Share

Bab 6. Amarah

Bianca mendorong wanita yang memeluk suaminya dengan kasar hingga pelukan mereka terlepas. Ia langsung memberikan tamparan kepada wanita itu.

Plak

"Apa yang kamu lakukan pada suamiku, jalang?" Amuk Bianca.

Wanita itu meringis kesakitan, tenaga yang dikeluarkan Bianca cukup keras hingga membuat bibirnya sobek.

Dewa yang sebelumnya shock segera maju membantu wanita yang sudah ditampar oleh Bianca.

"Kamu.." Dewa menunjuk Bianca dengan suara beratnya.

"Berani sekali kamu menampar kekasihku!" Lanjut Dewa penuh amarah.

Kini Bianca yang shock, Dewa membela wanita itu. Bahkan, Dewa bilang wanita itu adalah kekasihnya.

Lihatlah, Dewa sekarang sedang melihat luka di bibir wanita itu. "Mas.. tapi, aku istrimu! Aku tidak suka melihatmu berpelukan dengan wanita lain, apalagi di rumah kita!" Protes Bianca.

"Rumah kita? Jangan mimpi Bianca! Ini rumah saya, saya berhak menyuruh siapapun datang kesini!" Sentak Dewa. Matanya menyorot tajam penuh permusuhan.

"Dewa… aku baik-baik saja. Sebaiknya aku pulang." Ucap wanita itu dengan nada dibuat sedih.

"Bagus kalau kamu sadar diri!" Sahut Bianca.

"Jangan pergi!! Seharusnya dia yang pergi dari sini!" Ucap Dewa lembut.

Suara Dewa kelewat lembut, sejak kemarin Bianca tidak pernah mendengar Dewa berbicara selembut itu.

"Tidak Dewa, sebaiknya aku pergi dulu. Kasihan istrimu." Pamit kekasih Dewa.

"Aku antar." Bianca melotot mendengar Dewa menawarkan diri untuk mengantar wanita itu.

"Gak bisa! Kamu tidak boleh kemana-mana, Mas!" 

Dewa menatap tajam Bianca, seandainya mata itu bisa membunuh, Bianca pasti sudah mati terbunuh.

"Aku pulang dulu." Pamit wanita itu. Dewa ikut mengantarnya sampai di depan pintu.

"Jangan pernah datang kesini lagi." Teriak Bianca dari dalam. 

Bianca tersenyum puas, ia tak menyangka mempunyai keberanian sebesar itu. 

"Bi… Bianca.." Tegur Dewa.

Melihat Bianca yang tidak merespon, Dewa kembali memanggilnya. "Bianca Putri Renaldy!" 

Bianca terkesiap, "Iya Mas?"

"Kamu ngapain senyum-senyum disana?" Tanya Dewa.

"Gak kok, Mas!" Elak Bianca. Dalam hati Bianca merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia masih sempat halusinasi disaat ada wanita lain yang mengancam rumah tangganya.

Dewa berjalan melewati Bianca menuju dapur, mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dari teko kaca yang sudah tersedia diatas meja, setelah itu langsung meneguknya hingga tandas.

"Wanita tadi, siapa?" Tanya Bianca, begitu melihat suaminya selesai minum.

"Viola." Jawab Dewa singkat.

"Apa dia sering kesini?" 

"Lumayan." 

"Apa dia kekasihmu?" Tanya Bianca penasaran, sebelum melamun, Bianca sempat melihat mereka berdua berpelukan.

"Kenapa?" Dewa balik bertanya, pandangannya menghunus tajam ke arah Bianca.

Bianca membalas tatapan Dewa, "Tidak, aku hanya bertanya." 

Dewa mengangguk.

"Saya mau pergi belanja bahan bulanan. Kamu mau ikut atau tetap disini?"

Bianca tidak merespon. Sebenarnya mulutnya sudah sangat gatal untuk meminta Dewa tidak membawa wanita lain selain keluarga masuk di apartemen ini. Namun, Bianca juga sadar diri, jika Dewa menjadi suaminya karena terpaksa.

Dewa yang tidak mendapat respon dari Bianca kembali bertanya dengan nada sedikit keras. "Kamu mau ikut atau tidak?" 

"Ikut!" Bianca menjawab dengan cepat, meski tidak mendengar kemana Dewa mengajaknya pergi.

****

Setibanya di supermarket, Dewa dengan cekatan mengambil troli untuk menaruh barang bawaannya nanti. Sebenarnya ini pertama kalinya Dewa berbelanja, karena sebelumnya Maria selalu menyiapkan semua kebutuhannya. 

Termasuk menyiapkan beberapa makanan di lemari pendingin yang mudah dihangatkan saat dirinya lapar.

Bianca sendiri lebih memilih berjalan dibelakang Dewa. Raganya memang disini bersama dengan Dewa, tapi, pikirannya masih terbayang kejadian di apartemen.

"Kita sudah keliling tempat ini dan kamu masih belum mengambil apa-apa? Saya jadi yakin restoran yang kamu punya hanya untuk ajang pamer ke teman-temanmu saja."

Bianca mendongak, dahinya mengkerut menunjukkan kalau dirinya tidak terima. Meski pikirannya tidak disini, namun Bianca masih bisa mendengar dengan jelas ejekan dari suaminya. "Apa tadi katanya? Pamer?" Beo Bianca.

"Lihat saja Mas, aku akan buktiin kalau aku jago masak, tidak seperti yang kamu ucapkan." lanjut Bianca dalam hati.

Wanita dan ego yang tinggi layaknya sepasang kekasih yang dimabuk cinta. Sama seperti Bianca saat ini, meski mencintai Dewa, tapi saat Dewa mengejeknya pamer, ia menjadi tersinggung. Bianca bertekad akan membuat Dewa ketagihan dengan masakannya.

Bianca tidak pernah sekalipun main-main dengan masakannya, ia selalu membuat makanan dengan penuh suka cita. Baginya memasak adalah hal yang menyenangkan. Berawal dari hobi masak, hingga saat ini Bianca sudah memiliki beberapa restoran.

Dengan perasaan kesal Bianca bertanya, "Mas.. suka makanan apa?" 

"Apa saja." Jawab Dewa singkat.

Bianca mengangguk, "Suka masakan indonesia atau masakan luar?" 

"Indonesia."

Bianca yang masih kesal bertambah kesal. Tadi Dewa bisa berbicara panjang saat mengejeknya, tapi, sekarang untuk menjawabnya saja seperti orang malas membuka mulut.

Bianca mengambil alih troli lalu mulai memasukkan sayuran, ayam, daging, beberapa jenis ikan dan juga buah-buahan.  

Setelah semua bahan sudah memenuhi troli Bianca teringat sesuatu.

"Mas nggak ada alergi, kan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status