Share

47. When Elara Defied Ryota

Author: SayaNi
last update Huling Na-update: 2025-05-23 23:12:58

Sudah hampir lima belas menit mereka melaju. Elara tak lagi bisa membedakan antara debur air dan degup jantungnya sendiri.

"Sudah cukup,” katanya keras, napasnya mulai tidak stabil. “Kita kembali.”

Ryota tidak menjawab. Hanya melaju sedikit lebih cepat. Ombak kecil menghantam sisi jetski, membuat tubuh mereka sedikit terpental.

Anya malah bersorak. “Lagi-lagi!”

“Papanya Anya! Saya serius!”

Akhirnya, Ryota melepaskan gas perlahan. Suara mesin menurun, dan jetski mulai melambat, bergoyang pelan di atas ombak.

Elara menarik napas panjang. Bahunya naik turun. Tangannya masih memeluk Anya erat.

Ryota mematikan mesin. Semua suara mesin hilang. Hanya ada desiran laut. Angin. Dan hening.

"Mengapa mesinnya mati?" tanya Elara.

"Iya! Kok berhenti, Pa?"

“Entahlah, mungkin rusak, ” jawab Ryota santai.

Elara langsung menegakkan tubuhnya. “Jangan bercanda.”

Ryota menekan-nekan bagian bawah setang seperti memeriksa sesuatu. Lalu mengangkat bahu pelan.

“Mungkin mesinnya kemasukan air. Atau... ben
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   52. Fungsi Mulut

    “Tunggu, selimutnya!” Elara menahan langkah mereka di ambang pintu.Ryota menoleh, senyum tipis muncul di sudut bibirnya. “Jangan khawatir. Jika tidak ada perintah, tidak ada pelayan yang berada di rumah utama setelah pukul sepuluh malam.”Ia tertawa kecil melihat kepanikan Elara.“Saya hanya takut ada tukang atau pekerja pria yang tiba-tiba lewat,” balas Elara, berusaha menjaga langkahnya tetap sejajar dengan Ryota saat mereka menaiki anak tangga menuju lantai tiga.“Jadi kau selalu menutup kepalamu karena takut ada pria lewat?” tanya Ryota.Elara mengangguk. “Ya. Aurat.”“Kalau sesama wanita, tidak dianggap aurat?”Elara mengernyit, bingung mengapa suaminya bertanya hal yang menurutnya umum. Tapi ia menjawab pelan, “Ada aurat juga, dari dada hingga lutut.”Ryota hanya mengangguk. Tapi dalam diamnya, ia mencatat semua itu. Dalam hati, ia akan meminta Rowena memastikan tak ada pekerja pria yang bisa masuk ke rumah utama, setidaknya dalam radius sepuluh meter. Elara mendongak. “Eh, be

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   51. Nightdress yang meresahkan

    Anya melepaskan pelukannya dan mengangguk kecil. “Tante yang suka masak.” Ia berusaha naik ke kursi tinggi di meja dapur.Elara lekas membantu, mengangkat tubuh mungil itu ke atas kursi“Terima kasih, Mami.”“Sama-sama, Anya.” “Anya hanya mau makan buatan Mami,” ucap Anya.Senyum muncul di wajah Elara. “Oh, ya? Anya mau makan apa?”“Asparagus soup!”Elara terkekeh pelan. “Oke. Tunggu, ya.”Ia segera berjalan ke lemari pendingin yang ia sudah ingat di mana letaknya, membuka pintunya, dan mulai mengeluarkan bahan-bahan. Tangannya bergerak menyusun bahan-bahan itu di atas meja dapur, tapi pikirannya sibuk mencoret satu hal dari daftar dalam kepalanya.Bikin makanan enak, demi bikin suami cinta. Coret.Sudah jelas, Ia kalah jauh dari Pam.***Di ruangan kerja Ryota lantai 3.Pemilik ruangan itu duduk di balik meja kerja hitam pekat yang mengilap. Di atasnya, sebuah tablet layar lebar berdiri miring di atas dudukan magnetik. Layar sentuhnya menampilkan papan catur digital.Di pojok kiri b

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   50. Kebanyakan Nonton Drakor

    Ryota tidak bergerak dari kursinya. “Elara,” ucapnya tenang. “Pindahkan ke R. Mundurkan perlahan.”“Masih mau saya lanjut?” tanya Elara ragu.“Ya, kalau kau masih mau kuliah,” jawab Ryota datar.Bisa nyetir jadi syarat kuliah?Dengan canggung, Elara memindahkan tuas transmisi ke posisi R. Di layar, jalur mundur otomatis muncul, dibantu sensor. Ia menarik napas, berusaha mengatur laju. “Pelan,” kata Ryota. “Lepas rem. Jangan panik.”Mobil mulai mundur perlahan.Duk!Bunyi benturan kembali terdengar, kali ini dari belakang.Elara menoleh. “Itu... suara apa tadi?”“Bumper belakang,” jawab Ryota santai. “Kau baru saja menabrak mobilku yang lain.”Elara panik, menutup wajah dengan kedua tangannya “Tapi saya... saya tidak injak gas.”“Ya, dan juga tidak mengatur setir.”Elara melirik mobil pertama yang ditabraknya, lalu mobil kedua. “Apakah kamu akan menuntut ganti rugi?” tanya Elara cemas. “Haruskah aku meminta ganti rugi?” tanya Ryota balik.Elara menelan ludah, “Saya tidak tahu, kamu

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   49. Even Silence Was a Prayer

    Elara yang masih mengenakan mukena, duduk menunduk di samping tempat tidur. Tangannya terlipat di pangkuan, wajahnya tak terlihat. “Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Ryota dari ambang pintu. Jika sedang shalat, arah duduk istri kecilnya itu jelas tidak mengarah kiblat. “Berdoa,” jawab Elara singkat. Memangnya apa yang harus dijawabnya? Baru saja menulis rencana cara jampi jampi suami agar jatuh cinta sama istrinya?Dulu saat bersama Daris, ia tidak terpikir untuk membuat mantan suaminya itu jatuh cinta padanya.Ryota masuk ke kamar dan duduk di tepi ranjang. Tatapannya lurus ke arah punggung Elara. “Berdoa?” ulangnya pelan. “Apakah kau sedang mendoakanku agar terjatuh terantuk sudut kolam, tenggelam, dan koma dalam keadaan vegetatif?” Elara langsung menoleh, terkejut. “Eh, bukan doa yang seperti itu ya!” Nada suaranya meninggi—dan ia sadar. Tangannya refleks membekap mulutnya.Apa yang sedang ia lakukan? Ke mana perginya dirinya yang dulu selalu bicara pelan? Sejak kapan emosi d

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   48. Unworthy

    Tangan Elara berhenti mengayuh.Matanya terbuka, buram.Udara terakhir yang disimpannya sudah menipis.Tepat saat ia memejamkan mata, sesuatu menyentak di bawah air.Tubuhnya ditarik keras ke atas.Byur!Elara terhempas ke permukaan.Udara pertama yang masuk terasa seperti pisau. Ia terbatuk keras, paru-parunya menggeliat, berusaha hidup lagi.Ryota memeluknya erat dari belakang, lalu menyeretnya ke tepi kolam.Dengan satu dorongan, ia mengangkat tubuh Elara ke atas dek.Elara tergeletak, basah kuyup, menggigil, dan batuk keras.“Mami! Mami!” Anya berteriak. Ia berlari kecil dari sisi kolam, pelampung bebeknya masih menggantung di pinggang.Ryota naik ke dek tak lama setelahnya. Tubuhnya basah, tapi wajahnya tetap… tenang. Tak ada ekspresi. Seolah ia baru saja menolong seseorang dari ketiban tutup galon, bukan dari kematian.Ia hanya menatap Elara sejenak.Tanpa ekspresi.Lalu ia melangkah pergi, meninggalkan Elara yang masih tergeletak di lantai kayu dek, terbatuk, sesak napas. Pipin

  • Bukan Pilihan Suami, Tapi Jadi Idaman Presdir   47. When Elara Defied Ryota

    Sudah hampir lima belas menit mereka melaju. Elara tak lagi bisa membedakan antara debur air dan degup jantungnya sendiri."Sudah cukup,” katanya keras, napasnya mulai tidak stabil. “Kita kembali.”Ryota tidak menjawab. Hanya melaju sedikit lebih cepat. Ombak kecil menghantam sisi jetski, membuat tubuh mereka sedikit terpental. Anya malah bersorak. “Lagi-lagi!” “Papanya Anya! Saya serius!”Akhirnya, Ryota melepaskan gas perlahan. Suara mesin menurun, dan jetski mulai melambat, bergoyang pelan di atas ombak. Elara menarik napas panjang. Bahunya naik turun. Tangannya masih memeluk Anya erat. Ryota mematikan mesin. Semua suara mesin hilang. Hanya ada desiran laut. Angin. Dan hening."Mengapa mesinnya mati?" tanya Elara. "Iya! Kok berhenti, Pa?"“Entahlah, mungkin rusak, ” jawab Ryota santai.Elara langsung menegakkan tubuhnya. “Jangan bercanda.”Ryota menekan-nekan bagian bawah setang seperti memeriksa sesuatu. Lalu mengangkat bahu pelan.“Mungkin mesinnya kemasukan air. Atau... ben

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status