Mendengar ucapan Deron, semua orang yang duduk di meja itu terperangah, terutama Ursula.
Gadis yang duduk di tengah-tengah orang tuanya itu bahkan sampai berdiri dari tempat duduknya dengan tatapan tidak terima. “Deron, sebaiknya kamu jangan bercanda di situasi seperti ini. Perjodohan kita sudah lama direncanakan dan kamu sama sekali tak punya kekasih!” Ursula berkata dengan percaya diri. Sebab, selama ini Elena memang selalu menegaskan kalau pria itu tak punya belahan hati. Ursula bahkan sudah mengamati sendiri kalau Deron sama sekali tak pernah kelihatan bersama wanita. Lalu, dari mana datangnya calon istri ini?! “Kamu berbicara seperti sangat mengenal dengan kehidupan pribadiku,” jawaban Deron membuat Ursula tersentak dan kesulitan untuk kembali berargumen. Bahkan Deron mengajak Victoria duduk dengan menarik kursi layaknya seorang gentleman dan gadis itu pun duduk. Deron menyusul duduk di sebelahnya dan menggenggam tangan Victoria lagi sembari menatap gadis itu dengan tatapan dengan mesra. Melihat itu, Ayah Ursula, Herbert Murray, langsung berdiri dan membuat Ursula panik. “Ayah mau ke mana?!” “Kamu masih mau dengan dia setelah apa yang dia lakukan?! Ayo pulang! Perjodohan ini batal!” ucap Herbert dengan penuh amarah. Herbert lalu menggandeng tangan Ursula dan menarik gadis itu bersamanya. “Tuan Murray, kalian mau ke mana?” Keluarga Murray baru sudah hampir keluar dari ruangan Versailles saat Elena datang dengan panik. “Kami akan pulang. Keluarga Murray akan terus mengingat penghinaan ini di masa depan, Nyonya Elena!” hardik Herbert dengan nada penuh amarah. Elena menatap panik dan berusaha memanggil keluarga itu, tapi Herbert sama sekali tak membiarkan Ursula kembali dan terus menyeret gadis itu pergi. “Deron, kamu benar-benar keterlaluan! Kamu–” Elena kehilangan kata-kata saat melihat putranya itu dengan santai mengupaskan udang untuk Victoria dan menyuruh gadis itu makan. Sementara Victoria tersenyum tegang tanpa mempedulikan perintah Deron. Bahkan Victoria sama sekali tidak menyentuh minuman yang ada di atas meja. Di situasi seperti ini, mana berani di makan?! “Sudah selesai?” Elena hendak kembali memprovokasi, tapi langsung bungkam saat suara Evelyn terdengar. Wanita itu bahkan kembali ke tempat duduknya dan tak mengatakan apapun lagi. Begitu juga dengan beberapa orang lain yang ada di sana. Mereka membiarkan wanita lanjut usia itu mengambil alih pembicaraan dan duduk dalam diam. Meski usianya hampir menyentuh 80 tahun, Evelyn masih terlihat sangat bugar. Bahkan tubuhnya masih berjalan dengan tegak sehingga tatapannya terlihat sangat mengintimidasi. Bahkan, Filipo Gonzaga, Ayah Deron–putra Evelyn yang biasanya tak mau ikut campur dengan urusan Elena kini memilih untuk mendelik kepada Elena untuk memastikan wanita itu menuruti perkataan ibunya. “Kamu bilang Deron tidak punya kekasih sehingga berusaha keras untuk menjodohkan cucuku itu pada gadis seperti Ursula.” Evelyn mulai berbicara, suaranya datar. “Sekarang apa? Dia bahkan membawa kekasihnya ke sini untuk menghentikan aksimu itu!” Elena bergerak gelisah di kursinya. “B–bukan begitu, Bu. Sebelum ini, aku sudah memeriksanya dan Deron sama sekali tidak punya kekasih. Mungkin dia–” “Jadi, kamu menuduh cucuku berbohong dan menyewa wanita untuk mengaku menjadi calon istrinya?!” Mendengar itu, Victoria yang sedang menarik napas tersedak ludahnya sendiri sehingga menarik atensi dari semua orang. Termasuk Evelyn kini yang langsung memandangnya penuh selidik. “Kenapa? Kamu benar bukan wanita yang dibayar Deron kan?” Victoria buru-buru menetralisir rasa gugupnya dan berdiri untuk memperkenalkan dirinya dengan baik. “Sama sekali, Nyonya. Nama saya Victoria McAlpen, kekasih Deron. Hubungan kami sudah berjalan dua tahun.” Perkataan Victoria membuat Deron tercengang. Sebab, meski gugup, gadis itu berhasil memerankan ‘sosok kekasih yang tiba-tiba dibawa ke rumah keluarga besar’ dengan begitu alami. Di saat ini, tingkah Victoria membuat Elena mendengus, tapi senyum samar terbit di bibir Evelyn. “Kalau begitu, di mana kalian pertama kali bertemu? Seharusnya bukan di kota ini kan? Seingatku Deron sedang berada di luar negeri dua tahun lalu.” Victoria memucat. Pertanyaan jebakan! Dia sama sekali tak sempat membahas lebih detail mengenai hal-hal seperti ini dengan Deron. Bagaimana bisa dia tahu di negara mana Deron berada dua tahun lalu?! Melihat wajah Victoria yang memucat, Deron merangkul gadis itu sebelum mengelus kepalanya pelan. “Nenek ingin mengakrabkan diri dengan kekasihku atau sedang menginterview orang sih?” “Hanya penasaran kok.” Evelyn menjawab. “Kalian nggak mungkin lupa di mana kalian pertama kali bertemu kan?” “Tentu saja. Saat itu kami bertemu di London Eye dan aku ingat aku tertarik karena rambut merahnya.” jawab Deron. “Kalau nenek bertanya sedetail itu, apa Nenek juga mau tahu kelanjutannya saat kami bercin–” “Deron! Jangan berkata tidak sopan kepada nenekmu!” Filipo memotong dan mendelik ke arah Deron yang lagi-lagi berlaku seenaknya kepada Evelyn. Berbeda dengan Filipo yang kaku, Evelyn terkekeh dan menepuk-nepuk pundak Deron dengan sayang. Ia sama sekali tidak menyalahkan ucapan Deron meski terdengar tidak sopan. Bagaimana pun, Deron adalah cucu yang Evelyn besarkan dengan tangannya sendiri sejak kecil karena kedua orang tuanya sibuk membesarkan perusahaan keluarga mereka sepeninggal Rudolfo Gonzaga, kakek Deron. Itu karena setelah Filipo mengambil alih perusahaan, Elena ikut bepergian bersama suaminya dan meninggalkan Deron bersama Evelyn. “Tidak perlu. Simpan saja cerita itu untuk dirimu sendiri. Segera juga bawa Victoria pulang sebelum terlalu malam.” Deron lantas mengangguk dan pamit kepada untuk mengantar Victoria. Sepeninggal kedua orang itu, Evelyn turut meninggalkan ruangan dan menatap ke arah asistennya, Derreck yang kini membantunya membawakan tas. “Bantu aku cari tahu apa Victoria benar-benar di London dua tahun lalu," bisik Evelyn ke Derreck. "Baik Nyonya Besar," jawab Derreck.Victoria hanya mendelik mendengar ucapan tanpa filter Georgina yang tampaknya bodo amat yang penting dia sudah mengatakan apa yang ada di benaknya. Deron hanya tersenyum simpul melihat dua sahabat itu namun dia tidak marah karena tahu itu hanya gurauan garing. "Oke, aku rasa aku harus pulang. Sampai besok,sayang." Deron mencium bibir Victoria lembut. "Bye Georgie." "Bye Deron. Drive safe." Deron pun masuk ke dalam lift dan melambaikan tangannya ke Victoria dan Georgina yang membalasnya. Pintu lift itu pun tertutup. Victoria menoleh ke arah Georgina. "Really, tidur bersama?" "Hanya menyarankan." Georgina mengedikkan bahunya.Victoria menggelengkan kepalanya. "Selamat malam George.""Selamat malam Tori."***Victoria tampak cantik dengan blazer dan celana panjang musim panasnya bewarna pink pucat dan tank top hitam serta sepatu datarnya yang senada dengan bajunya plus tas tangan juga dengan warna pink. Gadis itu membuka pintu saat mendengar bel apartemennya dan tersenyum saat meli
"Aku tidak tahu kamu begitu paham soal elektronik seperti ini," ucap Georgina sambil mengajak Roberto makan malam di apartemennya karena merasa sepi makan sendirian, sementara Victoria sedang diajak makan malam dengan Deron. "Bisakah kamu ceritakan siapa dirimu?""Apa maksud kamu?" balas Roberto sambil memakan fish and chipsnya.NoteFish and Chips adalah makanan pesan-bawa yang paling terkenal yang berasal dari Britania Raya. Makanan ini terdiri dari ikan (secara tradisional cod) ditepungi dengan tepung roti dan dimakan bersama kentang goreng yang dipotong panjang.Fish and chips populer di Britania dan jajahannya pada abad ke sembilan belas, seperti Australia dan Selandia Baru serta Kanada. Fish and chips juga populer di beberapa bagian di Amerika Serikat sebelah utara (New England dan Barat Laut Pasifik).Fish and chips adalah makanan populer di kalangan kelas pekerja di Britania Raya sebagai hasil dari cepatnya perkembangan penangkapan ikan dengan pukat di Laut Utara, diiringi pem
Roberto terkejut saat Georgina menempelkan bibirnya ke bibir milik pria itu. Roberto tidak menyangka kalau gadis itu seberani itu dengannya. Ciuman dari Georgina memang tidak dia balas karena Roberto masih merasa harus mencerna semuanya. Sungguh, Roberto merasa bibir Georgina sangat manis dan satisfying. Setelah lima belas detik kemudian, Roberto mendorong tubuh Georgina hingga pagutan itu terlepas. "Miss Heathfield!" "Ada apa Roberto? Apakah ... kamu tidak suka?" goda Georgina genit."Ini bukan yang seharusnya terjadi ...." Roberto mengusap rambutnya. "Kita anggap tidak ada apapun yang terjadi sekitar ... tiga puluh detik lalu!""Awww, Roberto, ayolah kita have fun sedikit dan menikmati hidup karena hidup itu hanya sekali!" senyum Georgina. Roberto melirik ke arah meja kopi dan terdapat satu gelas berisikan whisky yang hanya separo disana. Roberto menggelengkan kepalanya tidak menduga gadis cantik ini benar-benar khas Inggris yang suka minum. For God's sake .... Ini baru jam satu
Victoria menerima ciuman lembut dari Deron ketika mereka mendengar suara pintu ruang VIP dibuka. Keduanya melepaskan pagutannya dan melihat Georgina dan Roberto datang dengan wajah berseri. Georgina sih yang sebenarnya memiliki wajah berseri-seri sementara Roberto tetap dengan wajah dinginnya. "Apakah kalian bersenang-senang di bawah?" tanya Deron. "Aku yang senang, kulkas Milan ini hanya berdiri kaku macam ... kulkas !" jawab Georgina sambil menoleh ke arah Roberto yang tetap dingin tanpa ekspresi. "Ya, Roberto memang dingin begitu sih," senyum Victoria."Kalau boleh nih Deron, aku pinjam asistenmu minggu depan, boleh?" Georgina memajukan tubuhnya ke Deron tanpa takut."Ada apa kamu mau pinjam Roberto?" tanya Deron bingung."Mau aku bawa ke Imola."Deron dan Victoria menatap Georgina dengan tatapan tidak percaya. "Ke Imola?"Georgina mengagguk penuh semangat. "Aku ingin memperlihatkan sisi lain dari Imola. Aku tahu kalian sudah biasa melihat perlombaan formula satu disana tapi bel
Georgina mengajak Roberto untuk turun ke lantai satu, arena dansa, berbaur dengan banyak orang yang memang ingin melepaskan euforianya dengan melakukan emosinya dengan menari. Selain itu, tidak sedikit yang mencari pasangan meskipun hanya one nigth stand. Roberto hanya diam saja saat dirinya ditarik oleh gadis berambut hitam pendek dengan mata biru indah yang membuat dirinya seperti seorang penyihir di cerita-cerita fantasy Medieval dan membuatnya memilih tidak menolak. Bukankah menyeramkan jika membuat seorang penyihir marah. "Whoah, ini sangat berbeda dibandingkan saat aku pertama kali kemari," ucap Georgina sambil melihat interior Milano club yang tampak sophisticated. "Kita hendak apa, nona Heathfield?" tanya Roberto. "Berdansa tentu saja, Roberto ! Dan tolong, panggil aku Georgie atau G, jangan nama belakang aku. Rasanya seperti hendak memesan kamar hotel untuk traveling," kekeh Georgina. Roberto menatap wajah cantik Georgina. "Kenapa anda suka dipanggil Georgie?" "Ag
Georgina menatap Roberto dengan wajah kesal karena pria satu ini macam tidak bisa diajak untuk bergurau. Gadis itu hanya berjalan dengan mendongakkan wajahnya membuat dirinya seperti putri Inggris yang angkuh. Roberto hanya menatap dingin ke arah Georgina dan memilih untuk tidak berkomentar. Mereka pun masuk ke dalam mobil SUV mewah milik Deron dengan Roberto sebagai sopirnya. Deron duduk di belakang bersama dengan Victoria sementara Georgina di depan bersama Roberto. "Kita sudah pesan tempat VIP di club Milano dan yang jelas semuanya aman." Deron memeluk pinggang Victoria saat berada di dalam mobil dan duduk berdekatan. "Bukankah itu klub yang sangat sulit ditembus? Apalagi kalau tidak ada koneksi yang berpengaruh ?" tanya Georgina saat mobil mewah menuju jalan raya. "Bagaimana kamu tahu?" tanya Victoria. "Tori, aku kan tukang petualang dan sebelum kamu kemari ... Aku sudah kesini duluan dan kalau tidak ada Charles McGregor saat itu, aku tidak bisa masuk ke club itu!" jawab