Share

Bukan Sekedar Sahabat
Bukan Sekedar Sahabat
Penulis: Bai_Nara

1. Rumah Sakit

Seorang dokter muda yang memiliki wajah blasteran sedang menangani seorang ibu hamil yang mengalami kesulitan karena bayi yang di kandungnya berada dalam posisi malang. Sang ibu muda dan suaminya terlihat sangat khawatir. Bahkan sang ibu muda sudah sejak tadi menangis.

"Dokter, apa saya harus dioperasi?" Si ibu muda bertanya dengan masih sesenggukan.

"Iya Bu, ibu yang sabar ya? Insya Allah semua akan baik-baik saja. Semua juga kami lakukan demi kesehatan ibu dan dedek bayinya. Ibu yang ikhlas ya? Minta sama Allah agar semuanya berjalan lancar." Fina nama dokter itu mencoba memberi semangat pada sang ibu muda.

"Kamu gak usah khawatir. Ada aku di sini. Ibu sama bapak juga dalam perjalanan ke sini. Kamu yang tenang ya?" hibur sang suami pada istrinya.

"Iya, Mas."

Setelah ditenangkan hampir lima belas menit. Si ibu sudah tak menangis lagi. Si ibu yang diketahui Fina bernama Lisa nampaknya sudah pasrah dengan keadaan yang menimpa dirinya. Berharap bisa melahirkan secara normal, ternyata malah berujung sesar.

"Saya akan menyiapkan semuanya. Bu Lisa sama Pak Adi di sini dulu ya? Saya dan para perawat akan menyiapkan segala sesuatunya untuk operasi. Sekaligus menunggu dokter bedah dan dokter anak yang saat ini sedang melakukan operasi juga."

Fina mencoba memberi pengertian dan diangguki oleh pasutri tadi.

Fina segera berjalan keluar IGD, dia segera meminta para perawat menyiapkan ruang operasi dadakan. Setengah jam kemudian, Fina berada di ruang operasi bersama dokter bedah dan dokter anak. Suara tangisan bayi menggema di ruang operasi membuat orang-orang yang berada di dalamnya mengucap hamdallah bersamaan. Lisa sendiri tak berhenti bersyukur sambil menangis haru karena akhirnya buah cintanya bersama sang suami telah lahir. Sementara Adi yang berada di luar ruangan pun tak kalah berucap syukur ketika mendengar suara tangisan dari ruang operasi.

"Kita lakukan IMD dulu ya, Bu Lisa. Kami akan menjahit luka ibu."

Lisa hanya mengangguk. Dia tak bisa berkata-kata karena keharuan yang menyelimuti hatinya saat sang putri sudah berada di atas dadanya. Mencari-cari sumber makanan pertamanya yang dimiliki oleh sang ibu. Sementara para dokter kini fokus dengan penanganan setelah operasi sesar. Setelah selesai, ketiganya masih berada di ruang operasi sambil mengobservasi keadaan Lisa dan sang anak sebelum dipindahkan ke ruang perawatan.

"Kamu mesti segera punya momongan Fin? Bilang sama suamimu harus disegerakan." Dokter anak yang bernama Abizar akhirnya bersuara di sela-sela mengawasi keadaan putri Bu Lisa dari balik layar putih. Sementara Fina dan dokter bedah bernama Faisal sedang sesekali masih mengawasi keadaan Lisa maupun luka bekas operasi di perut Lisa.

"Doakan aja Mas. Kita segera diberi momongan. Lagian baru juga nikah sebulan Mas. Mas Abi sama Risa juga gak langsung jadi, 'kan?"

"Iya." Abizar menyahut pendek.

"Nikah sebulan, dan langsung ditinggal sehari setelah akad. Hahaha. Ngenes amat nasibmu, Fin." Faisal yang usianya sebaya dengan Fina ikut-ikutan berkomentar.

"Kasihan deh kamu! Jablay. Hahaha." Lagi-lagi Faisal menggoda Fina.

"Harusnya pengantin baru itu banyakin uwu-uwu ini malah LDR-an. Hahaha. Ngenes banget sih Fin!"

Fina menatap sebal ke arah Faisal dan hanya dibalas oleh Faisal dengan seringai menggoda.

"Gak usah sok-sokan goda aku ya, Sal. Kalau dalam realitanya aku masih mending. Masih selangkah lebih maju dari kamu. Aku sih udah ngerasain apa tuh namanya unboxing. Kamu? Istri aja gak punya gimana mau unboxing. Eh, jangankan istri, cewek aja gak punya kan ya? Ups."

Fina tertawa mengejek Faisal sementara Faisal sudah mengerucutkan bibirnya. Sial! Bukannya membully Fina, Faisal malah yang kini balik dibully. 

"Kenapa? Gak usah cemberut. Kan aku ngomong kenyataan."

"Ya ya ya. Terserah. Udah ah, aku mau pulang. Lagian udah satu jam. Dan Bu Lisa gak ada keluhan. Aku balik."

"Cieee yang ngambek?" goda Fina dan hanya ditanggapi Faisal dengan segera berlalu dari ruang operasi.

"Hahaha. Beneran ngambek ih."

Abizar cuma tersenyum lalu dia pun pamitan pada Fina.

"Pulang dulu ya Fin."

"Hooh salam buat Risa, Abyan sama calon adiknya Byan ya Mas Abi."

"Ya."

Setelah kedua rekannya pergi. Fina segera menuju ke tempat Lisa.

"Nanti kita pindahin ke ruang perawatan ya Bu Lisa. Nanti suster yang akan membantu Bu Lisa. Kalau ada apa-apa jangan lupa kasih tahu suster yang jaga."

"Baik, Bu. Terima kasih."

"Sama-sama."

Fina segera keluar dari ruang operasi dan segera menuju ke ruang kerjanya.

Suara pintu dari ruang kerja di sebelahnya terbuka. Tampak kakak kulkasnya keluar dengan wajah yang terlihat lelah.

"Mas Rei, mau pulang?"

"Iya. Jadwal operasi udah selesai. Kamu mau pulang juga gak?"

"Fina masih piket."

"Oke. Hati-hati ya?"

"Ashiap."

"Mas Rei juga hati-hati."

"Iya."

Fina menatap sang kakak sulung hingga Reihan tak terlihat lagi. Baru dia masuk ke dalam ruang kerjanya. Melepas jas serta sneli yang tergantung di leher. Kemudian mencoba rebahan di atas kasur. Sungguh dia lelah sekali. Tak sampai lima menit Fina sudah tertidur pulas. Dia tak mendengar nada panggilan dari ponselnya yang sudah memanggil-manggil dari sejak dua jam yang lalu.

Seseorang di tempat lain hanya terkekeh. Dia paham pasti sang istri sedang sibuk sehingga mengabaikan panggilannya. 

"Ckckck. Bener-bener pengen segera lulus deh biar ketemu kamu, Yang. Biar gak LDR-an lagi." 

Si pria segera menaruh ponselnya di saku kemudian berjalan menuju ke mobilnya. Dia harus segera sampai di kantor papahnya. Tadi papahnya menelepon, katanya ada masalah serius di perusahaan. Sang papah memintanya untuk membantu menyelesaikan masalah yang terjadi.

***

Rasanya Fina baru saja memejamkan mata ketika dirinya merasakan ada guncangan halus di bahunya.

"Iya, kenapa Sus Hera?"

"Anu, Dokter Fina. Ada emergency. Kecelakaan."

"Oke. Lakukan tindakan pertolongan pertama dulu. Butuh bantuan dokter lainnya gak?"

"Dokter Faisal sudah ikut menangani, Dok. Saya sudah menghubungi Dokter Orthopedi tapi belum tersambung."

"Ck. Mentang-mentang baru nikah juga. Wait, biar aku yang hubungi istrinya dulu."

"Baik Dok."

Fina segera bangkit dari ranjang kemudian melakukan stretching. Dia mengambil ponselnya. Matanya terbelalak melihat banyaknya pesan dan misscaled dari sang suami. Fina segera mengetik pesan kepada suaminya.

[Sabar ya Mas Bojo, nanti aku telepon balik. Aku masih sibuk]

Pesan yang sudah dia ketik segera dia kirimkan ke sang suami. Selesai mengirim pesan. Fina segera mencari-cari nomer sahabatnya, Dara. Lima menit kemudian ada suara di seberang sana menyahut Fina.

"Kenapa, Fin?"

"Tolong bilangin sama Aska, emergency."

"Oke."

Fina segera keluar dari ruangannya. Sampai di ruang IGD terlihat beberapa tenaga dokter dan perawat yang sedang melakukan tindakan pertolongan pada korban kecelakaan. Fina sedikit terhenyak ketika melihat salah satu rekan kerjanya datang hanya dengan kaos pendek dan celana pendek juga. Mau tak mau dia tertawa tapi sengaja dia tutupi mulutnya. 

"Gak usah ketawa. Udah tahu ini jam dua belas malam. Aku kan lagi indehoy sama Yayang. Ish ish ish, beneran dah."

Aska segera menyambar jasnya dan masuk ke ruang IGD meninggalkan Fina yang masih dalam mode tertawa. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status