Share

Bab 5

last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-05 16:12:50

INFERTIL 5

Vina mengeliat meregangkan tubuhnya yang terasa kaku, perlahan matanya terbuka. Tanpa menoleh Vina meraba sebelah tempatnya tidur. Kosong! Lagi-lagi Abra bangun lebih awal, meninggalkan Vina meringkuk sendiri di bawah selimut.

"Apa susahnya bangunin istri dulu, sih!" gerutu Vina dalam hati.

Sudah dua kali Abra meninggalkan dirinya tanpa pamit, sebuah kebiasaan yang membuat Vina makin curiga pada sang suami. Ada apa dengan Abra? Apa yang disembunyikan laki-laki itu?

Tak ingin over thinking, gegas Vina ke kamar mandi, membersihkan diri, tak lupa melakukan kewajibannya sebagai muslim sebelum memulai hari. Meski bukan berasal dari keluarga religius, untuk kewajiban yang satu itu Vina tak pernah meninggalkannya, kecuali kalau tamu bulanannya datang tentu saja.

Usai sholat Vina berganti baju, memoles wajahnya dengan riasan tipis. Meski hatinya tengah dilanda gelisah, dia harus terlihat cantik dan segar, kan. Pengantin baru masa iya, penampilannya kucel dan nggak enak di lihat? Begitu batin Vina.

Vina menatap pantulan dirinya di cermin rias yang ada di depannya, dia meneliti tiap inci wajahnya. Mencari kekurangan yang membuat Abra enggan menyentuhnya. Cantik, bahkan kecantikannya di atas rata-rata, tapi kenapa Abra seolah tak berselera padanya? Atau jangan-jangan Abra memang tak berselera pada wanita? Memikirkan semua itu membuat Vina sakit kepala.

Terlintas sesal dalam benak Vina, kenapa dia dulu menerima perjodohan ini? Kenapa dulu dia tidak menolak saja, kalau akhirnya harus begini.

"Apalagi yang kamu cari? Abra itu paket komplit, tampan, mapan, jelas asal-asulnya. Meskipun orang kaya tapi tidak sombong, orang tuanya juga baik. Kurang apalagi?" ucap Marni mencoba meyakinkan Vina.

"Tapi aku nggak cinta, Ma?" sanggah Vina waktu itu.

"Cinta bisa tumbuh seiring perjalanan waktu. Hidup seatap, setiap hari ketemu akan membuat benih cinta di antara kalian tumbuh subur. Apalagi menurut Bu Maya, Abra itu sudah jatuh hati padamu sejak pertemuan pertama kalian dulu. Jadi, apalagi yang kamu risaukan? Dengar ya, Vin! Lebih baik dicintai daripada mencintai. Percaya Mama."

Vina hanya bisa menghela nafas, sepertinya sang Mama tak ingin dibantah lagi. Dia harus bagaimana? Jujur dia belum siap menikah, masih ingin mengejar cita-cita, masih ingin hora hore dengan teman-temannya. Hal yang tidak mungkin dia lakukan ketika jadi istri, tugas utamanya adalah melayani suami. Apapun yang ingin dia lakukan harus seijin suami. Apa suaminya nanti akan mengijinkan dia nongkrong sama teman-temannya?

"Vin." Marni mengelus lembut punggung Vina, tatapannya kini berubah sendu. "Mama tahu ini berat buat kamu, tapi Mama mohon kamu pikirkan baik-baik pinangan Bu Maya. Ini bukan hanya tentang kamu, tapi tentang kita, nasib adik-adik kamu. Kita hanya mengandalkan uang tabungan peninggalan papamu yang hampir habis. Mama juga butuh biaya kontrol yang tidak sedikit. Adikmu butuh biaya untuk tetap bisa sekolah. Bu Maya berjanji, Abra akan menanggung biaya hidup kita setelah kalian menikah.

Mama rasa kamu hanya butuh sedikit berkorban, Mama jamin kamu nggak bakal rugi. Punya suami tampan dan mapan adalah idaman semua wanita, vin. Dan itu ada pada Abra. Apa kamu nggak bosen hidup pas-pasan? Kuliahmu terancam putus, lho. Karena Mama nggak sanggup lagi membiayai," ucapan Marni yang terakhir, tak urung membuat pendirian Vina goyah juga.

Vina menatap dalam-dalam manik hitam milik mamanya, mencari jawaban atas keraguannya.

Marni memegang kedua bahu Vina, balas menatap Vina. "Percaya lah! Mama tidak akan menjerumuskan anak sendiri, Vin."

Vina bangkit dari duduknya, berjalan menuju jendela dan melempar pandangan keluar. "Tidak ada manusia yang sempurna, Ma. Apa yakin Mas Abra tidak punya kekurangan?" tanya Vina pelan tanpa menatap mamanya.

"Kalau pun Abra punya kekurangan, Mama yakin semua tertutupi kelebihannya, Vin," ucap Marni dari tempat duduknya.

"Bagaimana kalau kekurangannya itu bersifat fatal, Ma? Perilaku menyimpang, atau gangguan mental misalnya?" Vina bergidik ngeri ketika terbayang seandainya Abra itu psikopat, atau masokis yang suka menyiksa istri.

Marni terkekeh, dia berjalan mendekati Vina. "Abra itu normal, dia bekerja, bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain. Dia tidak punya kelainan seperti yang kamu duga. Sudah lah! Terima Abra!"

"Tapi Ma. Rasanya tak masuk akal, saja. Tiba-tiba pria tampan dan kaya, datang mempersuntingku, dan bersedia menanggung semua kebutuhan kita kalau tidak ada apa-apanya." Vina mulai berani menyuarakan isi hatinya.

"Jelas ada apa-apanya. Dia jatuh cinta sama kamu, Vin. Apa bukan alasan yang cukup? Kamu tahu sendirian, orang jatuh cinta bisa melakukan apa saja untuk orang yang dicintai. Jadi orang positif thinking aja, lah! Nggak usah mikir macem-macem! Harusnya kamu bersyukur ada pria yang begitu baik, yang mau memperistri kamu! Bukan malah curiga!" Marni terlihat mulai jengkel dengan sikap Vina.

"Bagaimana kalau itu bukan cinta? Bagaimana kalau karena kita keluarga sederhana, yang bisa mereka tekan seenaknya karena tak punya daya untuk melawan? Mereka orang kaya lho, Ma. Mereka bisa melakukan apa saja. Jangan mudah tergiur."

Marni menghela nafas. "Jangan kamu bilang, kamu masih menjalin hubungan dengan teman kuliahmu itu. Mau jadi gembel kamu!" Marni mulai terbawa emosi.

"Mah! Kok ngomongnya kesitu, sih? Ini bukan tentang orang lain, ini tentang calon menantu kesayangan Mama itu. Vina hanya khawatir kalau dia itu tak sesempurna itu."

"Mama nggak mau tahu, kamu harus menikah dengan Abra. Mama kenal Bu Maya sejak lama, Mama tahu latar belakangnya seperti apa? Tak ada yang aneh, tak yang menyimpang. Sudah lah! Terima saja Abra! Dia lelaki yang tepat buat kamu!" ucap Marni kemudian meninggalkan kamar Vina.

Kalau debat ini dilanjutkan, bisa makin panjang urusannya. Vina bukan tipe gadis yang pasrah terima nasib begitu saja, dia akan melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan. Dan Marni juga punya senjata andalan. Anak harus nurut sama orang tua, harus berbakti, tak ada tawar menawar lagi. Baginya Abra adalah harga mati, dia juga ingin status sosialnya naik.

"Non!" suara panggilan dari luar kamar membuat Vina menghentikan lamunannya. "Non Vina ditunggu Ibu di ruang makan," ucap suara itu lagi.

Vina membuka pintu, di depannya berdiri wanita awal empat puluh tahunan. Pembantu rumah ini.

"Iya Bik, saya segera ke sana," ucapnya tanpa semangat. Entahlah, sejak semalam dia seperti kehilangan gairah hidup. Sikap Abra yang misterius, membuat Vina berfikir kalau Abra menyembunyikan sesuatu. Entah apa itu?

* * * * * * *

"Abra tadi pesen sama Mama, mau ke biro travel. Katanya dia mau mengurus bulan madu kalian," ucap Maya dengan wajah semringah. Ketika Vina sudah duduk di depannya.

"Iya, Mah." Hanya itu yang keluar dari bibir mungil Vina.

Mengurus perjalanan bulan madu mereka, harus sepagi itu, kah? Emang kantornya sudah buka? Hari gini semua serba online, Abra tinggal nelpon dari rumah, kenapa harus repot-repot datang? Ini hanya akal-akalan Abra agar punya alasan untuk menghindari dirinya atau bagaimana?

Ini yang Vina takutkan, Abra punya kelainan seperti yang kecurigaannya selama ini.

Bersambung ....

Link ada di kolom komentar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 7

    "Ceritanya panjang. Nanti aku bakal jelasin semua. Sekarang aku minta tolong sama kamu, agar merahasiakan masalah ini dari Ibu. Bisa?" "Oke, oke. Mas Rangga tidak usah menghawatirkan itu, tapi Vina di rumah sakit mana?""Keluarga pasien atas nama Nyonya Vina!" Obrolan Erlita dan Rangga terjeda oleh suara petugas rumah sakit yang memanggil. "Sorry, Ta. Aku ke dalam dulu.""Jangan ditutup dulu, Mas! Vina di rumah sakit mana?" kejar Erlita yang pertayaannya belum dijawab Rangga. "Husada!" Usai berkata Rangga menutup panggilan, dan mengikuti perawat yang tadi memanggil dirinya. * * * * * * * "Apa hubungan Bapak dengan pasien?" tanya sang dokter dengan wajah penuh selidik. Masalahnya ini informasi yang sangat pribadi bagi pasien, jadi dokter harus memastikan hanya orang terdekat pasien yang tahu. "Saya suaminya, Dokter." Wanita cantik itu mengangguk. "Begini, Pak. Pasien sepertinya baru saja mengalami kekerasan seksual. Ini diagnosa sementara saya. Untuk pastinya kami masih menunggu

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 6

    Rangga tak sanggup menahan air matanya, melihat orang yang dia cintai tergolek tak sadarkan di atas ranjang, dengan pakaian compang-camping. Bahkan nyaris telanjang. Tanpa perlu dijelaskan, siapapun tahu apa yang baru saja Vina alami. Kondisinya menjelaskan semua itu. Buru-buru dia menghambur ke arah ranjang, menarik selimut untuk menutupi tubuh yang selama ini begitu dia puja itu. Kemudian dipeluk nya tubuh lemas itu, dengan berurai air mata. "Maafkan aku, Sayang." Suara Rangga begitu hingga nyaris tak terdengar. Rangga tak bisa berkata apa-apalagi. Baru semalam mereka berdua begitu bahagia, mengetahui akan segera dikaruniai buah hati. Banyak rencana masa depan yang sudah dia rancang dengan sang istri, setelah anak mereka lahir nanti. Namun kenyataan berkata lain, Vina kembali mengalami pelecehan seks*al. Hal yang membuat Rangga merasa berdosa sekali, karena tak bisa menjaga Vina, hingga mendapat perlakuan seperti ini. 'Tuhan.... Apa salah kami, hingga harus mendapat takdir seper

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 5

    Rangga mulai gelisah, pikirannya tidak tenang. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa tidak enak. Rasa bersalah menggelayuti, karena membiarkan istrinya kembali ke kamar sendiri. Seharusnya, dia mengantar Vina dan memastikan wanita pujaannya Istrinya sampai di kamar dengan selamat. Bukannya membiarkan Vina pergi sendiri, bagaimana kalau Vina butuh bantuan, atau terjadi sesuatu dengan dia? 'Kenapa aku jadi lebay begini, sih? Ini hotel bintang lima, yang keamanannya terjaga. Yakin Vina baik-baik saja sampai kamar' gumam Rangga menghibur diri. 'Tapi Vina sedang hamil, harusnya aku selalu menjaga dia. Bukan malah mementingkan tamu," sanggah sisi hati Rangga yang lain. "Bro! Kamu kayak nggak tenang gitu. Kenapa?" Aditya, sahabat sekaligus rekan bisnis Rangga, menepuk calon bapak itu. "Eh, nggak papa, Men. Lagi kepikiran bini aja. Tadi dia ngeluh nggak enak badan, minta balik ke kamar," jelas Rangga. "Udah, susul sono! Daripada Lu kepikiran terus!" Rangga nampak berfikir sejenak. Sebagai

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 4

    Tanpa menunggu lama, Edo buru-buru mengikuti langkah Vina. Menyusuri lorong hotel yang sepi. Setelah dirasa aman, Edo mendekat, dan menarik tubuh Vina sekuat tenaga. "Mm! Mm!" Vina berusaha melepaskan tangan asing, yang tiba-tiba membekap mulutnya. Kebaya dipadu kain batik yang dia kenakan, membatasi geraknya. Hingga kesulitan melawan orang entah siapa, yang punya maksud buruk padanya ini. "Mm! Mm!" Vina terus berusaha memberontak, meski tak yakin berhasil. Dia memukul, menendang, menggigit. Apapun yang bisa dia lakukan, dia lakukan saat ini demi bisa menyelamatkan diri. Tapi tenaga orang yang menyerangnya ini sangat kuat. Dari tangannya yang kekar, membuat Vina mengambil kesimpulan bahwa ini adalah laki-laki. Tapi siapa? Dia merasa tak punya musuh. Vina berharap ada orang yang lewat, dan mau menolongnya. Tapi nampaknya harapannya hanya kosong belaka, lorong itu tetap sepi sampai akhirnya sosok misterius itu berhasil menyeretnya masuk ke sebuah kamar. "Auw!" Vina menjerit, ketik

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 3

    Vina menatap dingin ke arah Edo, berharap laki-laki ini cukup tahu diri, bahwa keberadaannya sangat mengganggu. "Tapi aku suka kamu yang sekarang. Terlihat lebih menggoda." Edo kembali melempar kalimat melecehkan."Pergi!" Vina sudah tak tahan lagi dengan sikap Edo yang menurutnya sangat menyebalkan."Oke, oke. Aku akan pergi. Tapi perlu kamu tahu, kita akan sering ketemu, Vin. Indra, suami adik iparmu itu, sepupuku. Dan satu lagi, perusahaan tempatku bekerja ada kontrak kerja sama dengan perusahaan milik suamimu." Usai berkata Edo melenggang begitu saja, meninggalkan Vina yang setengah mati menahan amarah. * * * * * * * * * *"Apa dia mengganggumu?" Tanya Rangga dengan wajah cemas. Setelah mengecup kening sang istri sekilas, Rangga kemudian menyeret kursi dan mendudukinya. Dari atas pelaminan, dia melihat istrinya memasang wajah kesal dan beberapa kali tanganya menunjuk ke arah keluar. Saat ngobrol dengan Edo tadi. Meski tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, Rangga yaki

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 2

    "Hati-hati, Yang!" Tangan kanan Rangga memeluk pinggang Vina, sementara tangan kirinya menggandeng tangan sang istri. Mereka sedang menuruni tangga pelaminan, tapi perlakuan Rangga seolah Vina perempuan tua yang tengah menuruni bukit terjal. Vina menjengah mendapat perlakuan lebai dari suaminya. Sejak semalam, sejak tahu di rahimnya tengah tumbuh buah cinta mereka. Rangga jadi over protektif, Vina diperlakukan bak gelas kristal yang rapuh. Bahkan heels yang sedianya akan Vina pakai pada acara ini, diganti flatshoes karena tak mau kaki istrinya pegal dan kram. Bener-bener calon bapak over protective suami Vina ini. Meski jengkel, nyatanya perlakuan Rangga tetap membuat perasaan Vina melayang ke udara. Dia merasa begitu dicintai oleh sang suami. Dia merasa menjadi wanita paling beruntung, di muka bumi ini. Semalam, mereka begitu asyik memikirkan rencana-rencana pada calon buah hati mereka. Rangga bahkan sudah memilih nama yang pantas untuk calon anak mereka. Laki-laki jelang empat pu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status