Lagi, Fina hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Nathan yang tanpa tahu malu menemuinya lagi.
"Apa lagi?"
"Kamu bohong, 'kan?"
"Apa yang kamu katakan sama Mom waktu itu bohong?" lanjutnya.
"Kamu lihat ini?"
Fina menunjukkan cincin pernikahannya. Nathan menatap tak percaya.
"Kamu lihat, 'kan?" Fina masih memperlihatkan cincin di jari manis kirinya.
"Ini cincin pernikahanku. Memang kami baru akad. Tapi pernikahan kami sudah tercatat di KUA, aku sudah punya buku nikah juga. Masalah resepsi, itu bisa belakangan yang penting sah secara agama dan negara udah terpenuhi. Jadi nanti kalau aku hamil, status anakku jelas." Meski diucapkan dengan nada biasa tapi jelas ada sindiran dalam setiap kalimat Fina.
"Fin."
"Aku udah pernah bilang ke kamu, Nathan. Aku cuma nganggep kamu teman. Sejak dulu. Aku sama sekali gak ada rasa sama kamu. Mungkin sayang, tapi hanya sebagai teman. Gak lebih. Tapi Tante dan kamu selalu memaksa. Bahkan Tante sampai ngomong hal-hal gak enak sama mamahku. Dan aku gak suka. Mamah memintaku jangan menerimamu kalau hatiku menolak, tapi aku yang gak terima dengan tuduhan kalian akhirnya terpaksa menerima kamu. Dan lihat buktinya, kalian yang menganggap kami keluarga picik dan angkuh. Buktinya siapa yang picik? Siapa yang angkuh?"
"Fin."
Nathan tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia terlalu malu. Tapi mengaku salah dan meminta maaf pun percuma saja. Karena semua memang sudah terjadi. Fina menatap Nathan dengan tatapan tajam.
"Kita udah selesai. Jangan ganggu aku lagi. Aku wanita yang sudah menikah, jika kamu seperti ini terus? Semua orang akan menganggapku wanita gak bener. Dan kamu tahu itu bukan aku."
Fina berdiri lalu segera berlalu dari taman dan meninggalkan taman rumah sakit. Namun baru beberapa langkah, Nathan memanggilnya.
"Kamu menikah dengan siapa? Apa lelaki itu? Cinta pertamamu?"
Fina tersenyum lalu berbalik ke arah Nathan.
"Iya. Dan aku gak pernah menyesal menikah dengannya."
Fina berbalik lagi dan segera berlalu. Baginya sudah jelas, dia tak perlu menjelaskan apa-apa lagi pada Nathan. Sampai di ruangannya, Fina kaget mendapati ada tas tergeletak dengan isi hampir keluar di atas mejanya. Ada jaket, sepatu dan kaos kaki berserakan sembarangan. Fina berkacak pinggang, dan menatap kamar mandi dengan tatapan garang.
Seorang lelaki jangkung keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan sebuah handuk melingkar di lehernya.
Sang pria sedikit kaget mendapati muka sang istri terlihat garang kayak singa betina.
"Hehehe. Halo Dedek Sayang? Apa kabar, ayok peluk Mas Bebeb."
Sang pria merentangkan kedua tangan dan sebuah senyum yang menawan terkembang. Namun si istri yang berubah jadi singa masih menatapnya tajam.
"Hehehe. Bentar-bentar. Tak rapikan dulu ya, Dek."
Sang suami merapikan barang-barang miliknya dengan terus diawasi oleh Fina. Setelah selesai, sang pria merentangkan kedua tangan lagi sambil memasang mimik lucu dan begitu menggelikan. Mau tak mau Fina tertawa pun sang pria. Keduanya tersenyum lalu saling mendekat dan merengkuh dalam dekapan cinta.
"Assalamu'alaikum, istriku."
"W*'alaikum salam, suamiku."
Sang suami menghujani kepala dan kening Fina dengan ciuman bertubi-tubi. Fina hanya bisa tersenyum mendapat perlakuan romantis dari sang suami. Sengaja mereka tak berciuman bibir karena jika mereka lakukan jelas yang ada mereka akan berakhir di ranjang, sementara Fina masih bertugas.
"Libur?"
"Yup, its summer."
"Oh iya benar."
Keduanya masih asik berpelukan. Tak ada yang bersuara, karena keduanya masih meresapi pertemuan yang terjadi.
"Dok, lagi ada pasien eh! Maaf, Dok."
Kedua pasutri yang sedang berpelukan memisahkan diri.
"Sorry, beneran gak tahu deh ternyata ada Pak Bojo."
"Hahaha. Gak papa Sus. Ada hal gawat?"
"Iya nih."
"Ya udah, Mas tunggu di sini."
"Oke."
"Mas Jo istirahat dulu ya?"
"Siap istriku."
Fina pun keluar bersama Suster Reta untuk menangani pasien. Sementara Mas Jo memilih rebahan di balik ruangan kerja Fina. Dimana di sana ada ruangan kecil dengan ranjang kecil tempat Fina atau dokter beristirahat jika sedang praktek atau jaga malam.
Suara dengkuran Mas Jo terdengar tak lama kemudian. Sepertinya dia memang sedang kelelahan setelah melakukan perjalanan jauh.
***
Sebuah kecupan di pipi kiri terasa hangat di pipi Mas Jo. Mas Jo tersenyum karena tahu ini ulah siapa. Langsung saja dia menarik Fina hingga Fina berada di atas tubuhnya.
Mas Jo membuka mata. Kedua mata pasangan halal itu saling mengunci. Mas Jo menarik tengkuk Fina hingga kedua bibir mereka beradu. Saling mengecup dan mencecap rasa yang menjadi candu bagi keduanya. Cukup lama mereka bercumbu bibir bahkan tak jarang keduanya bersilat lidah hingga decakan bibir keduanya terdengar begitu merdu di telinga masing-masing. Fina menjauhkan wajahnya, dia tak ingin mereka terpergok berbuat yang iya-iya di tempat dinas.
"Pulang yuk?"
"Okeh."
"Ke kost aja ya? Lagi sepi."
"Siap. Dimana aja yang penting ada kamu."
"Tapi kasurnya sempit?"
"Kan nanti aku bakalan terus di atas kamu dan berakhir kamu tertidur di atasku."
Fina mencubit perut sang suami. Suaminya ini selalu saja blak-blakan. keduanya berjalan dengan saling bergandengan tangan sambil bersenda gurau.
"Halo Dokter."
"Hai."
"Dih pengantin baru mesra."
"Cie, gak jablay lagi nih ye?"
"Moga-moga, bikin anaknya sukses ya?"
Berbagai ucapan selamat dan godaan berdatangan ketika Fina dan Mas Jo berpapasan dengan rekan kerja Fina. Fina dan Mas Jo hanya tersenyum, ikut berkelakar dan mengamini setiap ucapan yang baik.
Mereka sampai di depan pintu rumah sakit. Di sana mereka terdiam karena berpapasan dengan rombongan orang-orang yang sedang mendorong sebuah brankar.
Baik Mas Jo dan Fina kaget karena mendapati sosok lelaki yang mendorong brankar dan sosok wanita yang berada di atas brankar adalah sosok yang begitu mereka kenal. Tubuh Fina bergetar pun Mas Jo. Keduanya terdiam untuk waktu yang cukup lama hingga Mas Jo yang pertama kali sadar. Dia lalu menatap Fina yang masih menatap ke arah hilangnya kerumunan tadi.
"Sudah jadi jalannya," ucapnya sambil tersenyum.
Fina menoleh kemudian mengangguk. Ada senyum tulus dari bibirnya.
"Mas benar. Memang sudah jalannya begitu. Ayok."
"Jadi ke kost?"
"Gimana sedikit melipir ke tempat yang sepi?"
"Nah itu baru rencana yang bagus. Cepat kasih kabar buat ibu kostmu. Jangan sampai dia berpikir kamu diculik."
"Lah, emang lagi diculik, 'kan?" Fina menatap jahil ke arah sang suami.
"Yap. Tak culik mau aku kawinin biar cepat hamil," ucapnya sambil mengerling nakal.
Keduanya tertawa sambil berjalan menuju ke arah mobil Fina. Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada dua pasang mata yang menatap Fina dan sang suami dengan tatapan sedih.
"Maafin, mom. Nathan. Mom benar-benar gak tahu kalau mereka menikah. Padahal mom selalu memantau gerak gerik Fina agar saat kamu berani menemui Fina, kamu masih ada kesempatan."
Nathan sama sekali tak bersuara. Dia masih menatap Fina dan juga Jo, sahabatnya. Nathan memejamkan mata mengingat kembali ucapan Jo beberapa waktu yang lalu.
"Are you crazy? Udah aku bilang jangan paksa Fina."
"Aku gak paksa dia, dia yang mau?"
"Mau nikah sama kamu atau nungguin kamu?"
Nathan terdiam tak mampu menjawab.
"Ingat ya Nathan, Fina adalah gadis galak tapi pemaaf tapi dia paling benci dibohongi, dipermainkan dan disia-siakan. Dia mungkin memaafkan tapi gak akan memberi kesempatan. Dan aku akan segera mengambil bagianku yang aku ikhlaskan hanya demi menenggang perasan kamu." Jo pergi begitu saja setelah sebelumnya memberi beberapa pukulan untuk Nathan.
Dan ternyata apa yang dimaksud Jo saat pertemuannya waktu itu adalah dia akan berusaha mendapatkan Fina.
Sebenarnya sudah sejak awal, Nathan menyadari jika Jo menyukai Fina tapi Jo tak yakin jika Fina menyukai Jo. Mereka hanya sekedar teman tak lebih. Lagi pula, Nathan lebih lama mengenal Fina. Pasti dengan Nathanlah Fina akan jatuh cinta bukan dengan Jo. Tapi ternyata dugaan Nathan salah. Salah besar.
Kini, Nathan hanya bisa menyesali perbuatannya yang menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan Fina. Sehingga Jo benar-benar mengambil bagiannya.
***
Fina melenguh, dia berusaha membuka matanya. Fina mengejap-ngejapkan matanya kemudian sedikit mendongakkan kepala. Dia tersenyum menyadari kebenaran perkataan sang suami. Semalaman dia dan suami memang asik beradu gulat dengan berbagai posisi. Meski di awal penyatuan tadi malam, Fina masih merasakan sedikit sakit tapi selanjutnya Fina sudah bisa menikmati penyatuan keduanya yang begitu panas dan mendebarkan.Malam panjang keduanya ditutup dengan erangan panjang dengan posisi sang suami menghujam begitu dalam. Kemudian setelah merasa seluruh benihnya tertanam, Mas Jo membalik tubuh keduanya. Dan membiarkan tubuh sang istri berada di atas tubuhnya. Keduanya berpelukan untuk melepas lelah hingga ketiduran.
Fina masih mengamati wajah tampan sang suami. Dia benar-benar tak menyangka jika jodohnya adalah sosok Mas Jo. Ya ampun!
Fina menyilakan anak rambut yang menutupi dahi sang suami. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
Fina sama sekali tak bosan menatap sang suami sambil bernostalgia dengan memori masa lalunya. Masa-masa mendebarkan dengan kisah kasih masa putih abunya hingga dewasa berdatangan bak layar film. Dan dalam kenangan masa lalunya, selalu ada sosok yang kini sedang tertidur pulas dengan dengkur halusnya.
Sosok sang cinta pertama, sang pahlawan, sang pembawa kebahagiaan, sang sahabat.
Hai semua, ini adalah Kisah Rafina anak Bungsu Rayyan-Nasha (Bukan Calon Kakak Ipar). Jadi ini flashback gitu ya. Di bab 1-5 kalian udah lihat sedikit konfliknya kan? Nah, pasti penasaran kan Fina itu nikah sama siapa? Di bab 6 dan seterusnya akan dibuka semua tabirnya. Yuk ikuti. Jangan kaget jika alurnya maju mundur. Karena memang seperti itu mamak nyusunnya. **** Seorang gadis berusia lima belas tahun tengah menatap kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Ckckck. Benar-benar ngenes. Ini adalah acara ulang tahun keponakan cantiknya, Royya. Acara sudah berakhir satu jam yang lalu. Teman-tema Royya sudah pada pulang. Royya sendiri sedang bermain bersama Rael ditemani oleh si dokter ganteng bermuka dingin tapi penyayang. Mumpung duo krucil lagi ada boy sitter super kece, justru malah dimanfaatkan oleh tiga pasangan buat yayang-yayangan. Nasha dan Rayyan lagi pijit-pijitan. Eh, maksudnya Rayyan minta di
Fina menatap seluruh bangunan SMADA yang dapat ia tangkap melalui netra matanya. Ada kebahagiaan tersendiri dalam hati Fina karena selangkah lagi cita-citanya akan segera terwujud."Yok." Reihan segera menghampiri Fina setelah memarkirkan mobilnya."Bisa parkir tadi Mas.""Bisa."Kedua kakak beradik itu segera memasuki tempat pengumpulan berkas siswa baru. Berhubung sekarang pendaftaran sudah menggunakan sistem online, jadi Fina hanya tinggal menyerahkan berkas fisik saja yang memang diminta untuk dikumpulkan.Fina duduk dengan manis di samping sang kakak. Mau tak mau, banyak mata yang melihat ke arah Fina dan Reihan. Ya mau gimana lagi, wajah blasteran dengan iris mata cokelat terang terlalu berharga buat dilewatkan. Fina dan Reihan yang sudah biasa menjadi pusat perhatian memilih cuek. Apalagi Reihan, dia memasang sikap cool dan fokus pada ponselnya. Fina sendiri sibuk celingak celinguk kanan kiri. Dia terlalu antusias mengamati keadaan sekitar.
Keluarga Nara sedang berkumpul semua. Seperti biasa minimal sebulan sekali, keluarga Elang dan Royyan menginap. Bagi anak-anak Nara, mengunjungi dan menginap di rumah orang tua adalah suatu keharusan sekaligus sebagai tanda bakti kepada orang tua yang telah melahirkan dan merawat mereka sejak kecil."Gimana Fin, sekolahnya?" tanya Elang."Lancar, Mas El.""Udah dapat gebetan belum Fin?" tanya Royyan dengan mimik muka jahil."Ckckck. Fina masih kecil ya Mas, belum mikir ke situ.""Masih kecil kok tingginya udah 160 lebih. Kecil dari mana coba?""Terserah Mas Roy deh, asal Mas bahagia aja. Kan kalau bahagia jatah belanja Mbak Aya aman sentosa. Ya 'kan Mbak?" Fina menoleh ke arah kakak iparnya."Betul, Fin. Apalagi skincare lagi mahal sekarang. Jadi Mbak harus pastikan, papinya anak-anak senang biar uang yang mengalir gak tersendat-sendat hahaha.""Mbak Aya keren, pokoknya.""Harus, punya suami sukses harus dimanfaatk
Menjadi sosok yang pendiam, kurang populer dan tak dianggap keberadaannya itu menyedihkan. Tetapi terlalu populer dan sering disorot pun tak kalah menyebalkan. Itulah yang dirasakan oleh Fina. Fina mengakui dia cantik, soalnya kaca di rumahnya setiap hari sudah ngasih tahu. Bahkan baru bangun tidur dengan rambut awut-awutan dan ada bekas iler di bibir aja dia masih terlihat cantik.Fina mendesah, baru saja kakinya menginjak bumi SMADA, beberapa pasang mata yang berpapasan dengannya langsung menyoroti langkahnya. Fina hanya bisa memasang senyum manis dan memamerkannya pada semua orang yang ia temui."Hai, Fin," sapa salah satu kakak senior. Jelas cowok lah yang nyapa."Hai.""Hai, Fin.""Hai.""Halo, Fina.""Halo.""Pagi Fina.""Pagi.""Hai, Cantik."Fina hanya tersenyum menanggapi salah satu teman seangkatannya mulai melancarkan jurus rayuan gombal bekas jemuran yang sudah jamuran.Fina mengemb
Fina menatap Reihan yang sedang membuka dompetnya dengan penuh perhatian. Mereka sedang berada di Mall untuk membeli tas dan sepatu. Karena Reihan masih single, dia yang paling sering membelikan Fina ini itu. Sedangkan kedua kakaknya yang lain jarang karena sudah berkeluarga. Kalau Papah dan Mamah Fina jelaslah sebagai donatur utama segala kebutuhan Fina."Ke mana lagi?" tanya Reihan setelah memasukkan kembali dompetnya ke saku celana.Fina mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian nyengir mendapati Reihan menatapnya penuh selidik."Ngapain lihatin dompetnya Mas kayak gitu?""Hehehe, lihatin dollarnya Mas. Hehehe," jawab Fina ngaco."Kan udah mas kasih semua pecahan dollarnya, Fin."Fina cuma tertawa dan memilih segera membawa tas dan sepatu yang baru dibelikan Reihan. Fina tidak mau tertangkap basah sedang mengamati potret di dompet Reihan. Fina sangat-sangat yakin di bawah foto keluarga Nara tersimpan sesuatu karena secara tidak se
Nasha dan Rania, memekik keras ketika Reihan datang sambil membopong Zaza yang tak sadarkan diri. Mereka semua panik, namun Reihan menenangkan semuanya dan meminta waktu untuk memeriksa Rana lagi.Nasha dan Rania bergerak gelisah, sedangkan Rayyan malah menatap geli tingkah istri dan adiknya. Fina hanya diam, bingung harus bagaimana. Tadi ketika Nasha dan Rania mencecarnya, Fina hanya bisa bilang kalau melihat Zaza tergeletak di kamar mandi. Fina tidak berani bilang kalau penyebab gurunya jatuh akibat kedatangan Reihan yang tiba-tiba nongol di depan kamar Zaza. Fina takut, papahnya bakalan menghajar sang kakak karena bertingkah tidak sopan tapi memang Reihan gak sopan sih. Fina aja kesal dengan sang kakak yang main nyelonong aja.Tapi, ada dua hal yang membuat rasa kesal Fina pada sang kakak hilang yaitu raut ketakutan di wajah Reihan dan panggilan Reihan pada Zaza. 'Rana' panggilan yang diucapkan sang kakak pada Zaza mau tak mau menyadarkan Fina jika sang kakak sepert
Fina sedang menatap sang kakak yang dari tadi diam. Garis kerutan di dahinya terlihat jelas. Tadi siang, Fina juga melihat guru tersayangnya nampak pucat dan tidak bergairah."Kenapa Fin?""Tuh." Fina menunjuk ke arah Reihan."Hehehe. Itu udah biasa. Sindrom mau nikah ya begitu.""Beneran, Mah?""Iya. Makanya dalam tradisi Jawa ada pingitan. Biar kedua mempelai tidak bertemu dulu dan meminimalisir masalah sebelum hari-H.""Oh gitu." Fina manggut-manggut tanda mengerti."Kira-kira bakalan pada baikan gak ya Mah?""Kita lihat aja nanti. Mamah penasaran apa yang akan dilakukan oleh Rei buat mengembalikan kepercayaan Zaza. Hihihi."Sekali lagi Fina hanya manggut-manggut."Lihat Fin."Nasha kembali menunjukkan foto kegiatan fitting baju pengantin Reihan-Zaza."Wow, cantik dan ganteng, Mah. Romantis lagi. Apalagi gaya pas Mas Rei meluk Mbak Zaza dari belakang. Ih, suwer. Tatapan mereka berdua dalam banget
Sebuah mobil berwarna silver berhenti tepat di depan gerbang SMADA. Zaza dan Fina bersiap-siap turun."Nanti pulangnya, Mas jemput. Kalau ada operasi mendadak, Mas hubungi.""Iya, Mas."Zaza mencium tangan Reihan dan Reihan membalas mencium kening Zaza penuh sayang kemudian Reihan beralih ke arah Fina dan mengulurkan tangannya. Fina pun menyambut tangan sang kakak dan menciumnya."Belajar yang rajin ya Fin.""Ashiap, Mamas," ucap Fina sambil memeragakan pose menghormat ke arah Reihan.Fina dan Zaza segera turun dari mobil, mereka melambaikan tangan pada Reihan dan dibalas Reihan dengan lambaian tangan juga serta senyum manisnya.Zaza menatap mobil Reihan sampai tak terlihat lagi. Senyum tak pernah lepas dari bibir Zaza. Zaza masih tidak percaya kalau kini dia menjadi istri dari kulkas paling tampan menurut versinya."Cieee, orangnya udah pergi Mbak. Kok masih disenyumin," goda Fina pada kakak iparnya."Hehehe.""B