Bianca mendorong wanita yang memeluk suaminya dengan kasar hingga pelukan mereka terlepas. Ia langsung memberikan tamparan kepada wanita itu.
Plak"Apa yang kamu lakukan pada suamiku, jalang?" Amuk Bianca.Wanita itu meringis kesakitan, tenaga yang dikeluarkan Bianca cukup keras hingga membuat bibirnya sobek.Dewa yang sebelumnya shock segera maju membantu wanita yang sudah ditampar oleh Bianca."Kamu.." Dewa menunjuk Bianca dengan suara beratnya."Berani sekali kamu menampar kekasihku!" Lanjut Dewa penuh amarah.Kini Bianca yang shock, Dewa membela wanita itu. Bahkan, Dewa bilang wanita itu adalah kekasihnya.Lihatlah, Dewa sekarang sedang melihat luka di bibir wanita itu. "Mas.. tapi, aku istrimu! Aku tidak suka melihatmu berpelukan dengan wanita lain, apalagi di rumah kita!" Protes Bianca."Rumah kita? Jangan mimpi Bianca! Ini rumah saya, saya berhak menyuruh siapapun datang kesini!" Sentak Dewa. Matanya menyorot tajam penuh permusuhan."Dewa… aku baik-baik saja. Sebaiknya aku pulang." Ucap wanita itu dengan nada dibuat sedih."Bagus kalau kamu sadar diri!" Sahut Bianca."Jangan pergi!! Seharusnya dia yang pergi dari sini!" Ucap Dewa lembut.Suara Dewa kelewat lembut, sejak kemarin Bianca tidak pernah mendengar Dewa berbicara selembut itu."Tidak Dewa, sebaiknya aku pergi dulu. Kasihan istrimu." Pamit kekasih Dewa."Aku antar." Bianca melotot mendengar Dewa menawarkan diri untuk mengantar wanita itu."Gak bisa! Kamu tidak boleh kemana-mana, Mas!" Dewa menatap tajam Bianca, seandainya mata itu bisa membunuh, Bianca pasti sudah mati terbunuh."Aku pulang dulu." Pamit wanita itu. Dewa ikut mengantarnya sampai di depan pintu."Jangan pernah datang kesini lagi." Teriak Bianca dari dalam. Bianca tersenyum puas, ia tak menyangka mempunyai keberanian sebesar itu. "Bi… Bianca.." Tegur Dewa.Melihat Bianca yang tidak merespon, Dewa kembali memanggilnya. "Bianca Putri Renaldy!" Bianca terkesiap, "Iya Mas?""Kamu ngapain senyum-senyum disana?" Tanya Dewa."Gak kok, Mas!" Elak Bianca. Dalam hati Bianca merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia masih sempat halusinasi disaat ada wanita lain yang mengancam rumah tangganya.Dewa berjalan melewati Bianca menuju dapur, mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dari teko kaca yang sudah tersedia diatas meja, setelah itu langsung meneguknya hingga tandas."Wanita tadi, siapa?" Tanya Bianca, begitu melihat suaminya selesai minum."Viola." Jawab Dewa singkat."Apa dia sering kesini?" "Lumayan." "Apa dia kekasihmu?" Tanya Bianca penasaran, sebelum melamun, Bianca sempat melihat mereka berdua berpelukan."Kenapa?" Dewa balik bertanya, pandangannya menghunus tajam ke arah Bianca.Bianca membalas tatapan Dewa, "Tidak, aku hanya bertanya." Dewa mengangguk."Saya mau pergi belanja bahan bulanan. Kamu mau ikut atau tetap disini?"Bianca tidak merespon. Sebenarnya mulutnya sudah sangat gatal untuk meminta Dewa tidak membawa wanita lain selain keluarga masuk di apartemen ini. Namun, Bianca juga sadar diri, jika Dewa menjadi suaminya karena terpaksa.Dewa yang tidak mendapat respon dari Bianca kembali bertanya dengan nada sedikit keras. "Kamu mau ikut atau tidak?" "Ikut!" Bianca menjawab dengan cepat, meski tidak mendengar kemana Dewa mengajaknya pergi.****Setibanya di supermarket, Dewa dengan cekatan mengambil troli untuk menaruh barang bawaannya nanti. Sebenarnya ini pertama kalinya Dewa berbelanja, karena sebelumnya Maria selalu menyiapkan semua kebutuhannya. Termasuk menyiapkan beberapa makanan di lemari pendingin yang mudah dihangatkan saat dirinya lapar.Bianca sendiri lebih memilih berjalan dibelakang Dewa. Raganya memang disini bersama dengan Dewa, tapi, pikirannya masih terbayang kejadian di apartemen."Kita sudah keliling tempat ini dan kamu masih belum mengambil apa-apa? Saya jadi yakin restoran yang kamu punya hanya untuk ajang pamer ke teman-temanmu saja."Bianca mendongak, dahinya mengkerut menunjukkan kalau dirinya tidak terima. Meski pikirannya tidak disini, namun Bianca masih bisa mendengar dengan jelas ejekan dari suaminya. "Apa tadi katanya? Pamer?" Beo Bianca."Lihat saja Mas, aku akan buktiin kalau aku jago masak, tidak seperti yang kamu ucapkan." lanjut Bianca dalam hati.Wanita dan ego yang tinggi layaknya sepasang kekasih yang dimabuk cinta. Sama seperti Bianca saat ini, meski mencintai Dewa, tapi saat Dewa mengejeknya pamer, ia menjadi tersinggung. Bianca bertekad akan membuat Dewa ketagihan dengan masakannya.Bianca tidak pernah sekalipun main-main dengan masakannya, ia selalu membuat makanan dengan penuh suka cita. Baginya memasak adalah hal yang menyenangkan. Berawal dari hobi masak, hingga saat ini Bianca sudah memiliki beberapa restoran.Dengan perasaan kesal Bianca bertanya, "Mas.. suka makanan apa?" "Apa saja." Jawab Dewa singkat.Bianca mengangguk, "Suka masakan indonesia atau masakan luar?" "Indonesia."Bianca yang masih kesal bertambah kesal. Tadi Dewa bisa berbicara panjang saat mengejeknya, tapi, sekarang untuk menjawabnya saja seperti orang malas membuka mulut.Bianca mengambil alih troli lalu mulai memasukkan sayuran, ayam, daging, beberapa jenis ikan dan juga buah-buahan. Setelah semua bahan sudah memenuhi troli Bianca teringat sesuatu."Mas nggak ada alergi, kan?"Selesai dengan berbelanja, Dewa tidak langsung mengarahkan mobilnya ke arah apartemen. Dewa justru menepikan mobilnya di salah satu restoran terdekat yang menjual masakan nusantara.Bianca yang tadinya asyik memperhatikan jalan beralih menatap suaminya yang sudah berhasil menepi dan mendapat lahan parkir."Kita makan dulu." Ucap Dewa saat mobilnya sudah terparkir dengan benar."Nggak makan di apartemen aja, Mas?" Bianca memperhatikan Dewa yang sedang melepas seatbelt, suaminya itu bahkan tidak menoleh ke arahnya saat berbicara."Kalau kamu tidak mau, biar saya saja!" Kali ini Dewa sudah membuka pintu mobil, tubuh tegapnya sudah turun dari mobil. Dewa menutup pintu mobil tanpa melihat ke arah Bianca seolah dirinya hanya sendiri.Bianca menghembuskan nafas pelan, meski sedikit kecewa karena niatnya untuk pertama kali masak untuk sang suami gagal, ia tetap menyemangati dirinya sendiri. "Tenang, Bian! Masih banyak waktu buat masakin Mas Dewa! Semangat!" Bianca mencoba tersenyum lalu ik
Flashback"Dimana mempelai pria nya? Ini sudah terlambat sepuluh menit, sebentar lagi saya juga harus menikahkan orang lain." "Pak tolong tunggu sebentar, anak saya pasti sebentar lagi sampai." Ucap seorang pria paruh baya.Acara yang sudah seharusnya dimulai sejak sepuluh menit yang lalu harus tertunda karena mempelai pria tidak kunjung hadir.Semua sanak keluarga mencoba mencari keberadaan Langit, sang mempelai pria. Namun tidak ada yang menemukan keberadaannya.Tari, ibu dari Langit tampak berdiri tidak tenang dengan ditemani sang suami."Pa, bagaimana ini?" Tanya nya panik."Harusnya kamu jaga anakmu itu! Kenapa kamu biarkan dia pergi kemarin." Indra bukannya menenangkan justru membuat istrinya bertambah panik.Sedangkan Rianti dan Aditama Renaldy, orang tua dari mempelai wanita menahan amarah sekaligus rasa malu. Meski saat acara akad hanya dihadiri keluarga besar dari kedua mempelai, berita seperti ini akan mudah tersebar apalagi
Flashback off"Mas." Tegur Bianca saat tidak mendapatkan respon dari suaminya.Dewa yang tersadar langsung menjawab, "Iya." "Iya?" Bianca memastikan dengan mesam mesem."Maksud saya—Dewa menggantung ucapannya, ia bingung untuk menjelaskannya, ia bilang iya karena reflek setelah ia tersadar dari lamunan."Aku paham." Ucap Bianca dengan nada kecewa."Apa kamu tidak mencari tahu keberadaan Langit?" Tanya Dewa."Langit? Entahlah aku tidak peduli kepadanya.”“Kenapa? apa karena dia sudah mengecewakanmu?” Tanya Dewa, jujur saja Dewa sudah sangat penasaran karena semenjak tahu Langit menghilang, Dewa tidak melihat raut khawatir maupun ingin tahu dari wanita yang sedang berada tepat di sebelah kanannya.Bianca menggeleng sebagai jawaban. kini Bianca merubah posisi sepenuhnya menghadap televisi.“Kita bukan sepasang kekasih, aku yakin Mas Dewa pasti sudah tahu fakta itu.”D
Di ranjang, ia melihat Bianca tidur sambil meringkuk membelakangi posisinya saat ini. Dewa tidak langsung bergabung di ranjang, ia memasuki kamar mandi terlebih dahulu untuk membersihkan diri dari keringat dan berganti pakaian.Sebenarnya Dewa lebih suka tidur dengan tidak menggunakan kaos atau piyama, dia lebih suka topless, namun, setelah menikah, mau tidak mau Dewa menghilangkan kebiasaannya. Selesai berganti pakaian, Dewa duduk di tepi ranjang, ia samar-samar mendengar Bianca sedang merintih kesakitan. Untuk lebih memastikannya, Dewa menggeser tubuhnya mendekati Bianca. Wanita itu semakin meringkuk dengan beberapa keringat di dahi. Melihat itu, Dewa mengambil remote AC yang berada di nakas samping ranjang. "Suhu AC nya tidak tinggi, kenapa tubuhnya berkeringat seperti itu." Dewa bertanya pada dirinya sendiri."Bi… Bi… Kamu sakit?" Panggil Dewa pelan.Bianca hanya merespon dengan gumaman saja. Dewa ragu-ragu menempelkan tangannya di dahi Bianca. Suhu tubuh Bianca normal, lantas
"Apa aku sudah melakukan sesuatu." Gumam Dewa tak yakin. Jika memang bercak merah ini karena ulahnya, harusnya Dewa tidak melupakan hal itu, bagaimanapun itu adalah hal yang sayang jika tidak dinikmati dengan benar.Pikiran Dewa kembali kotor, hingga Dewa harus menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. "Tapi, jika bukan noda karena itu, lalu ini, apa?" Tanyanya heran.Dewa mendengar suara gemericik dari dalam kamar mandi. Untuk memastikannya Dewa akan bertanya langsung kepada Bianca.Dewa sudah berdiri di depan pintu kamar mandi, hendak mengetuk, tapi, lebih dulu Bianca membuka pintu. "Eh Mas Dewa udah bangun." Ucap Bianca sedikit kaget. Tadi dia terbangun karena rasa tidak nyaman."Kamu mau kemana?" Melihat Bianca sudah rapi seperti hendak pergi.Bianca nyengir, "Aku mau ke supermarket di bawah.""Apa tidak bisa nanti saja?" Dewa memicing tidak suka, ini masih memasuki waktu subuh, dan istrinya sudah mau pergi keluar. Apa pandangan or
Dewa kembali tidak lama setelah Bianca, pria itu langsung pergi ke kamar yang sudah disulap menjadi tempat gym.Kebiasaan Dewa setelah menunaikan kewajibannya adalah berolahraga. Meski semalam ia sudah melakukannya, pagi ini dia tetap melakukannya kembali agar rutinitasnya tetap terjaga.Sedangkan Bianca sudah sibuk dengan peralatan memasak setelah membersihkan kamar. Hari ini Bianca akan memasak yang spesial untuk suaminya. Ia sudah antusias sejak semalam.Sebenarnya Dewa cukup sering makan di restorannya, mengingat tempat kerja suaminya itu tidak jauh dari restoran miliknya.Namun, Bianca tidak memasaknya sendiri karena sudah ada koki yang membantunya disana. Bianca justru lebih suka untuk mengamati suaminya daripada berada di dapur.Sesekali Dewa makan bersama klien dan wanita cantik yang kemarin datang kesini. Kadang terlihat sendirian saat makan malam. Waktu itu Bianca sangat ingin untuk sekedar menyapa sebagai cucu dari sa
Dewa berjalan mendekati Bianca yang masih sibuk dengan masakannya. Wanita itu menyanggul rambutnya, memperlihatkan leher jenjangnya, ia juga menggunakan apron. Dewa meletakkan gelas yang sudah kosong ke dalam sink, ia berniat mencucinya langsung, namun, Bianca segera melarangnya. "Biar aku saja, Mas. Mas Dewa mandi dulu, sebentar lagi masakannya matang." Ucap Bianca masih dengan spatula di tangan kanannya. "Baiklah." Dewa menurut, ia meninggalkan dapur dengan perut yang semakin keroncongan. Dewa masuk ke dalam kamar, ia melihat saat ini masih jam 6.30 biasanya ia selesai olahraga jam 7 pagi. "Ini pasti karena semalam sudah berolahraga." Gumam Dewa saat memasuki kamar mandi. Seperti pria pada umumnya, Dewa tidak memerlukan waktu yang lama untuk mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Dewa melihat kemeja, celana, jas dan dasi sudah siap di atas ranjang. Dewa memakainya lalu menuju meja makan, di meja sudah ada nasi goreng, jus jeruk
Belum sempat masuk kamar mandi ponsel Bianca berdering. Wanita itu melihat terlebih dahulu siapa yang menelponnya sepagi ini."Nomor asing?" Gumam Bianca melihat sederet angka menghiasi layar ponselnya.Bianca mengabaikannya, ia menaruh kembali ponselnya di atas ranjang. Belum mulai melangkah ponselnya kembali berdering dengan nomor yang sama.Dengan sedikit kesal, Bianca menggeser tombol berwarna hijau. Bianca akan mengomel, namun, suara di seberang lebih dulu mendominasi."Assalamualaikum Bianca, ini Mama. Maaf ya mengganggu pagi-pagi."Bianca meneguk ludah, bersyukur tidak jadi mengomel, jika tidak, hancur sudah reputasinya sebagai menantu."Waalaikumsalam Ma, tidak mengganggu kok, ada apa Ma?" "Hari ini kamu ada di apartemen, kan?""Hari ini Bian mau ke restoran, Ma." Jawab Bianca sambil menyiapkan pakaian yang akan dipakainya."Iya sudah, nanti Mama mampir kesana saja. Assalamualaikum.""