Share

Merebut Athar?

Bab 6) Merebut Athar?

"Athar!" Suara pekik tertahan disertai dengan benda yang jatuh ke lantai.

Athar buru-buru melepas pelukannya terhadap Kiara. Dia pun terpekik melihat Aira yang berdiri gemetar dari jarak kurang lebih sepuluh langkah dari tempatnya sekarang.

"Aira...." Lelaki itu mendekat. Matanya memicing melihat sebuah kotak makanan yang tergeletak di lantai.

"Aira, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Maaf." Lelaki itu menunduk, mengambil kotak makanan, lalu meraih tangan Aira, menggandengnya menuju sofa tempat Kiara duduk.

Namun Kiara justru berdiri dan bertepuk tangan. 

"Bagus ya! Katanya kamu tidak mencintai Aira, tetapi kenapa perlakuanmu padanya begitu manis? Bahkan di saat kamu ketahuan memelukku, seakan-akan itu adalah sebuah kesalahan!" bentak Kiara. 

"Ya, tentu saja itu salah. Aira adalah istriku, bagaimanapun caranya kami menikah. Aku menghargai Aira sebagai wanita yang sudah kunikahi. Dan apa yang kita lakukan barusan adalah sebuah kesalahan," balas Athar.

Tangannya tak lepas menggenggam tangan Aira. Sebelah tangannya yang lain merangkul bahu gadis itu, berusaha menenangkannya. Athar tahu Aira shock dengan kejadian baruaan.

Mereka menikah tanpa saling cinta. Namun Athar tahu, Aira sangat menghargai pernikahan mereka.

"Oh, ya?" Suara Kiara kembali terdengar.

Kiara tak menyangka sama sekali jika Aira akan datang dan menemui Athar siang ini. Melihat kehadiran Aira, gadis itu seketika melupakan tujuannya datang ke kantor ini. Dia menatap Aira penuh kebencian. 

"Kamu ya, Aira. Kenapa mengambil kesempatan dalam kesempitan?!" tuduhnya spontan.

"Mengambil kesempatan dalam kesempitan?!" Tiba-tiba wajah Aira terangkat. Dipandanginya wajah adik tiri yang selalu merepotkannya ini. 

"Kamu menganggap aku mengambil kesempatan dari masalah yang kamu buat sendiri?!" tunjuk Aira kepada dirinya sendiri. Aira bahkan kembali berdiri, walaupun tubuhnya masih saja gemetar.

"Kamu pikir aku menginginkan pernikahan ini?" teriak Aira.

"Apalagi istilah yang lebih pantas untuk menggambarkan hal itu? Kamu menikah dengan Athar setelah aku pergi. Bukankah itu mengambil kesempatan namanya? Seharusnya kamu menolak saja, Aira. Biarkan saja pernikahan itu batal!" sentak Kiara.

"Enak sekali kamu bilang begitu, Kiara?!" geram Athar. Dia menangkap tangan Kiara yang terangkat siap melayangkan tamparan kepada istrinya. 

"Jelas Aira tidak seperti kamu yang tega meninggalkan diriku jelang pernikahan. Aira lah yang menyelamatkan nama dua keluarga besar dari rasa malu. Bagiku, kamu tak lebih dari seorang pengkhianat!" sarkas Athar. 

Kali ini ia benar-benar muak dengan Kiara. Diam-diam Athar merutuki dirinya sendiri yang barusan malah luluh hanya dengan sikap manis gadis itu. 

"Kamu tidak memikirkan nama baik keluarga kita, Kiara? Kamu pikir semua ini mudah buatku? Bahkan Mama Kalina lah yang memaksaku untuk menikah dengan Athar. Aku masih salah juga?" Aira berteriak. Kesabarannya habis sudah. 

Sejak gadis ini dan ibunya masuk ke rumahnya, hidup Aira tak pernah tenang. Dia selalu di paksa berpura-pura bahagia di hadapan papanya dan mau menerima ibu dan adik tirinya, padahal mama Kalina dan Kiara memperlakukannya demikian buruk. Dia seperti pembantu di rumahnya sendiri.

Terkadang Aira berpikir nasibnya seperti di dalam dongeng anak-anak, bawang merah bawang putih. Dimana anak pemilik rumah malah ditindas oleh ibu tiri dan putrinya.

Itu belum termasuk saat ia harus menutupi pergaulan liar Kiara agar papanya tidak bersedih dengan tingkah laku asli anak tirinya.

"Tapi kamu bisa menolak, Aira. Mama Kalina juga tidak akan bisa memaksa. Aku yakin itu karena kamu memang berniat untuk merebut Athar dariku," tuduh Kiara.

"Merebut Athar?" Aira tertawa hambar seraya menudingkan jari telunjuk ke muka gadis itu. 

"Sejak kapan aku merebut Athar darimu? Aku hanya menjalani takdirku dengan menikah dengan Athar. Dengar Kiara, mungkin di masa lalu Athar adalah kekasihmu, tetapi sekarang ia adalah suamiku dan aku menghargai pernikahanku. Aku akan mempertahankannya semampuku."

Aira begitu yakin dengan ucapannya, mengingat tadi pagi mommy Rani memintanya untuk menjadikan Athar sebagai suami seutuhnya. Dia merasa bertanggung jawab terhadap kelangsungan pernikahan ini.

Kiara bungkam, hanya matanya yang berkilat memancarkan kemarahan. Dia maju selangkah memindai penampilan Aira yang terlihat begitu berkelas. Seumur hidup belum pernah ia menyaksikan Aira berpakaian seperti itu. 

Aira baru beberapa hari menikah dengan Athar. Namun apa yang dikenakan oleh Aira sungguh membuatnya iri. Gaun terusan panjang sampai mata kaki dengan hijab yang melekat manis menutupi rambutnya. Sebagai pecandu barang-barang bermerek, Kiara tahu berapa harga pakaian yang dikenakan oleh Aira. 

Oh, lihatlah itu!

Kiara langsung melotot melihat gelang bermata berlian yang melingkar manis di lengan Aira serta dua cincin yang tersemat di jari tengah dan manis Aira.

"Kurang ajar! Kamu berani menantangku, Aira. Seharusnya apa yang kamu kenakan ini adalah milikku. Ini hakku!" Secepat kilat tangan Aira berada di genggaman Kiara. Gadis itu merenggut gelang yang dikenakan oleh Aira sehingga akhirnya terlepas.

"Kiara!" pekik Aira sangat kaget saat menyadari gelang pemberian mommy Rani terlepas dari tangannya. "Kembalikan gelang itu. Itu pemberian mommy Rani!"

"Gelang ini adalah milikku. Seharusnya aku yang menikah dengan Athar, bukan kamu!" Nafas Kiara turun naik saat mengacungkan gelang bermata berlian tersebut.

Athar melotot menatap istrinya yang masih berusaha meraih kembali gelang miliknya. Namun Kiara berkelit. Dia menghindar dengan berlari kecil ini ruang kerja Atar menghindari kejaran Aira.

"Stop!" teriak Athar. 

"Ada apa kalian ini? Rebutan gelang seperti rebutan mainan saja seperti anak kecil!"

"Aku tidak salah, Athar. Aku hanya berusaha mengambil milikku kembali. Gelang itu pemberian mommy Rani tadi pagi. Aku bermaksud untuk memamerkannya kepadamu, tapi Kiara sudah mengambilnya," adu Aira. Wajahnya merah padam.

"Kiara, kembalikan gelang milik Aira." Tangan Athar melayang merebut kembali gelang itu dari tangan Kiara, lalu melemparkannya kepada Aira.

Kiara yang terkejut, tidak menyangka jika Athar bersikap seberani itu, seketika menjatuhkan tubuhnya di lantai, menangis tersedu-sedu.

"Secepat itu kamu berubah, Athar. Kamu memang sudah tidak mencintaiku lagi. Mana janjimu akan melakukan apapun untuk memenuhi keinginanku?!" gugat Kiara.

Athar membungkukkan tubuhnya, meraih tangan Kiara, menarik wanita itu dan membimbingnya kembali duduk di sofa.

"Suka atau tidak, kenyataannya hubungan kita sudah selesai saat kamu pergi meninggalkanku jelang pernikahan," ujar Athar datar.

Kiara mengangkat wajahnya yang masih sembab, menatap tajam Athar. "Tapi tidak sebegini juga kamu memperlakukan aku, Athar!"

Aira berdecih dengan pemandangan penuh drama di hadapannya. Setelah mengenakan gelangnya kembali, wanita itu menghentakkan kaki, bergegas meninggalkan ruangan itu.

Athar yang menyadari kepergian Aira seketika tersentak dan melepaskan genggaman tangannya pada Kiara. Namun Kiara kembali meraih tangan itu sehingga tubuh tinggi besar itu kembali terduduk di sofa.

Aira berlari kecil menyusuri lorong gedung, kembali ke arah lift. Wanita itu masuk, menerobos begitu saja begitu pintu lift terbuka, hingga tak menyadari ada sosok laki-laki muda yang bermaksud akan keluar dari tempat itu.

Tubuhnya seketika oleng, nyaris terjatuh. Akan tetapi sebuah tangan kokoh menahan tubuh mungilnya, sehingga posisi keduanya terlihat seperti orang yang sedang berpelukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status