Share

5. Ketemu Mas Jo

Lagi, Fina hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Nathan yang tanpa tahu malu menemuinya lagi.

"Apa lagi?"

"Kamu bohong, 'kan?"

"Apa yang kamu katakan sama Mom waktu itu bohong?" lanjutnya.

"Kamu lihat ini?"

Fina menunjukkan cincin pernikahannya. Nathan menatap tak percaya.

"Kamu lihat, 'kan?" Fina masih memperlihatkan cincin di jari manis kirinya.

"Ini cincin pernikahanku. Memang kami baru akad. Tapi pernikahan kami sudah tercatat di KUA, aku sudah punya buku nikah juga. Masalah resepsi, itu bisa belakangan yang penting sah secara agama dan negara udah terpenuhi. Jadi nanti kalau aku hamil, status anakku jelas." Meski diucapkan dengan nada biasa tapi jelas ada sindiran dalam setiap kalimat Fina.

"Fin."

"Aku udah pernah bilang ke kamu, Nathan. Aku cuma nganggep kamu teman. Sejak dulu. Aku sama sekali gak ada rasa sama kamu. Mungkin sayang, tapi hanya sebagai teman. Gak lebih. Tapi Tante dan kamu selalu memaksa. Bahkan Tante sampai ngomong hal-hal gak enak sama mamahku. Dan aku gak suka. Mamah memintaku jangan menerimamu kalau hatiku menolak, tapi aku yang gak terima dengan tuduhan kalian akhirnya terpaksa menerima kamu. Dan lihat buktinya, kalian yang menganggap kami keluarga picik dan angkuh. Buktinya siapa yang picik? Siapa yang angkuh?"

"Fin."

Nathan tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia terlalu malu. Tapi mengaku salah dan meminta maaf pun percuma saja. Karena semua memang sudah terjadi. Fina menatap Nathan dengan tatapan tajam.

"Kita udah selesai. Jangan ganggu aku lagi. Aku wanita yang sudah menikah, jika kamu seperti ini terus? Semua orang akan menganggapku wanita gak bener. Dan kamu tahu itu bukan aku."

Fina berdiri lalu segera berlalu dari taman dan meninggalkan taman rumah sakit. Namun baru beberapa langkah, Nathan memanggilnya.

"Kamu menikah dengan siapa? Apa lelaki itu? Cinta pertamamu?"

Fina tersenyum lalu berbalik ke arah Nathan.

"Iya. Dan aku gak pernah menyesal menikah dengannya."

Fina berbalik lagi dan segera berlalu. Baginya sudah jelas, dia tak perlu menjelaskan apa-apa lagi pada Nathan. Sampai di ruangannya, Fina kaget mendapati ada tas tergeletak dengan isi hampir keluar di atas mejanya. Ada jaket, sepatu dan kaos kaki berserakan sembarangan. Fina berkacak pinggang, dan menatap kamar mandi dengan tatapan garang.

Seorang lelaki jangkung keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan sebuah handuk melingkar di lehernya.

Sang pria sedikit kaget mendapati muka sang istri terlihat garang kayak singa betina.

"Hehehe. Halo Dedek Sayang? Apa kabar, ayok peluk Mas Bebeb."

Sang pria merentangkan kedua tangan dan sebuah senyum yang menawan terkembang. Namun si istri yang berubah jadi singa masih menatapnya tajam.

"Hehehe. Bentar-bentar. Tak rapikan dulu ya, Dek."

Sang suami merapikan barang-barang miliknya dengan terus diawasi oleh Fina. Setelah selesai, sang pria merentangkan kedua tangan lagi sambil memasang mimik lucu dan begitu menggelikan. Mau tak mau Fina tertawa pun sang pria. Keduanya tersenyum lalu saling mendekat dan merengkuh dalam dekapan cinta.

"Assalamu'alaikum, istriku."

"W*'alaikum salam, suamiku."

Sang suami menghujani kepala dan kening Fina dengan ciuman bertubi-tubi. Fina hanya bisa tersenyum mendapat perlakuan romantis dari sang suami. Sengaja mereka tak berciuman bibir karena jika mereka lakukan jelas yang ada mereka akan berakhir di ranjang, sementara Fina masih bertugas.

"Libur?"

"Yup, its summer."

"Oh iya benar."

Keduanya masih asik berpelukan. Tak ada yang bersuara, karena keduanya masih meresapi pertemuan yang terjadi.

"Dok, lagi ada pasien eh! Maaf, Dok."

Kedua pasutri yang sedang berpelukan memisahkan diri.

"Sorry, beneran gak tahu deh ternyata ada Pak Bojo."

"Hahaha. Gak papa Sus. Ada hal gawat?"

"Iya nih."

"Ya udah, Mas tunggu di sini."

"Oke."

"Mas Jo istirahat dulu ya?"

"Siap istriku."

Fina pun keluar bersama Suster Reta untuk menangani pasien. Sementara Mas Jo memilih rebahan di balik ruangan kerja Fina. Dimana di sana ada ruangan kecil dengan ranjang kecil tempat Fina atau dokter beristirahat jika sedang praktek atau jaga malam.

Suara dengkuran Mas Jo terdengar tak lama kemudian. Sepertinya dia memang sedang kelelahan setelah melakukan perjalanan jauh.

***

Sebuah kecupan di pipi kiri terasa hangat di pipi Mas Jo. Mas Jo tersenyum karena tahu ini ulah siapa. Langsung saja dia menarik Fina hingga Fina berada di atas tubuhnya.

Mas Jo membuka mata. Kedua mata pasangan halal itu saling mengunci. Mas Jo menarik tengkuk Fina hingga kedua bibir mereka beradu. Saling mengecup dan mencecap rasa yang menjadi candu bagi keduanya. Cukup lama mereka bercumbu bibir bahkan tak jarang keduanya bersilat lidah hingga decakan bibir keduanya terdengar begitu merdu di telinga masing-masing. Fina menjauhkan wajahnya, dia tak ingin mereka terpergok berbuat yang iya-iya di tempat dinas.

"Pulang yuk?"

"Okeh."

"Ke kost aja ya? Lagi sepi."

"Siap. Dimana aja yang penting ada kamu."

"Tapi kasurnya sempit?"

"Kan nanti aku bakalan terus di atas kamu dan berakhir kamu tertidur di atasku."

Fina mencubit perut sang suami. Suaminya ini selalu saja blak-blakan. keduanya berjalan dengan saling bergandengan tangan sambil bersenda gurau.

"Halo Dokter."

"Hai."

"Dih pengantin baru mesra."

"Cie, gak jablay lagi nih ye?"

"Moga-moga, bikin anaknya sukses ya?"

Berbagai ucapan selamat dan godaan berdatangan ketika Fina dan Mas Jo berpapasan dengan rekan kerja Fina. Fina dan Mas Jo hanya tersenyum, ikut berkelakar dan mengamini setiap ucapan yang baik.

Mereka sampai di depan pintu rumah sakit. Di sana mereka terdiam karena berpapasan dengan rombongan orang-orang yang sedang mendorong sebuah brankar.

Baik Mas Jo dan Fina kaget karena mendapati sosok lelaki yang mendorong brankar dan sosok wanita yang berada di atas brankar adalah sosok yang begitu mereka kenal. Tubuh Fina bergetar pun Mas Jo. Keduanya terdiam untuk waktu yang cukup lama hingga Mas Jo yang pertama kali sadar. Dia lalu menatap Fina yang masih menatap ke arah hilangnya kerumunan tadi.

"Sudah jadi jalannya," ucapnya sambil tersenyum.

Fina menoleh kemudian mengangguk. Ada senyum tulus dari bibirnya.

"Mas benar. Memang sudah jalannya begitu. Ayok."

"Jadi ke kost?"

"Gimana sedikit melipir ke tempat yang sepi?"

"Nah itu baru rencana yang bagus. Cepat kasih kabar buat ibu kostmu. Jangan sampai dia berpikir kamu diculik."

"Lah, emang lagi diculik, 'kan?" Fina menatap jahil ke arah sang suami.

"Yap. Tak culik mau aku kawinin biar cepat hamil," ucapnya sambil mengerling nakal.

Keduanya tertawa sambil berjalan menuju ke arah mobil Fina. Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada dua pasang mata yang menatap Fina dan sang suami dengan tatapan sedih.

"Maafin, mom. Nathan. Mom benar-benar gak tahu kalau mereka menikah. Padahal mom selalu memantau gerak gerik Fina agar saat kamu berani menemui Fina, kamu masih ada kesempatan."

Nathan sama sekali tak bersuara. Dia masih menatap Fina dan juga Jo, sahabatnya. Nathan memejamkan mata mengingat kembali ucapan Jo beberapa waktu yang lalu.

"Are you crazy? Udah aku bilang jangan paksa Fina."

"Aku gak paksa dia, dia yang mau?"

"Mau nikah sama kamu atau nungguin kamu?"

Nathan terdiam tak mampu menjawab.

"Ingat ya Nathan, Fina adalah gadis galak tapi pemaaf tapi dia paling benci dibohongi, dipermainkan dan disia-siakan. Dia mungkin memaafkan tapi gak akan memberi kesempatan. Dan aku akan segera mengambil bagianku yang aku ikhlaskan hanya demi menenggang perasan kamu." Jo pergi begitu saja setelah sebelumnya memberi beberapa pukulan untuk Nathan.

Dan ternyata apa yang dimaksud Jo saat pertemuannya waktu itu adalah dia akan berusaha mendapatkan Fina.

Sebenarnya sudah sejak awal, Nathan menyadari jika Jo menyukai Fina tapi Jo tak yakin jika Fina menyukai Jo. Mereka hanya sekedar teman tak lebih. Lagi pula, Nathan lebih lama mengenal Fina. Pasti dengan Nathanlah Fina akan jatuh cinta bukan dengan Jo. Tapi ternyata dugaan Nathan salah. Salah besar.

Kini, Nathan hanya bisa menyesali perbuatannya yang menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan Fina. Sehingga Jo benar-benar mengambil bagiannya.

***

Fina melenguh, dia berusaha membuka matanya. Fina mengejap-ngejapkan matanya kemudian sedikit mendongakkan kepala. Dia tersenyum menyadari kebenaran perkataan sang suami. Semalaman dia dan suami memang asik beradu gulat dengan berbagai posisi. Meski di awal penyatuan tadi malam, Fina masih merasakan  sedikit sakit tapi selanjutnya Fina sudah bisa menikmati penyatuan keduanya yang begitu panas dan mendebarkan.

Malam panjang keduanya ditutup dengan erangan panjang dengan posisi sang suami menghujam begitu dalam. Kemudian setelah merasa seluruh benihnya tertanam, Mas Jo membalik tubuh keduanya. Dan membiarkan tubuh sang istri berada di atas tubuhnya. Keduanya berpelukan untuk melepas lelah hingga ketiduran.

Fina masih mengamati wajah tampan sang suami. Dia benar-benar tak menyangka jika jodohnya adalah sosok Mas Jo. Ya ampun!

Fina menyilakan anak rambut yang menutupi dahi sang suami. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya.

Fina sama sekali tak bosan menatap sang suami sambil bernostalgia dengan memori masa lalunya. Masa-masa mendebarkan dengan kisah kasih masa putih abunya hingga dewasa berdatangan bak layar film. Dan dalam kenangan masa lalunya, selalu ada sosok yang kini sedang tertidur pulas dengan dengkur halusnya.

Sosok sang cinta pertama, sang pahlawan, sang pembawa kebahagiaan, sang sahabat.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bondan Sutedjo
ceritanya datar aja...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status