Seorang wanita bergaun pengantin putih berjalan dengan anggun memasuki gedung berbintang lima. Hari ini, seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya, karena bisa menikah dengan laki-laki yang menjadi kekasihnya selama lima tahun terakhir. Dia bernama Maharani Ayunda, atau sering disapa Rani.
Saat wanita itu memasuki gedung tersebut, kedatangannya menjadi sorotan semua tamu dan keluarganya. Di depan sana, tepatnya dari tempat dia berdiri saat ini, seorang pria yang seharusnya menjadi calon suami tengah siap memikirkan ijab qobul dengan penawaran tangan penghulu. Rani mengembangkan senyumnya, membuat mereka semua menghentikan acara dan menatap tajam.
"Rani," ucap Kevin menyanyikan lagu mempelai pria.
Semua keluarga besar Kevin dan Maharani berdiri. Mereka tidak percaya pada wanita yang menyulap acara pernikahan Kevin dengan Ariella, adik tiri Maharani. Retta, ibu tiri maharani menghampiri wanita itu. Dia mencacinya, mencibirnya serta menghinanya. Abraham, ayah Maharani juga turut serta menghampiri anaknya.
"Untuk apa kamu anak tidak tahu diri datang ke sini?" murka Retta ibu tirinya.
Maharani tersenyum, wanita itu berjalan lagi dan semakin terlihat anggun. Rani merebut microphone yang sedang di bawa oleh pembawa acara. Dia meminta tempat dan sedikit waktu untuk menyampaikan sebuah berita.
"Selamat sore hadirin semua," sapa Rani sangat ramah.
"Kalian pasti bertanya-tanya siapa saya, bukan?" tanya Rani.
Semua tamu itu mengangguk. "Perkenalkan, saya Maharani Ayunda, mempelai wanita di acara saklar ini."
Bisik-bisik mulai terdengar setiap saat setelah Rani mengumumkan siapa dirinya. Wajah kedua keluarga besar itu memerah menahan amarah. Rani, dia tidak peduli akan tatapan tajam dan menusuk dari orang tuanya dan juga keluarga Kevin.
Rani melanjutkan kembali penarikannya. "Wanita itu, dia adalah adik tiriku. Dan pria yang akan menjadi suami itu adalah bekas calon suamiku. Apakah kalian tidak bertanya-tanya mengapa wajah mempelai wanitanya berbeda dari undangan yang kami sebar?" Rani memberikan teka-teki.
"Cukup Rani!" bentak Retta.
Retta naik ke atas panggung lalu di ikuti oleh Kevin dan Ariella. Retta, wanita itu merebut mikrofon yang Rani pegang. Dia juga mendorong Rani untuk menjauh dari panggung itu. Tubuh Rani terhempas dan hampir saja jatuh jika Abraham, sang ayah tidak menangkapnya.
"Kalian semua dengar!" ucap Retta lantang.
"Wanita ini, yang mengaku sebagai calon suami menantuku Kevin, dia tidak lebih dari wanita murahan. Kevin meninggalkannya karena ketahuan selingkuh." Tentu saja yang Retta sampaikan adalah berita bohong.
Semua tamu kembali berbisik, sebagian dari mereka ada yang menatap jijik pada Rani yang terus menunduk menyembunyikan wajahnya. Retta menyunggingkan senyumnya. Tidak sampai di situ, ibu tiri Maharani itu juga mengambil air mineral dalam botol lalu menuangkannya ke atas kepala Rani.
"Kotoran itu pantasnya di siram, agar bersih," ejek Retta.
"Ma, sudah Ma, kasihan Rani," ucap Abraham memohon.
"Jangan salahkan aku, anakmu sendiri yang kupunya semuanya. Dia ingin membuat Kevin dan Ariella malu, Pa." Ratta tak ingin disalahkan.
Abraham memeluk anaknya, pria paruh baya itu juga menghapus linangan air mata yang tak sengaja menetes di pipi Rani. Rani mencoba tegar, dia terus tersenyum meski semua orang menyudutkannya. Retta merasa muak melihat senyuman itu di wajah Rani.
"Ran, kita sudah selesai. Ganggu kebahagiaanku bersama adikmu. Seharusnya kamu ikhlas," ucap Kevin seolah merasa tersakiti.
“Kak Rani, memang tidak pernah menyukaiku sejak kecil, bahkan aku seperti ini juga karena ulahnya, tapi kenapa aku yang disalahkan,” ujar Ariella, disertai isakan kecil.
Rani maju satu langkah mendekati Kevin dan Ariella. Dua pasangan itu terus bergandengan tangan seperti tak ingin terpisahkan. Lagi-lagi Rani kembali tersenyum menatap mereka berdua.
"Sudah sandiwaranya?" tanya Rani seolah mengejek.
"Apa maksudmu Rani? Siapa yang bersandiwara?" tanya Kevin tak mengerti.
“Intinya saja, tidak perlu basa-basi,” kata Retta, “apa tujuanmu datang ke sini?” lanjutan lagi.
Rani mendekati Ariella, dia membelai wajah adik tirinya tersebut. Ariella memang terlihat cantik dengan polesan make up pilihannya. Rani beralih mendekati tubuhnya dengan Kevin lalu menyentuh dadanya.
Ariella tak terima calon suaminya disentuh oleh Rani. Dia menekan tangan kakaknya lalu mendorongnya. Ariella memaki Rani yang ingin merebut calon suami.
"Dasar Pelakor!" umpat Ariella.
"Seharusnya Kakak sadar, Kevin sudah menjadi milikku. Jangan pernah berpikir untuk merebutnya kembali, setelah apa yang Kakak lakukan padanya dulu." Ariella berkata dengan marah.
“Huu … wanita tidak tahu diri!”
"Pelakor!"
"Wanita Murahan!"
Masih banyak lagi hinaan yang terlontar dari mulut para tamu yang hadir. Apalagi tak segan dari mereka melempar makanan hingga mengotori gaun cantik Rani. Abraham mencoba melindungi anaknya, tetapi dihalangi oleh Retta.
"Cukup!" ucap Rani lantang.
Semua terdiam, mereka menatap Rani dengan bengis. Rani mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Dia juga mengumumkan kembali sesuatu.
"Kalian ingin tahu siapa yang bersalah di sini?" tanya Rani.
Hening, semuanya diam. Tidak ada yang menanggapi ucapan Rani. Rani tersenyum miris karena mereka lebih percaya pada omong kosong seseorang dari pada melihat bukti yang sebenarnya.
"Ini jawaban untuk kalian."
Rani melemparkan beberapa foto yang dia bawa. Mereka yang tadi menghina Rani berebut mendapatkan foto tersebut. Alangkah terkejutnya mereka setelah melihat gambar Kevin dan Ariella sedang memadu kasih.
Kevin yang bingung karena tamu yang menyerang Rani sejak tadi menoleh dan Ariella dengan jijik. Pria itu memungut satu lembar foto di bawah kakinya. Kevin membulatkan matanya setelah melihat foto dirinya dan Ariella.
"Ini tidak benar, ini editan," elak Kevin.
"Saya tidak menyangka, jika bapak Kevin ternyata yang berkhianat," ucap salah satu tamu penting yang menjadi partner kerja Kevin.
"Ini fitnah! Rani, kamu pasti sengaja melakukan ini semua kan?" amuk Retta.
"Papa nggak menyangka, ternyata kamu sudah merepotkan kakakmu sendiri Ariella!" murka Abraham.
"Pa, ini salah, ini semua fitnah. Kak Rani sengaja melakukan ini semua agar bisa kembali bersama Kevin," ucap Ariella membela diri.
"Membuat malu!" sergah Retta.
Saat Retta hendak melayangkan tamparan ke wajah Rani, dengan cepat Rani menangkisnya. Rani mencengkram erat tangan ibu tirinya tersebut. Retta memberontak, dia mengumpati Rani dengan berbagai kata-kata kotor.
"Cukup Rani!" seru Kevin yang sudah terlanjur malu.
"Baiklah, mari kita berdamai, aku akan menikahimu dan juga Ariella. Tapi katakan pada mereka jika ini semua hanya akal-akalan kamu saja," kata Kevin yang membuat Rani tertawa lepas.
"Aku ke sini memang untuk menikah, tapi bukan denganmu," ucap Rani.
Kevin mengernyitkan keningnya. Ariella terus melipat tangan Kevin, Rani hanya melirik sekilas dan menggelengkan kepalanya. Rani mengangkat tangannya, hingga seseorang yang tampan dan gagah masuk ke dalam acara itu. Semua tamu menoleh saat pria itu berjalan mendekati Rani. Rani menyambutnya dengan senyum mengembang.
"Siapa laki-laki itu?" tanya kevin penasaran.
"Dia adalah …."
Pria berjas putih itu masuk dan langsung mengapit tangan Rani. Semua mata menatapnya takjub karena pesona yang dia pancarkan. Akan tetapi, rasa takjub itu berubah menjadi rasa terkejut setelah Maharani mengumumkan siapa pria itu. "Dia adalah Mahardika Sakti, calon suamiku," ucap Maharani dengan lantang. Rani menyunggingkan senyumnya, dengan bangga wanita itu menyebut Mahardika sebagai calon suaminya. Retta memegangi kepalanya yang berdenyut. Belum hilang rasa malunya akibat foto yang Rani sebar tadi, kini datang pria yang mengaku sebagai calon suami anak tirinya. Musnah sudah harapannya untuk membuat anak tirinya itu merasakan patah hati. "Tidak mungkin," kata Kevin, dia menyangkal apa yang diucapkan Rani. "Bagaimana bisa kamu menemukan penggantiku begitu cepat?" sambungnya lagi. "Kenapa tidak? Bagiku tidak butuh waktu lama untuk menikahi seseorang. Jika kita sudah saling cocok bukannya lebih cepat lebih baik? Takutnya diambil pelakor lagi." Rani menatap tajam Ariella yang m
"Bayar hutang kalian, atau jika tidak masalah ini akan saya bawa ke ranah hukum!" ucap Maharani yang mengancam Kevin dan Ariella. "Kamu…."Ariella mengangkat tangannya ke udara, dia bersiap untuk mengayunkannya ke wajah Rani. Namun, Dika dengan cepat merebut tangannya itu. Dika juga melindungi Rani di balik tubuhnya. "Jangan berani main kasar!" kata Dika penuh penekanan. Kevin menarik tangan Ariella yang di cengkraman kuat oleh Dika. Dua pria itu saling menatap dengan bengis. Kevin menunjuk-nunjuk Dika yang telah kasar pada istrinya. "Aku akan melaporkanmu ke polisi!" ancam Kevin. Dika terkekeh, bukannya takut dia justru menantang Kevin. "Silakan, kita lihat siapa yang akan masuk penjara. Anda atau saya.""Aku kasih waktu kalian 1 bulan untuk melunasi hutang-hutang ini. Jika tidak, aku akan meminta pada perusahaan untuk mentransfer sebagian gajimu ke rekeningku sebagai ganti rugi hutang-hutang kalian." Rani berkata dengan berani. "Beraninya kamu!" tunjuk Kevin pada mantan kekasi
Suara teriakan minta tolong terdengar tidak jauh dari telinga Rani. Gadis itu menengok ke kanan dan ke kiri untuk menemukan sumber suara. Tiba-tiba, matanya menangkap gang kecil di seberang jalan sana. Rani segera berlari menuju gang itu dan benar saja, dia melihat dua orang preman tengah berusaha merebut tas milik pria yang sudah tak berdaya dengan lebam di wajahnya. "Tolong rampok!" teriak pria yang tengah di keroyok itu. Dia berusaha melindungi tas yang ingin direbut preman-preman itu. "Hei ... lepaskan dia!" Teriak Rani yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. "Cewek, cari mati dia," ucap salah satu preman itu. Rani mengumpulkan keberaniannya untuk melawan dua preman itu. Meskipun dia sendiri juga merasa sangat takut melihat wajah mereka yang menyeramkan. Rani menggulung lengan bajunya lalu berdecak pinggang. Akan tetapi, gadis itu menurunkannya kembali dan mundur. Salah satu preman itu maju mendekati Rani. Gadis itu berusaha melawan rasa takutnya sambil memikirkan cara
Maharani membisikkan sesuatu pada telinga Dika. Sebuah rencana yang telah dia susun dengan rapi untuk membuat Kevin menyesal. Dika membelalakkan matanya, lagi-lagi ide gila Rani membuatnya tercengang. "Wanita gila," ucap Dika meremehkan. "Hei Mas Dika, jaga bicaramu, aku ini bosmu." Rani mulai menyombongkan diri lagi. Dika terkekeh mendengar, dia lupa jika hanya menjadi suami bayaran saja. "Baiklah, Ibu bos," kata Dika seolah patuh padanya. Tiba-tiba saja, Rani memberikan satu bantal, satu guling dan selimut kepada Dika. "Untuk apa?" tanya Dika bingung. "Tidak mau? Ya sudah." Rani kembali mengambil perlengkapan tidur tersebut. "Sana! Mas Dika tidur di sofa saja," kata Rani dengan mengibaskan tangannya. Dika mengernyitkan keningnya. "Kenapa? Kita kan sudah halal," kata Dika lantas naik ke atas kasur bersama Rani, tapi Rani justru mendorongnya untuk menjauh. "Ih, jangan tidur di sini!" kata Rani kesal, "Mas Dika tidur di sofa saja, kita kan cuma nikah pura-pura," imbuhnya sambil
"Mas, kamu ngapain?" Suara Rani terdengar dari belakang tubuh Dika.Mahardika menoleh sambil tersenyum lalu meletakan ponsel Rani. "Pinjam ponselmu ya, aku perlu menghubungi seseorang masalah pekerjaan," kata Dika yang tentu saja hanya beralasan. Tiba-tiba saja, Rani memasang wajah sedihnya, Dika terheran kenapa istrinya cepat sekali berubah-ubah ekspresi. "Kenapa kamu?" tanya Dika bingung. "Saya kasihan sama Mas, ponsel saja tidak punya. Nanti setelah gaji Mas saya bayar, Mas beli ponsel baru ya," ucap Rani yang membuat Dika membulatkan matanya.Rasanya ingin sekali tertawa, Rani seperti sedang berbicara pada anak kecil. "Kok Mas malah ketawa sih, aku ini kasihan loh sama, Mas," tutur Rani lalu memajukan. Tawa Dika pun lepas. “Ha ha … maaf maaf, kamu ini ….” Tangan Dika terulur mencubit hidung mancung Rani. "Aku hari ini harus pergi, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," kata Dika, lalu berdiri dan merapikan penampilannya. Meskipun hanya menggunakan kaos tipis dan celana kema
"Mas, aku duluan ya," pamit Rani yang buru-buru turun dari angkutan. "Jangan buru-buru!" "Gak bisa Mas, udah telat. Nanti bosku marah," kata Rani yang terus mengulurkan tangannya, tapi Dika masih belum menyambut tangannya. "Salim, Mas!" ucap Rani sedikit kesal. Dika terkekeh, laki-laki di dalam angkot itu menyambut tangan istrinya dan Rani menciumnya takzim. "Memang kenapa kalau terlambat?" tanya Dika. "Nanti dia marah. Dia itu galak, sombong dan arogan. Sudah ah, ngobrol terus aku tambah telat," kata Rani khawatir. Mata Dika melotot mendengar Rani menghina bosnya sendiri. "Memang kamu sudah tahu siapa bosmu itu?" tanya Dika sekedar basa-basi. "Belum sih, tapi kelihatannya begitu. Sudah ah... assalamualaikum, Mas," pamit Rani kemudian berlari terburu-buru untuk masuk ke dalam kantor. Dika juga turun dari angkutan itu setelah membayar ongkosnya. Namun, mata Dika tertekan pada kursi yang Rani duduki tadi. sayangnya, kartu nama Rani tertinggal. Dika mengambilnya kemudian ke
"Hai, Kevin," sapa Dika ramah. Kevin menelisik penampilan Dika yang menggunakan seragam office boy dan membawa alat kebersihan. Laki-laki itu tertawa menyadari jika suami mantannya ini tidak lebih baik darinya. Kevin menyilangkan tangannya di dada dan mengangkat wajah angkuhnya. "Jadi ini pekerjaanmu?" tanya Kevin seperti meledek. "Ya seperti yang kamu lihat. Alhamdulillah pekerjaan ini halal," jawab Dika santai. "Aku kira, Rani akan jadi sutradara atau CEO, ternyata… Rani Rani…." Tawa Kevin semakin pecah. "Memang apa salahnya dengan pekerjaanku?" tanya Dika lagi. "Ya tidak ada yang salah. Tapi, Rani yang salah, meninggalkanku dan justru memilih laki-laki sepertimu. He, beda laki kasta!" ketus Kevin mencemooh Deka. Dika menarik sedikit sudut yang terkena dan kepala berguncang. Laki-laki itu adiknya menatap iparnya dengan tenang meskipun hinaan telah terlontar untuknya. "Sudah ketawanya?" tanya Dika begitu santai. Kevin langsung memasang wajah datarnya. Ucapan Dika barusan sepe
Mata Bunga membulat. Tentu saja wanita itu sangat terkejut. Setelah menghilang selama satu minggu, dan kini setelah kembali, Dika mengatakan telah memiliki istri. "Serius, Pak?" tanya Bunga memastikan. "Apa aku harus menunjukan buku nikah kami?" kata Dika. Bunga yang belum percaya hanya diam saja tidak menjawab iya ataupun tidak. Dika mengeluarkan sebuah foto dari dalam sakunya. Laki-laki itu sengaja membawanya untuk di tunjukan kepada Bunga jika wanita itu tidak percaya. "Wah rupanya Bapak sudah menikah. Kapan? Dan kenapa tidak ada berita yang meliput ini? Jika wartawan tau, ini akan menjadi berita hot sepanjang hari," papar Bunga setelah melihat foto tersebut. “Ceritanya panjang, yang jelas aku minta untuk kamu memberikan data mengenai Maharani Ayunda,” kata Dika. "Baik, malam ini saya kirim ke email bapak," ucap Bunga menyetujuinya. "Satu lagi," ucap Dika, "jangan sampai ada yang tahu tentang pernikahanku dengan Rani, termasuk Mama dan Papa," sambungnya lagi. "Baik, Pak.""