Share

Bab 5. Tamu Tak Diundang

Tok tok tok

"Dewa… Bianca.."

Langkah Dewa terhenti, ia hendak membalik badan tapi urung karena melihat gerak-gerik Bianca yang terlihat lega.

"Kita akan bahas nanti." Ucap Dewa sebelum menghilang membuka pintu.

Bianca mengerucutkan bibir, sepertinya Dewa tidak akan dengan mudah membiarkannya lolos.

Bianca kembali menatap ke jendela, menatap ke bawah melihat kendaraan lalu lalang. Pantas saja jantungnya berdebar kencang, ternyata suaminya berada di satu ruangan dengannya.

"Pagi, Bian." Sapa Maria

Bianca membalik badan, tersenyum melihat Maria kemudian mendekat untuk mencium tangan mertuanya.

"Pagi, Ma."

"Baru bangun ya? Duh maafin Dewa ya, Bian. Anak Mama ternyata ganas juga." Maria terkekeh, sedangkan Dewa memutar bola mata jengah meski itu tidak boleh dia lakukan.

"Mama, sudah makan?" Bianca mengalihkan pembicaraan.

"Sudah. Oh iya setelah ini kalian tinggal sama Mama ya." Itu bukan pertanyaan melainkan permintaan dari Maria.

Semenjak Dewa dewasa, Dewa pindah ke apartemen membuat Maria menjadi kesepian.

"Eh itu apa kata Mas Dewa aja, Ma. Kemana Mas Dewa tinggal, Bianca ikut saja." Bianca

memberanikan diri menatap Dewa. Meminta bantuan untuk menjawab.

Kalau pernikahan ini sesuai rencana, Bianca akan tinggal di apartemennya sendiri. Langit sendiri sudah setuju karena itu sudah termasuk dari perjanjian yang mereka buat bersama.

Tapi, sekarang suaminya bukan Langit, Bianca jadi bingung harus menjawab apa. Semalam juga tidak ada pembicaraan apapun tentang tempat tinggal yang akan mereka tempati nantinya.

"Kita tinggal di apartemen aja, Ma."

Bianca kembali menatap suaminya. Jujur saja pikiran Bianca sedikit tidak tenang, bayangan jika nanti tinggal berdua dengan Dewa nantinya akan seperti apa.

Bianca juga takut Dewa membawa kekasihnya ke tempat tinggal mereka yang mana akan membuat Bianca patah hati.

"Kok gitu, Dewa? Di rumah aja lah, biar Bianca bisa nemenin Mama." Protes Maria.

Tak berhenti disitu, Maria mendekati Bianca sambil memasang wajah memelas agar permintaannya dikabulkan.

"Bian mau kan tinggal bareng sama Mama."

Demi apa, Bianca tak enak jika menolak permintaan dari Maria. Meski Maria dan dirinya baru beberapa kali bertemu, Bianca bisa merasakan jika Maria orang yang baik.

"Mas." Bianca menatap Dewa, meminta persetujuannya.

"Kita akan tetap tinggal di apartemen, Ma. Kita akan sering berkunjung nanti." Final dari Dewa.

"Nanti kalau Bianca hamil gimana, Wa? Kamu nggak kasihan kalau dia sendirian di Apartemen."

Sontak Bianca dan Dewa saling menatap, Bianca dengan tatapan terkejut dan sedikit harapan, sedangkan Dewa dengan tatapan yang sulit diartikan.

***

"Mas, kenapa nggak tinggal sama Mama aja?" Tanya Bianca setelah Maria keluar dari kamar yang ditempatinya.

"Silahkan kalau kamu ikut Mama." Jawab Dewa.

"Bukan gitu maksud aku, Mas. Aku kasihan aja sama Mama."

"Tidak perlu kasihan karena Mama sudah terbiasa. Ingat ya Bi, kamu bilang sendiri jika ikut kemanapun pilihan saya."

Deg!

Hanya karena mendengar Dewa memanggilnya dengan panggilan 'Bi' menimbulkan sensasi yang berbeda pada tubuh Bianca.

Tak mendapat respon dari Bianca, Dewa menyarankannya untuk bersiap saja. "Sebaiknya kamu bersiap. Kita akan pindah ke apartemen saya."

Dewa berjalan menuju lemari, mengemasi semua barang-barangnya.

Bianca dengan perasaan campur aduk mengikuti Dewa, ikut berkemas di samping suaminya. Sesekali Bianca mencuri pandang ke arah Dewa.

Setelah semuanya selesai, mereka menuju resepsionis untuk check out. Barulah mereka menuju apartemen Dewa.

Kini Bianca dan juga Dewa sudah berada di dalam Apartemen Dewa. Dewa sendiri langsung memilih untuk memasuki kamar untuk menaruh koper dirinya sendiri. Sedangkan Bianca hanya diam berdiri memegang koper dengan memandang ke segala arah.

"Apa kamu tetap mau berdiri disana?"

Bianca yang masih sibuk menilai Apartemen milik Dewa segera tersadar dari lamunannya.

"Hm, Mas."

Dewa menaikkan alisnya, menunggu Bianca menyelesaikan ucapannya.

"Kamarku dimana?"

"Oh iya saya lupa memberitahumu, disini hanya ada satu kamar karena kamar yang lain sudah saya pakai untuk perpustakaan dan ruang olahraga."

Dengan harapan tinggi Bianca bertanya lagi, "Jadi aku tidur sama Mas Dewa?" Tanya Bianca kelewat senang.

"Kalau kamu mau, silahkan. Jika kamu menolak, kamu bisa tidur disana." Dewa mengarahkan dagu

nya ke sofa panjang yang ada di ruang tamu.

Harapannya untuk membina rumah tangga seperti selayaknya hadir, bibir Bianca tak kuasa menahan senyum. "Ini awal yang bagus. Mas Dewa tidak seperti kebanyakan pria yang menolak tidur satu kamar dengan wanita yang terpaksa dinikahi seperti di cerita online yang sering aku baca." Batin Bianca senang.

Tapi pikiran itu hanya sebentar, sebelum ingatan akan kekasihnya Dewa kembali datang. Pikiran buruk jika nanti dirinya berada di sofa sedangkan Dewa berada di dalam kamar bersama kekasihnya.

Bianca menggeleng keras, "Mas Dewa nggak boleh bawa perempuan lain di apartemen ini. Aku adalah nyonya disini. Iya, aku ratu disini."

Senyum timbul di bibir Bianca. Semua ekspresi Bianca tak luput dari pandangan Dewa.

"Apa sebahagia itu kamu bisa satu kamar denganku?"

Bianca tersadar dari lamunannya.

"Kita beneran akan tidur satu kamar?" Bianca memastikan jika dirinya tidak salah dengar tadi.

"Saya tidak memaksamu, Bi. Kamu bisa tidur di sofa jika mau. Saya bukan pria yang dengan mudahnya mengalah demi seorang perempuan."

Dewa kembali berjalan memasuki kamarnya.

"Aku ikut, Mas." Ucap Bianca dengan senyum merekah.

Saat sudah di kamar, Dewa langsung menuju kamar mandi. Sedangkan Bianca pergi ke walk in closet untuk menata pakaiannya di tempat yang masih kosong.

"Ah kebetulan ada tempat kosong."

Setelah selesai menata barang-barangnya Bianca melihat-lihat apa saja yang ada di kamar itu. Kamar

Dewa sangat luas tapi barangnya hanya sedikit. Hanya ada 1 meja rias dan sofa serta 1 pasang nakas di sisi ranjang.

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Dewa yang sedang memakai handuk yang hanya menutup bagian bawahnya saja.

Bianca yang sedang melihat-lihat teralihkan ke tubuh telanjang suaminya.

"Apa ada yang salah? Kenapa sampai melotot seperti itu?"

Selain berwajah datar ternyata Dewa juga mempunyai mulut yang sangat tajam.

"Mas, mau godain aku ya?" Bianca menanyakan pertanyaan yang pernah di tanyakan Dewa kepadanya.

"Tanpa saya goda, saya yakin kamu sudah tergoda lebih dulu." Ujarnya percaya diri.

Belum sempat Bianca merespon, bel apartemen berbunyi.

"Biar saya yang buka. Sebaiknya kamu membersihkan diri dulu."

Bianca mengangguk lalu berjalan menuju kamar mandi.

Dewa sendiri bergegas menuju walk in closet untuk berganti pakaian. Dewa mengambil kaos oblong berwarna navy dengan celana selutut berwarna putih.

Bel apartemen masih terus berbunyi, membuat Dewa berdecak kesal. Dengan langkah tergesah Dewa membuka pintu. Siap mengomeli siapapun tamu yang datang.

Ting

"Dewa, sejak kemarin aku mencarimu. Berita tentang pernikahanmu itu tidak benar, kan? kamu sedang merencanakan apa, Dewa? Kenapa kamu diam saja seolah tidak terjadi apa-apa ?"

Wanita dengan pakaian minim itu memeluknya dan menanyakan pertanyaan beruntun.

"Siapa yang datang, Mas?" Tanya Bianca dari dalam.

Langkah Bianca seketika itu terhenti, di depannya terlihat jelas suaminya sedang berpelukan dengan wanita lain.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status