Fina sedang menikmati semangkuk soto buatan Nasha sambil menatap layar ponsel di depannya. Sementara lelaki yang berada di layar ponsel Fina sedang sibuk push up.
"Udah berapa ronde, Mas Jo?"
"96, 97, 98, 99, 100. Huh!" Lelaki di seberang sana berdiri dengan badan setengah telanjang. Dia hanya memakai training ketat sedangkan tubuh bagian atasnya tak tertutupi sehelai benang pun. Hingga tubuh kekarnya terlihat begitu mempesona di depan Fina. Fina menatap keindahan tubuh suaminya dengan ekspresi penuh gairah. Sang suami yang mengerti sedang diperhatikan oleh sang istri, sengaja melakukan gerakan-gerakan menggoda seperti memainkan barbel hingga otot bisepnya terlihat. Tak lupa senyuman mautnya dia tebarkan pada sang istri.
"Ganteng ya, Fin?"
"Hooh."
"Enak loh Fin di grepe-grepe kayak pas malam pertama kita, sebulan yang lalu."
"Hooh."
"Dikecup-kecup juga loh, Fin."
"Iya."
Terdengarlah tawa di seberang sana sementara Fina baru menyadari kekhilafannya. Dia memalingkan wajah kemudian pura-pura menikmati makanannya. Sementara lelaki di seberang telepon terus menggoda Fina. Fina memilih abai dan segera menenggak segelas air putih setelah sotonya habis.
Selesai makan, semua peralatan yang dia pakai langsung ia cuci. Fina kembali berjalan menuju meja, mengambil ponselnya dan segera menuju kamar dan menguncinya.
"Udah selesai makan?"
"Udah."
"Kamu di kamar?"
"Yup."
"Lagi ngapain? Kok gak ada gambarmu?"
Fina diam tak menjawab karena dia sedang sibuk melepas kerudung dan berganti baju dengan lingerie. Dia memang sengaja memakai lingerie warna merah untuk menggoda suaminya. Gantian ceritanya.
"Fin, Fina? Bebeb Sayang?" Sang pria memanggil sang wanita sedikit keras. Fina menghampiri ponselnya lagi. Dia sengaja mengibaskan rambut sepinggangnya dengan gaya sok cantik. Ekspresi Fina pun terkesan sensual seakan mentang si pria untuk berbuat lebih.
Glek. Sang pria menelan ludahnya berkali-kali. Gerak jakunnya menandakan kalau panas tubuhnya sedang naik. Matanya menatap Fina tajam, ekspresi wajahnya terlihat lapar. Tentu dia tahu bagaimana rasa semua bagian tubuh Fina, karena dialah pria pertama dan akan menjadi satu-satunya yang berhak menikmati tubuh Fina.
'Haish, coba dia dekat, aku bakalan makan kamu, Fin.'
"Mas? Mas ngapain? Kok diem?" Fina sengaja bersuara mendesah-desah manja tak lupa Fina sedikit menggigit bibirnya sehingga kesan sexy begitu nyata.
'Aduh, aduh! Ekspresi itu beneran ... aish sial! Juniorku bangun!'
"Shit! Dia bangun, aaghh!"
Mas Jo mengumpat. Sementara Fina kini tertawa ngakak melihat wajah frustasi sang suami."Ish, awas kau Fin! Pas kita ketemu aku makan kamu sampai puas. Bakalan aku bikin kamu gak bisa jalan seperti kemarin."
Fina hanya tertawa saja, sementara Mas Jo masih berusaha menenangkan gairahnya yang sudah sampai ubun-ubun. Dia sampai push up lagi demi untuk mengatasi gairahnya.
"Hahaha. Udah dulu ya Mas Jo. Dedek cantik mau bobo. Bye muah muah muah, assalamu'alaikum."
"W*'alaikum salam," teriak Mas Jo masih sambil push up.
Fina segera mematikan ponselnya sedangkan Mas Jo masih berolah raga.
Fina meletakkan ponsel di dekat nakas, menarik selimut, membaca doa, lima menit kemudian dia sudah tertidur.
Sementara Mas Jo masih push up. Hampir satu jam dia meredakan gejolaknya. Setelah selesai dia segera menuju ke ranjang dan ikutan tidur. Sebelum tidur, dia menatap foto pernikahan keduanya. Pernikahan yang tak direncanakan, namun begitu membuatnya bahagia karena dialah yang bisa memiliki wanita istimewa sebagai pendamping hidup. Tentu setelah melalui banyak drama rumit dan harus bersaing dengan para pria yang juga memperebutkan Fina.
***
"Hati-hati ya, Fin. Jangan ngebut. Jaga diri baik-baik."
"Iya, Mah."
Fina berpamitan dengan kedua orang tuanya tak lupa dengan tetangga sampingnya.
"Kalau ada apa-apa jangan lupa kasih tahu kita ya, Fin."
"Siap, Mas Rei."
"Belajar yang bener, kurang satu setengah tahun lagi bisa lulus dan meraih gelar spesialis."
"Sip."
Fina menuju ke pelukan Zaza.
"Hati-hati ya Fin. Jaga diri selalu."
"Iya, Mbak Zaza."
Fina pun segera memasuki mobilnya. Setelah mengucapkan salam, dia membunyikan klakson dan segera melaju membelah jalan menuju ke kampusnya.
Butuh waktu sekitar lima jam bagi Fina untuk bisa sampai di kostnya. Setelah memarkirkan mobil di garasi khusus anak kost, Fina berjalan menuju ke rumah ibu kostnya.
"Mbak Fina. Udah balik?"
"Iya Bu Elly."
"Sendiri nih? Mana Mas Bojo?"
"Hehehe, ah Bu Elly kayak gak tahu aja kan kita LDR-an."
Bu Elly tertawa lalu mengajak Fina masuk ke dalam rumahnya. Setelah bercengkrama cukup lama, Fina segera menuju ke kamarnya di lantai dua. Kebetulan, kost milik Fina berada sisi barat rumah Bu Elly. Kost milik Bu Elly terdiri dari sepuluh kamar berlantai dua. Lima kamar di lantai satu dan lima kamar di lantai dua. Kost-an ini sejak dulu adalah tempat Fina ngekost dari jaman S1 hingga dia melanjutkan spesialisnya di UGM.
Sampai di kamarnya, Fina segera membuka kerudung dan mengganti bajunya dengan daster. Kemudian dia memilih rebahan.
Suara ponsel yang berada di atas nakas mengalihkan perhatian Fina. Fina segera mengambil ponselnya. Dia tersenyum saat melihat nama sang suami tertera di sana.
"Assalamualaikum, Mas Jo."
"W*'alaikumsalam, Dek Fina Cantik. Udah lagi rebahan, kan?"
"Iya udah. Mas Jo lagi ngapain?"
"Ini lagi ngerjain artikel sama ngurusi beberapa pekerjaan dari bapak mertuamu tersayang sambil nunggu dosen datang."
"Hahaha. Semangat ya Mas Jo."
"Semangat dong kalau ditemani sama kamu."
"Oke deh."
Fina dan suaminya terlibat obrolan seru, Fina dengan posisi rebahan sementara Mas Jo sambil menyelesaikan tugasnya. Karena saking ngantuknya seperti biasa Fina malah tertidur. Suaminya yang sudah paham dengan kelakuan sang istri sama sekali tidak menutup sambungan telepon. Baginya, suara dengkuran halus Fina seperti melodi indah dan membuatnya semangat walau harus mengerjakan banyak tugas karena beban pekerjaan maupun tugas kuliah.
Suara panggilan dari rekan kuliahnya menghentikan kegiatan Mas Jo. Dia melirik ke arah arlojinya. Pukul sembilan kurang sepuluh menit, berarti di Indonesia sekitar pukul tiga sore.
"Come on, Bro. Don't be late again."
"Oke."
Mas Jo segera menutup laptop dan membereskan semua benda di atas meja perpus dan memasukkannya ke dalam tas. Dia segera berjalan mengikuti sang teman untuk menuju ke kelas yang sebentar lagi akan dimulai.
***
Fina terbangun dengan perasaan lebih senang dan tubuh yang lebih enakan. Melirik ke arah jam di dinding. Pukul setengah lima sore. Saatnya mandi lalu sholat.
Selesai dengan kewajibannya, Fina memilih keluar kamar dan menuju ke lantai bawah di mana di lantai satu, teman-teman sekostnya sudah berkumpul di ruang santai yang berada dekat dengan dapur, ada televisi juga di sana.
"Acieee, pengantin baru. Akhirnya balik sini, juga."
"Hehehe." Fina hanya cengengesan digoda oleh teman-teman satu kostnya yang kebanyakan masih mahasisiswa S1 jurusan kedokteran sementara yang mengikuti spesialis hanya ada tiga orang yaitu Fina, Citra dan satunya lagi Fiska. Keduanya adalah teman S1 Fina yang kini menempuh spesialis juga tapi beda jurusan. Jika Citra mengambil spesialis anak, Fiska sendiri mengambil spesialis kulit dan kecantikan. Sementara Fina mengambil spesialis obgyn.
"Mas Jo, udah telepon belum?"
"Udah tadi."
"Hahaha. Gak nyangka ya Fin jodohmu si Mas Jo."
"Hooh."
Fina dan teman-teman satu kostnya sibuk bercerita dan bercanda. Sesekali saling menggoda dan tentu saja tema godaan penghuni kost adalah Fina yang harus menjalani LDR-an dengan Mas Jo.Sepuluh Tahun Kemudian Zio baru selesai bertugas. Dia segera membereskan barang-barangnya, memasukkan ke dalam tas, menaruh jas dan sneli pada tempatnya lalu segera keluar dari ruangannya. Di sepanjang koridor dia menyapa para perawat, rekan kerja atau tersenyum pada pasien atau pengunjung yang berpapasan dengannya. Sampai di parkiran dia segera masuk ke dalam mobil. Satu jam kemudian dia sudah sampai di rumah. "Sore Tuan Nathan." "Sore Gemma. Fin Fin sudah pulang?" "Belum, Nona Fina masih harus menunggu satu pasiennya yang mau melahirkan." "Oh, anak-anak mana?" tanyanya sambil melirik ke arah jam dinding yang menunjuk angka setengah empat. "Jalan-jalan bersama Tuan Besar dan Nyonya." "Oke. Aku mandi dulu ya Gemma." "Baik, Tuan." Zio segera masuk ke kamarnya. Zio dan Fina akhirnya tidak LDR-an lagi sejak sembilan tahun yang lalu. Baik Fina dan Zio menyelesaikan program spesialis tepat waktu. Di sini Zio harus mengacungkan trofi buat sang istri. Di saat dia hanya memikirkan ku
Tarik napas hembuskan. Fina berkali-kali mencoba mengontrol napasnya dan menahan agar tidak mengejan duluan. Sesuai perkiraan ternyata hari kelahiran putrinya hanya maju tiga hari dari HPL. Sang suami sudah diberitahu sejak Fina sering mengalami kontraksi palsu dua hari yang lalu. Zio bilang akan mengusahakan pulang, tetapi Fina paham jarak Paris-Purwokerto sangat jauh. Tapi tetap saja dia berharap sang suami segera pulang. "Suamimu katanya pakai jet pribadi lagi. Biasa nyewa punya temennya Mr. Oliver." Emma yang sejak satu minggu yang lalu sudah di Purwokerto menemani Fina bersama Nasha. Bahkan Ibu Arini juga sedang perjalanan menuju ke rumah sakit. "Sakit Sayang?" tanya Emma. Fina hanya mengangguk. Dia hampir mewek tapi berusaha tegar. Sang ibu yang paham apa yang dirasakan putrinya. Mengelus punggung sang anak yang sedang rebahan dalam posisi miring ke kiri. "Banyak istighfar ya Nduk. Mamah tahu rasanya. Kamu kuat." Fina tak bisa menahan tangisnya. Dia menarik tangan sang ibu
Zio sedang mengangguk-angguk sambil mendengarkan perkataan dosennya. Sejak satu jam yang lalu sang dosen yang sedang marah memarahi Zio karena berani membolos dari ujian. Fina yang kasihan kepada suaminya, turut membantu. Dengan jurus rayuan maut, Fina meminta ijin pada sang dosen untuk bicara. Dia bercerita apa adanya kalau dia dan Zio bertengkar hebat yang menyebabkan Zio langsung ke Indonesia demi menyelesaikan masalah rumah tangga. Cukup lama keduanya bicara.Zio padahal sudah pasrah jika harus mengulang satu tahun lagi. Tapi rupanya aksi heroik Zio membuat dosennya, prof. Louisa yang terkenal killer jadi simpati. Bahkan menyebabkan Zio harus mendengarkan kisah cinta sang dosen dengan suaminya yang juga penuh liku drama. Zio antara harus bersyukur dan siap kuping. Bersyukur dia diberi keringanan dan kesempatan untuk mengikuti ujian susulan tapi dia juga harus membayar kebaikan hati sang dosen dengan mendengarkan cerita sang dosen selama hampir dua jam. Fina sendiri hanya menyaks
Flo tertawa saat melihat ponselnya menampilkan nomer Fina. Rupanya Fina mengajaknya melakukan panggilan video call. Flo segera memposisikan dirinya di samping pria yang semalaman berbagi peluh, cairan dan kenikmatan bersamanya. Dia segera menekan tombol terima dan tampaklah wajah Fina yang menatap Flo dengan tatapan membunuh."Hai Fin, gimana kabarmu? Masih sehat kan? Hahaha. Eh, suamimu semalam hebat banget tahu. Kemarin dia semalaman bersama Aisyah, dan tadi malam dia menghabiskan malam bersamaku. Hahaha. Kita habis kamu tahu lah ... bercinta." Flo menunjukkan leher dan bagian tubuh atasnya yang penuh tanda merah. Dia bahkan sengaja masih belum memakai baju dan menutupi bagian tubuhnya dengan selimut. Bukan itu saja, Flo bahkan sengaja memancing kemarahan Fina dengan mengecup punggung toples lelaki yang kini masih tidur di ranjangnya.Fina menampilkan ekspresi marah dan air matanya sudah meleleh, meluber-luber bersamaan dengan ingusnya."Brengsek kamu, Flo," desis Fina."Hahaha. Ya
Fina baru saja menyelesaikan sholat subuhnya. Dia menatap jam yang menunjuk angka lima. Fina memegang perutnya yang sudah meronta-ronta ingin makan. Mau marah terus sama suami dan ngumpet terus di kamar juga bukan pilihan yang baik. "Kamu lapar ya Dek? Umi juga, tapi Umi masih marah sama Abi kamu. Nyebelin." Fina mengelus perutnya, tapi dasarnya sudah sangat lapar, perutnya sampai berbunyi. Fina sudah tak peduli dengan aksi marahnya pada suami. Dia memutuskan bangkit dan keluar kamar. "Bodo amat. Aku marah tapi aku lapar, ya aku mau makan." Fina segera membuka pintu kamarnya, namun dia kaget mendapati sesosok tubuh terjatuh mengenai kakinya. Fina berteriak dan meminta Zio bangun. Saking marahnya dia hendak menggunakan kakinya untuk membangunkan sang suami tapi sadar itu gak sopan dan dosa pula. Akhirnya Fina berjongkok dan membangunkan suaminya. "Hei bangun. Jangan tidur di sini. Sana tidur di kamar tamu." Fina mengguncang-guncang tubuh suaminya. "Zi, bangun Zi. Hei bangun." Ta
Sebuah pesan mampir di ponsel Fina. Tubuhnya bergetar akibat menahan amarah.[Kamu lihat, suamimu di sini banyak yang naksir. Dan dia selalu ada waktu untukku, putriku dan wanita lain. Jadi jangan berpikir kalau kamu itu cuma satu-satunya. Ya mungkin kamu satu-satunya di Indonesia tapi di Paris, Nathan punya kami]Fina hampir membanting ponselnya saat lagi-lagi Flo mengiriminya foto. Tadi foto Zio sedang berpelukan dengan Aisyah dan sekarang giliran foto toples lelaki yang mirip Zio sedang tiduran bersama Florence.[Kami sering menghabiskan waktu berdua, di tempat tidur. Dia memang hebat, selalu bikin puas dan dia sangat suka kalau aku di bawah. Dia bilang suka melihat ekspresiku saat mengerang di bawah tubuhnya. Hahaha. Dia juga bilang kalau sekarang kamu gak bisa menuhin hasrat dia gara-gara lagi hamil. Dan dia bilang kini kamu terlalu gendut, gak enak buat dipandang apalagi diajak gelut di kasur hahaha]Florence bahkan sampai mengirimkan emoticon tertawa mengejek membuat Fina marah