Share

Bab 6. Amarah

Author: Yushinta Devi
last update Last Updated: 2022-12-03 10:56:54

Bianca mendorong wanita yang memeluk suaminya dengan kasar hingga pelukan mereka terlepas. Ia langsung memberikan tamparan kepada wanita itu.

Plak

"Apa yang kamu lakukan pada suamiku, jalang?" Amuk Bianca.

Wanita itu meringis kesakitan, tenaga yang dikeluarkan Bianca cukup keras hingga membuat bibirnya sobek.

Dewa yang sebelumnya shock segera maju membantu wanita yang sudah ditampar oleh Bianca.

"Kamu.." Dewa menunjuk Bianca dengan suara beratnya.

"Berani sekali kamu menampar kekasihku!" Lanjut Dewa penuh amarah.

Kini Bianca yang shock, Dewa membela wanita itu. Bahkan, Dewa bilang wanita itu adalah kekasihnya.

Lihatlah, Dewa sekarang sedang melihat luka di bibir wanita itu. "Mas.. tapi, aku istrimu! Aku tidak suka melihatmu berpelukan dengan wanita lain, apalagi di rumah kita!" Protes Bianca.

"Rumah kita? Jangan mimpi Bianca! Ini rumah saya, saya berhak menyuruh siapapun datang kesini!" Sentak Dewa. Matanya menyorot tajam penuh permusuhan.

"Dewa… aku baik-baik saja. Sebaiknya aku pulang." Ucap wanita itu dengan nada dibuat sedih.

"Bagus kalau kamu sadar diri!" Sahut Bianca.

"Jangan pergi!! Seharusnya dia yang pergi dari sini!" Ucap Dewa lembut.

Suara Dewa kelewat lembut, sejak kemarin Bianca tidak pernah mendengar Dewa berbicara selembut itu.

"Tidak Dewa, sebaiknya aku pergi dulu. Kasihan istrimu." Pamit kekasih Dewa.

"Aku antar." Bianca melotot mendengar Dewa menawarkan diri untuk mengantar wanita itu.

"Gak bisa! Kamu tidak boleh kemana-mana, Mas!" 

Dewa menatap tajam Bianca, seandainya mata itu bisa membunuh, Bianca pasti sudah mati terbunuh.

"Aku pulang dulu." Pamit wanita itu. Dewa ikut mengantarnya sampai di depan pintu.

"Jangan pernah datang kesini lagi." Teriak Bianca dari dalam. 

Bianca tersenyum puas, ia tak menyangka mempunyai keberanian sebesar itu. 

"Bi… Bianca.." Tegur Dewa.

Melihat Bianca yang tidak merespon, Dewa kembali memanggilnya. "Bianca Putri Renaldy!" 

Bianca terkesiap, "Iya Mas?"

"Kamu ngapain senyum-senyum disana?" Tanya Dewa.

"Gak kok, Mas!" Elak Bianca. Dalam hati Bianca merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia masih sempat halusinasi disaat ada wanita lain yang mengancam rumah tangganya.

Dewa berjalan melewati Bianca menuju dapur, mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dari teko kaca yang sudah tersedia diatas meja, setelah itu langsung meneguknya hingga tandas.

"Wanita tadi, siapa?" Tanya Bianca, begitu melihat suaminya selesai minum.

"Viola." Jawab Dewa singkat.

"Apa dia sering kesini?" 

"Lumayan." 

"Apa dia kekasihmu?" Tanya Bianca penasaran, sebelum melamun, Bianca sempat melihat mereka berdua berpelukan.

"Kenapa?" Dewa balik bertanya, pandangannya menghunus tajam ke arah Bianca.

Bianca membalas tatapan Dewa, "Tidak, aku hanya bertanya." 

Dewa mengangguk.

"Saya mau pergi belanja bahan bulanan. Kamu mau ikut atau tetap disini?"

Bianca tidak merespon. Sebenarnya mulutnya sudah sangat gatal untuk meminta Dewa tidak membawa wanita lain selain keluarga masuk di apartemen ini. Namun, Bianca juga sadar diri, jika Dewa menjadi suaminya karena terpaksa.

Dewa yang tidak mendapat respon dari Bianca kembali bertanya dengan nada sedikit keras. "Kamu mau ikut atau tidak?" 

"Ikut!" Bianca menjawab dengan cepat, meski tidak mendengar kemana Dewa mengajaknya pergi.

****

Setibanya di supermarket, Dewa dengan cekatan mengambil troli untuk menaruh barang bawaannya nanti. Sebenarnya ini pertama kalinya Dewa berbelanja, karena sebelumnya Maria selalu menyiapkan semua kebutuhannya. 

Termasuk menyiapkan beberapa makanan di lemari pendingin yang mudah dihangatkan saat dirinya lapar.

Bianca sendiri lebih memilih berjalan dibelakang Dewa. Raganya memang disini bersama dengan Dewa, tapi, pikirannya masih terbayang kejadian di apartemen.

"Kita sudah keliling tempat ini dan kamu masih belum mengambil apa-apa? Saya jadi yakin restoran yang kamu punya hanya untuk ajang pamer ke teman-temanmu saja."

Bianca mendongak, dahinya mengkerut menunjukkan kalau dirinya tidak terima. Meski pikirannya tidak disini, namun Bianca masih bisa mendengar dengan jelas ejekan dari suaminya. "Apa tadi katanya? Pamer?" Beo Bianca.

"Lihat saja Mas, aku akan buktiin kalau aku jago masak, tidak seperti yang kamu ucapkan." lanjut Bianca dalam hati.

Wanita dan ego yang tinggi layaknya sepasang kekasih yang dimabuk cinta. Sama seperti Bianca saat ini, meski mencintai Dewa, tapi saat Dewa mengejeknya pamer, ia menjadi tersinggung. Bianca bertekad akan membuat Dewa ketagihan dengan masakannya.

Bianca tidak pernah sekalipun main-main dengan masakannya, ia selalu membuat makanan dengan penuh suka cita. Baginya memasak adalah hal yang menyenangkan. Berawal dari hobi masak, hingga saat ini Bianca sudah memiliki beberapa restoran.

Dengan perasaan kesal Bianca bertanya, "Mas.. suka makanan apa?" 

"Apa saja." Jawab Dewa singkat.

Bianca mengangguk, "Suka masakan indonesia atau masakan luar?" 

"Indonesia."

Bianca yang masih kesal bertambah kesal. Tadi Dewa bisa berbicara panjang saat mengejeknya, tapi, sekarang untuk menjawabnya saja seperti orang malas membuka mulut.

Bianca mengambil alih troli lalu mulai memasukkan sayuran, ayam, daging, beberapa jenis ikan dan juga buah-buahan.  

Setelah semua bahan sudah memenuhi troli Bianca teringat sesuatu.

"Mas nggak ada alergi, kan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 43

    "Mas, ada telepon." Kata Bianca dengan nafas terengah-engah."Biarkan saja!" Dewa kesal. Kegiatannya harus terhenti oleh panggilan telepon entah dari siapa."Tapi—"Itu tidak lebih penting dari ini, Bi!" Ucap Dewa, dia kembali melanjutkan kegiatan mereka yang terhenti dengan tiba-tiba.Namun, layaknya pengganggu yang tidak mau kalah. Ponsel Bianca terus berdering membuat Dewa tanpa sadar mengumpat.Dewa terpaksa melepas tubuh Bianca dari cumbuannya. Dia melangkah mundur, membiarkan Bianca mengambil ponselnya.Dengan nafas yang kembali terengah, Bianca menggeser tombol hijau untuk menjawab."Assalamualaikum Ma." Sapa Bianca begitu panggilan tersambung."Waalaikumsalam Bian, kamu sedang apa? Kenapa nafas kamu seperti itu?" Jawab Mama Maria. Iya. Orang yang mengganggu kegiatan sore mereka adalah Mama Maria. Mama Maria mendapatkan kabar jika anak dan menantunya sudah tidak berada di paris. Karena tidak ada

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 42

    "Iya dia sangat spesial, jadi jangan menangis!"Bianca mundur dari tempatnya berdiri. "Lalu aku harus bagaimana, Mas?" Tanya Bianca pasrah. Dia tidak bisa berpikir dalam kondisi seperti ini. Bianca berharap siapapun dapat menolongnya saat ini. Hatinya sedang tidak baik-baik saja."Cukup seperti biasanya saja." Jawab Dewa."Sampai kapan? Apa selamanya akan seperti ini." Tatap Bianca sendu.Dewa mengangguk. "Kita akan selamanya bersama.""Apa tidak cukup hanya aku?" "Memang hanya kamu, Bi." Bianca semakin terisak. Jadi dia hanya akan berperan sebagai nyonya Dewangga, sedangkan nyonya yang sesungguhnya sengaja disembunyikan. Bianca menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Dewa semakin mengernyit bingung, bukankah wanita akan senang menjadi satu-satunya, lalu, kenapa Bianca justru kembali terisak. Dia berjalan mendekati Bianca, mengambil kedua tangan Bianca. "Tolong jangan menangis, Bi. Saya harus b

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 41

    "Mas.. aku baik-baik saja." Kadang Bianca bingung sendiri, sebenarnya Dewa ini khawatir dengannya atau hanya mencari cela agar mereka bisa segera pulang."Baik-baik saja apanya? Lihatlah wajahmu memerah." Dewa tidak mudah percaya. Dia bisa diamuk 4 orang sekaligus jika Bianca beberapa kali jatuh sakit saat sedang liburan.Bianca meraih tangan Dewa yang masih berdiri di samping tempatnya berbaring. Bianca membutuhkan tambahan tenaga untuk bisa membuat Dewa duduk di dekatnya.Saat sudah berhasil membuat Dewa duduk di dekatnya Bianca mengambil kedua tangan Dewa untuk diletakkan di kedua pipinya. "Tidak panas, kan?"Dewa menggeleng. "Ok." Dewa menarik kembali tangannya, dia sudah hendak berdiri lagi, akan tetapi, Bianca menarik kembali tangannya."Apalagi?" Bianca tampak malu-malu untuk mengucapkannya. "Boleh aku belajar saat ini?" Dewa mengernyit, "Kamu mau belajar apa?"Bi

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 40

    Bianca tidak berhenti memegang bibirnya meski saat ini dia sedang berada di dalam pesawat. Matanya enggan terpejam, takut jika dia bangun semuanya hanya mimpi semata.Dewa disebelahnya duduk dengan tenang, membaca buku yang sengaja dibaca disaat seperti ini. Perjalanan panjang yang akan sangat membosankan jika hanya diisi dengan tidur saja."Masih kurang?" Tanya Dewa. Matanya sejak tadi melirik tingkah Bianca yang tidak berhenti tersenyum sambil menyentuh bibirnya."Eh." Bianca salah tingkah. "Lebih hebat siapa saya atau pria yang kamu cintai?" Tanya Dewa tanpa menoleh."Ini pertama kalinya buatku, Mas." Jawab Bianca malu. Dia tadi terlihat sekali jika belum memiliki pengalaman. Dia hanya mengikuti nalurinya saja. Apa yang dilakukan oleh Dewa, dia akan melakukan hal yang sama."Bagus." Ucap Dewa lirih."Apanya Mas?" Tanya Bianca tidak paham dengan jawaban Dewa."Buku yang

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 39

    "Sudah siap semuanya?" Tanya Dewa setelah mengecek ulang barang-barang mereka yang mungkin saja masih tertinggal."Sudah semua Mas." Bianca menutup kopernya. "Ayo." Ajak Dewa sudah siap membawa dua koper."Mas." Panggil Bianca ragu-ragu."Ada apa? Apa masih ada yang terlewatkan." Tanya Dewa. "Banyak." Batin Bianca."Apa kita tidak membuat kenangan terlebih dahulu untuk kita kenang nantinya?" Liburan yang Bianca harapkan harus cepat berakhir karena dia terkena flu. Tentu saja Bianca sedih. Dia sudah berharap banyak dengan bulan madu ini. Nyatanya baru menginap dua malam, mereka sudah akan kembali ke negara mereka."Sudah ada lebih dari satu kenangan yang bisa kamu ingat." Sahut Dewa."Kenangan yang mana?" Bianca sampai harus mengernyitkan dahi untuk mengingat-ingat kejadian apa yang bisa dikenang."Oke, saya sebutkan satu per satu. Dengarkan baik-baik. Pertama, kamu melakukan pelecehan kepada saya." De

  • (Bukan) SUAMI PENGGANTI   Bab 38

    Dewa sudah mulai makan sejak lima menit yang lalu, akan tetapi, Bianca masih setia berdiam diri sambil melihat Dewa makan."Mas." Panggil Bianca.Dewa mengangkat kepala sebagai ganti sahutan."Mau." Rengek Bianca. Jika sedang tidak enak badan, Bianca akan menjadi wanita manja yang tidak ingat umur.Dewa menelan makanannya lalu meminum seteguk baru menjawab. "Kemari dan makan." Dewa menyuruh Bianca turun dari ranjang untuk ikut bergabung duduk di sofa bersama dirinya.Bianca bangkit lalu berjalan mendekat. Dia duduk di sebelah kiri Dewa.Dewa mengambil satu piring makanan pembuka untuk Bianca, tetapi, wanita itu menolak. "Tidak. Aku mau makan itu saja." Dia menunjuk piring yang ada di depan Dewa.Dewa mengangguk, lalu mengambil piring yang masih penuh dan menyerahkannya ke Bianca. "Cepat makan dan minum obatmu." Titah Dewa yang lagi-lagi ditolak Bianca."Aku tidak mau. Aku mau itu Mas." Bianca masih menunjuk tepa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status