Pria berjas putih itu masuk dan langsung mengapit tangan Rani. Semua mata menatapnya takjub karena pesona yang dia pancarkan. Akan tetapi, rasa takjub itu berubah menjadi rasa terkejut setelah Maharani mengumumkan siapa pria itu.
"Dia adalah Mahardika Sakti, calon suamiku," ucap Maharani dengan lantang.
Rani menyunggingkan senyumnya, dengan bangga wanita itu menyebut Mahardika sebagai calon suaminya. Retta memegangi kepalanya yang berdenyut. Belum hilang rasa malunya akibat foto yang Rani sebar tadi, kini datang pria yang mengaku sebagai calon suami anak tirinya. Musnah sudah harapannya untuk membuat anak tirinya itu merasakan patah hati.
"Tidak mungkin," kata Kevin, dia menyangkal apa yang diucapkan Rani. "Bagaimana bisa kamu menemukan penggantiku begitu cepat?" sambungnya lagi.
"Kenapa tidak? Bagiku tidak butuh waktu lama untuk menikahi seseorang. Jika kita sudah saling cocok bukannya lebih cepat lebih baik? Takutnya diambil pelakor lagi."
Rani menatap tajam Ariella yang memasang wajah masam. Bagaimana tidak, calon suaminya terlihat lebih tampan dan gagah daripada mantan kekasihnya. Ariella membuang muka ketika bersitatap dengan sang kakak.
"Aku tahu, kamu pasti mau memanas-manasi aku saja, kamu mau membalasku, iya kan?" tuding Kevin.
"Percaya diri sekali kamu," ucap Rani lalu bersandar pada lengan calon suaminya.
"Sayang, perkenalkan mereka adalah keluargaku. Ini Ayahku … Ayah, ini Mas Dika, calon suami Rani," kata Rani memperkenalkan calon suaminya pada keluarganya.
Mahardika, atau sering disapa Dika, pria itu maju satu langkah dan mengulurkan tangannya. "Panggil saja Dika, Om," ucap Dika memperkenalkan diri.
"Abraham." Ayah Rani menjawab dengan singkat.
"Benar kamu mau menikahi putriku?" tanya Abraham dengan serius.
"Sangat benar, Om," jawab Dika mantap.
"Baiklah, ayo kita mulai."
Abraham membimbing Rani dan Dika untuk duduk di kursi yang telah disiapkan untuk mengucapkan janji suci. Rani tersenyum, Dika menggandeng tangan calon istrinya dan duduk bersebelahan. Abraham dan Dika saling berjabat tangan dan siap dengan ijab qobul.
Namun, Ariella dan Kevin menghentikan mereka karena merasa tidak terima Dika dan Rani menikah lebih dulu. Ariella ingin dirinya dan Kevin yang lebih dulu duduk di kursi itu. Dia bahkan menghina kakaknya yang dianggap sok berkuasa atas pesta ini.
"Kenapa Ayah justru menikahkan Kak Rani dulu, seharusnya aku dulu, Yah!" kata Ariella lantang.
"Arieli, jaga sopan santunmu!" hardik Abraham.
"Ini tidak adil," ucap Ariella lagi bersungut-sungut.
Calon ibu mertua Ariella menenangkannya agar tidak semakin membuat malu. Mahardika dengan lantang mengucapkan janji sucinya di hadapan penghulu dan para saksi. Dalam satu tarikan napas, keduanya telah resmi menjadi suami dan istri.
Rani menyalami tangan suaminya dengan takzim, Dika juga mengecup kening Rani secara lembut. Tidak lupa, pria itu melafazkan doa di kepala istrinya. Abraham sangat senang karena anaknya telah menikah.
Kini gantian Ariella dan Kevin yang duduk di kursi itu setelah Rani dan Dika turun dan menuju pelaminan. Saat bertatapan dengan mantan kekasihnya, Rani menyeringai. Berbeda dengan Kevin yang langsung membuang mukanya.
"Sah!" ucap para saksi dengan lantang.
Lengkap sudah kebahagiaan Abraham, kedua anak gadisnya telah sama-sama menikah. Ariella dan Kevin berjalan menuju pelaminan yang telah diisi oleh Rani dan suaminya. Dengan sombong, Ariella mengusir Rani untuk pergi dari tempat itu.
"Awas kalian dari sana!" usir Ariella.
Namun, bukan Rani jika terus mengalah ketika ditindas. Rani menyerang adiknya dengan kata-kata menohok yang cukup membuatnya sangat malu. Pertikaian di atas pelaminan terjadi, Ariella begitu emosi dan mencaci maki kakaknya. Sedangkan Rani menanggapinya dengan santai dan juga anggun.
"Mau duduk di sini?" tanya Rani.
"Silahkan … tapi bayar ini dulu," kata Rani sambil menyerahkan selembar kertas yang berisi bon biaya pernikahan ini.
"Kak, aku juga berhak duduk di sana, Kevin ikut andil dalam pesta ini," kata Ariella tak mau kalah.
"Oh ya? Benar begitu Mas?" tanya Rani pada Kevin.
Kevin hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya. Dia tidak bisa membenarkan ucapan istrinya karena memang semua biaya ini Rani yang mengeluarkan. Ariella menatap geram suaminya yang hanya diam saja.
"Mas, jawab dong!" titah Ariella.
Dika tidak mengerti apa yang terjadi di antara keluarga istrinya ini. Dia tidak ingin terlibat jadi memilih untuk diam dan mengalihkan pandangannya. Ariella semakin di buat emosi karena Kevin tidak membelanya.
"Oh ya Riel, cincin yang kamu pakai itu juga di beli menggunakan uangku, jadi di tambah ya bayarnya," kata Rani begitu santai.
"Rani!" teriak Kamala ibunda Kevin.
"Keterlaluan!" hardiknya.
"Kamu mau membuat keluargaku malu, iya!" sentak Kamala.
Rani tersenyum manis, para tamu bingung menyaksikan keributan di atas pelaminan. Tidak sedikit dari mereka yang mengabadikan momen langka ini. Rani yang merasa tidak bersalah dengan berani melawan Kamala.
"Ibu, maaf. Memang ini kenyataannya, dari gaun yang menantu Ibu ini pakai, dekorasi, bahkan mas kawin yang Kevin berikan itu semua dari Rani. Tidak ada sepeser pun uang anak Ibu tercampur di sini. Jadi Rani minta, agar Kevin membayar separuh dari biaya di pesta ini." Rani menjelaskan semuanya.
Suasana semakin memanas, bisik-bisik para tamu bahkan dapat terdengar di telinga mereka. Wajah Kamala dan Kevin semakin merah padam. Sedangkan Rani dan sang suami tampak biasa saja.
"Tidak bisa seperti ini Rani, perjanjian awal kan kamu yang harus membayar semua ini," ujar Kevin tidak tahu malu.
Rani tertawa, ucapan Kevin sungguh mengocok perutnya. Rani tidak habis pikir, kenapa dirinya bisa jatuh cinta pada parasit seperti ini. Rani baru menyadari sifat asli dari seorang Kevin.
"Aku memang berkata seperti itu, tapi jika yang menikahimu adalah kamu. Sekarang lihatlah, siapa yang menjadi suamiku dan siapa yang kamu nikahi," kata Rani tegas.
Kevin diam seribu bahasa, dia memang salah berada di posisi ini. Akan tetapi, egonya begitu tinggi. Kevin tidak terima di permalukan seperti ini.
"Jangan membuatku marah Maharani!" ucap Kevin penuh penekanan.
Melihat istrinya ditekan, Dika tidak tinggal diam. Dia yang sejak tadi tidak peduli, tiba-tiba unjuk bicara untuk membela istrinya. Dika dengan lantang memberikan peringatan pada Kevin.
"Jangan menekan istriku, atau anda akan menyesal!" ancam Dika.
Kevin tersenyum miris, dia mendorong Dika hingga terduduk kembali. "Jangan mengancamku! Memangnya kamu siapa?" tantang Kevin.
Dika kembali berdiri dan menatap Kevin dengan tajam. "Saya adalah suami dari wanita yang anda sakiti."
"Sudah ributnya!" bentak Abraham yang merasa malu.
"Masalah ini bisa kita bicarakan setelah acara selesai. Jangan membuat malu!" katanya tegas.
Semua langsung terdiam, tidak ada yang melawan lagi. Mereka menyelesaikan acara ini meskipun telah menanggung malu. Akan tetapi, Dika dan Rani justru bersikap biasa saja. Mereka menyambut tamu-tamunya dengan ramah.
Sampai acara itu selesai dia mereka kembali ke rumah. Karena tidak ada kepastian kapan Kevin akan membayar ganti rugi untuk pesta itu, Rani menguasai kamar pengantin yang akan Ariella dan Kevin rebut lagi.
"Bayar dulu hutang kalian, atau jika tidak …."
"Bicara omong kosong, aku tidak akan bercerai dari Mas Dika," ujar Rani dengan berani. "Rani Rani, aku tahu kamu masih mencintaiku. Aku juga tahu kalau kalian hanya bersandiwara saja, kamu membayar Dika untuk menjadi suamimu kan?" kata Kevin menebak. "Sandiwara atau tidak itu bukan urusan kamu. Kita sudah selesai, jadi jangan ganggu aku lagi!" Rani memperingati Kevin. Hatinya teramat benci pada laki-laki yang kini menjadi mantannya itu. Rani kembali melangkah pergi sebelum ada yang melihatnya bersama Kevin. Jika tidak, akan ada masalah baru yang membuatnya cepat emosi. Sementara Kevin menatap kepergian Rani. Sampai detik ini Kevin masih mengagumi kecantikan Rani. Kevin masih berharap bisa memiliki Rani dan Ariella bersamaan. Sungguh laki-laki yang serakah. "Aku pastikan kamu akan kembali padaku Maharani," ucap Kevin sambil menyeringai. *******Rani menggeliatkan tubuhnya, merubah posisinya dari terlentang menjadi miring menghadap jendela. Rani langsung membuka matanya lebar-leba
Duduk berdua di dapur selayaknya pengantin baru yang menghabiskan waktu hanya berdua saja. Dika membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya. Rani menunduk lesu, wanita itu merasa bersalah pada Dika yang tidak pernah diperlakukan baik di rumahnya. Meskipun laki-laki itu hanyalah menjadi suami sesaatnya, tetapi Rani paham harus bagaimana melayani Dika seperti istri pada umumnya. "Kamu kenapa Ran?" tanya Dika begitu lembut. Rani mengangkat wajahnya, menatap manik coklat milik Dika yang terlihat indah. Jika dipikir-pikir Dika adalah tipe laki-laki yang sangat tampan. Tubuh atletis yang sempurna, mata yang berpijar indah, bibir tebal berwarna merah alami, kulit putih bersih dan rambut lurus hitam sempurna."Mas, maafin aku ya," ucap Rani lirih. "Maaf kenapa?" tanya Dika bingung. "Selama Mas tinggal disini belum pernah merasakan kenyamanan. Keluargaku ya seperti ini, tidak pernah ada kehangatan. Dan aku, si anak tiri yang seperti bawang putih," ujar Rani. Dika tersenyum memandang wajah
Waktu terus berputar, siang berganti malam. Sepulang dari kantor, seperti biasa Rani akan merapikan rumah dan menyiapkan makanan. Sebenarnya gadis itu sudah muak tinggal bersama keluarganya, terlebih Retta ibu tirinya yang tidak pernah menyayanginya. Saat ini, Rani tengah menanak nasi dan menyiapkan berbagai makanan. Katanya, Ariella dan Kevin akan datang menginap malam ini. Retta memintanya untuk menyiapkan banyak hidangan."Huh kenapa harus aku yang repot sih setiap mereka mau datang," gerutu Rani."Mas Dika kemana lagi?" Rani tidak melihat keberadaan Dika sejak mereka pulang dari kantor sore tadi. Dika mengatakan akan keluar sebentar karena ada urusan. Namun, sudah lebih dari satu jam laki-laki itu belum juga kembali. "Rani, mana makanannya? Sudah sejam kamu masak tapi belum satupun tersaji di meja," ujar Retta, tiba-tiba muncul dan menghakimi Rani. "Ini juga lagi masak Ma," jawab Rani ketus. "Kamu ngomong sama orang tua ketus begitu, gak sopan Rani!" seru Retta kesal. "Dari
"Kalian tidak mungkin punya hubungankan?" tanya teman-teman Rani penuh selidik. "Yang benar saja Ran, kamu putus dari Pak Kevin yang pangkatnya lebih tinggi dan sekarang berpaling sama staf rendahan kayak ini, kamu masih waras kan Maharani?" sambung yang lainnya dan terus merendahkan Dika. "Ran, mending sama aku aja. Ya meskipun pangkatku gak setinggi Pak Kevin tapi setidaknya gak serendah dia juga," cibir yang lainnya lagi. Mendengar semua hinaan dan cibiran yang tertuju padanya, Dika hanya menanggapinya dengan senyuman saja. Rupanya banyak orang yang hanya menghargai seseorang dari statusnya saja. Lewat penyamaran ini Dika mengetahui wajah-wajah palsu dari semua karyawannya. "Memang sehebat apa kalian sampai merendahkan Mas Dika seperti ini? Jabatan kalian pun juga gak setara Pak Kevin," ucap Rani, membela suaminya.Prok ProkProk"Wah hebat, ternyata kamu masih mengagumiku Maharani," sahut Kevin yang tiba-tiba datang dengan bertepuk tangan. Di sebelahnya, Ariella berdiri denga
"Maharani!"Suara sepatu beradu dengan keramik dan panggilan dari seseorang membuat Rani menoleh. Saat ini, gadis itu sedang terburu-buru kembali ke mejanya. Namun, langkahnya terhenti saat suara itu memanggil namanya."Bu Bunga," ucap Rani ketika mendapati bosnya yang sangat cantik dan berkelas itu menghampirinya."Ini buat kamu," kata Bunga, sambil menyerahkan sesuatu di dalam paper bag berwarna putih.Rani mengernyit heran. "Apa ini?" tanya Rani, sambil membuka paper bag tersebut. "Makanan?" tanya Rani, memastikan ia tidak salah lihat. "Saya membelinya dan ternyata sudah dingin. Saya tidak memakan makanan yang dingin, jadi daripada dibuang ambillah," ujar Bunga, tanpa ekspresi. Sangat dingin seperti biasanya. Senyum di wajah Rani mengembang, kebetulan sekali dirinya juga tengah lapar karena melewati makan siangnya. "Wah, kebetulan sekali. Terima kasih Bu," ucap Rani senang. Bunga meninggalkannya tanpa menanggapi ucapan terima kasih dari Rani. Memang, Bunga di minta bersifat j
"Jadi Kevin adalah laki-laki matrealistis yang tidak berperasaan. Gila harta, gila wanita dan gila segala-galanya," ujar Rani dan diikuti dengan tawa renyahnya. "Benarkah?" tanya Kevin memastikan. "Hmm … dulu kami berpacaran saat dia akan melamar pekerjaan di perusahaan DS, dia tidak pandai dalam menyiapkan proposal dan lainnya di saat bosnya memberinya tugas. Aku ini yang mengerjakannya, semua tanpa terselip sedikitpun. Bahkan saat bertunangan dan rencana menikah, semua aku yang membiayainya. Bodohkan aku?" terang Rani dengan senyum bodohnya. "Cinta memang buta," sindir Dika. "Mas Dika benar, dulu aku benar-benar tergila-gila dengan Kevin sampai menutup mata dan telinga. Tapi setelah aku melihatnya di ranjang yang sama dengan Ariella, di saat itu aku sadar jika aku hanya dimanfaatkan," kata Rani menyesal. Dika mengambil tangan Rani dan mengelusnya lembut, wanita itu mendongak menatap suaminya. "Jangan sedih lagi, sekarangkan kamu sudah punya aku," ujar Dika lalu menghentikan mo