak ada istilah pengantin pengganti, yang ada Aira memang sudah di takdirkan m
Bab 13) Diusir Mantan Calon Mertua Setiap ada kesempatan, Athar selalu menyalip kendaraan lain, hingga membuat Kiara histeris. Belum pernah ia melihat Athar sekacau ini sepanjang mereka menjalin hubungan. Athar hanya tersenyum tipis menanggapi jeritan ketakutan Kiara. Saat ini yang dipikirkannya hanyalah bagaimana caranya ia bisa segera sampai di rumah sakit. Dia tidak ingin menanggung omelan sang mommy yang dianggap lalai menjaga istrinya. "Apa gerangan yang sudah terjadi padamu, Aira?" Batinnya bertanya-tanya. Meskipun Aira boleh dikatakan hanya sekedar istri di atas kertas, tetapi Athar tahu jika Aira adalah gadis baik-baik. Dia patut mendapatkan perhatian dan simpati dari siapapun, termasuk dirinya. Dia memang tidak mencintai Aira sebagaimana cinta seorang suami kepada istrinya, tetapi dia pun tak ingin menyakiti gadis itu. Bahkan dia sengaja membuat perjanjian untuk membebaskan gadis itu seandainya ia nantinya menemukan seorang lelaki yang dianggap mampu menjadi imam yang ba
Bab 14) Tahu Diri"Athar, Athar.... Perempuan model begini mau kau jadikan istri? Di mana otakmu?!" Matanya tak berkedip memperhatikan tingkah gadis itu hingga sosok Kiara lenyap dari pandangannya.Selama ini Keano mengenal Kiara dari postingan Athar di sosial media. Kiara yang muda, cantik dan terlihat sangat fashionable. Dia tidak menyangka Kiara berkepribadian seburuk itu. Hari ini ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri sisi lain dari Kiara."Casingnya doang yang bagus. Untung saja mereka tidak jadi menikah. Kalau sampai jadi nikah, entah apa yang terjadi. Athar, Athar.... Diperusahaan doang kamu jago, tapi tidak becus memilih calon istri!" cibir lelaki muda itu.Keano terus bermonolog sepanjang perjalanannya menuju ruang perawatan Aira."Keano, kamu sudah pulang, Nak?" sapa wanita setengah baya itu. Dia melambaikan tangan. "Kemarilah.""Iya, Mom. Maaf, aku lama ya?" Lelaki itu melangkah ke sofa yang ditempati oleh Rani.Keano mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tam
Bab 15) Pesan Dari KiaraMatanya membelalak menatap sesosok lelaki yang terlihat begitu telaten menyuapi istrinya makan. Sosok itu adalah Keano. Untuk sejenak langkahnya terhenti. Athar memegang dadanya. Entah kenapa dadanya terasa sesak. Seperti ada nyeri, tapi tak berdarah. Tuhan, perasaan macam apa ini?"Aira..." Athar berjalan mendekat. "Kamu sudah bisa duduk?""Seperti yang kamu lihat, Athar," balas Aira. Dia menutup mulut, memberi isyarat pada Keano untuk berhenti menyuapinya.Keano menoleh. "Kamu sudah kembali, Athar?""Ya," jawab lelaki itu pendek."Ngapain kamu ada di sini? Dan dari mana kamu tahu jika Aira masuk rumah sakit? Memangnya kamu kenal dengan Aira sebelumnya?" Tatap matanya mengintimidasi lelaki di hadapannya."Kamu jangan salah paham, Athar. Keano yang mengantarku ke rumah sakit ini saat kecelakaan itu terjadi. Apakah mommy Rani belum bercerita kepadamu?" jelas Aira.Lelaki itu spontan menyugar kasar rambutnya. "Aku tidak ingat. Aku tidak terlalu fokus. Gita hany