Di kantor Rolland group. Keluar dari dalam mobil, Dylan pun sesegera mungkin masuk ke dalam kantornya, dirinya terus dikejar oleh Kiki ketika itu. "Tuan. Tunggu." ucap Kiki yang langsung menghentikan laju langkah Dylan. Pria itu memutar badan, membiarkan Kiki berbicara. "Tuan, saya mohon dengan sangat. Tolong jangan jadikan teman saya alasan untuk tuan menolak perjodohan itu. Saya mohon, tolong jangan libatkan dia dalam masalah ini tuan. Lagipula tuan kenapa bisa langsung suka sama Riska? Didunia ini banyak yang masih lebih sempruna daripada Riska tuan. Yang lebih cantik, yang lebih pintar, yang lebih baik, polos dan lebih kaya daripada Riska tuan."Dylan tertawa ringan. "Ki, saya enggak perlu semua itu. Yang saya perluin bukan orang yang sesempurna itu. Yang saya cari itu cuma orang seperti dia." ucap Dylan. Kiki tersentak. "A-apa maksud tuan?" tanya Kiki heran. Dylan tersenyum. "Tanpa saya beritahu kamu juga tahu kok, bahkan sejak awal kamu sudah tahu saya menginginkan wanita
Tiba-tiba kilasan ingatan terpintas dikepalanya. Saat seorang anak lelaki seakan mengulang perkataan yang sama. Kiki merasakan pening dan sakit di kepalanya. Dylan kaget melihatnya seperti itu. "Kamu kenapa? Pusing? Kamu sakit Ris?" tanya Dylan cemas. Kiki hanya diam saja terus menguruti keningnya. "Kita keluar sekarang ya?" tanya Dylan. "Enggak Pak, enggak usah. Udah sembuh... Enggak apa-apa... Cuma pusing sedikit. Udah Bapak nonton aja terus, saya baik-baik aja kok. Jangan khawatir ya." ucap Kiki. Dylan terdiam, meski dirinya masih belum sepenuhnya memfokuskan pada hal lain, ia terus terfokus pada Kiki. Ia cemas.Setelah film usai, Kiki dan Dylan pun keluar. Mereka saling jalan berdampingan. Dylan menghentikannya. "Kamu masih sakit Ris? Kalau masih, saya akan antar kamu ke dokter sekarang." ucap Dylan."Udah mendingan kok Pak. Pusingnya juga udah hilang sejak tadi. Udah enggak usah pikirin saya, sekarang bapak mau ajakin saya kemana?" tanya Kiki. Dylan kembali menggandeng Kik
"Makanya tuan, saya mencoba untuk mencari tahu. Apakah benar kalau saya adalah Kiara yang tuan sebutkan itu. Karena paman saya menyebutkan kalau foto itu adalah foto peninggalan orang tua saya." "Tapi bukankah kamu laki-laki? Apa kamu sampai menyamar hanya karena untuk mencari tahu...""B-benar tuan. Saya melakukan itu semua demi mencari tahu tentang hal ini." ucap Kiki."Astaga." Rudi benar-benar tidak menyangka dengan ini. Ia pun mengajak Kiki untuk segera pergi dari sana. Meninggalkan teras. Karena ia khawatir jika Dylan tahu mengenai hal ini. "Kalau benar kamu Kiara, apa lagi bukti yang bisa kamu tunjukkan?" tanya Rudi. "I-itu... Saya memiliki baju dan rok yang sama dengan yang dipakai oleh anak perempuan di foto itu." ujar Kiki."Hmm saya bisa lihat dimana bajunya? Bisa saja kan itu kebetulan?" tanya Rudi heran. "Iya tuan, saya juga mikirnya gitu. Makanya saya cuma ingin memastikan ini semua apakah benar atau salah, makanya saya menyamar menjadi laki-laki." ujar Kiki."Yasuda
"Makanya tuan, saya mencoba untuk mencari tahu. Apakah benar kalau saya adalah Kiara yang tuan sebutkan itu. Karena paman saya menyebutkan kalau foto itu adalah foto peninggalan orang tua saya." "Tapi bukankah kamu laki-laki? Apa kamu sampai menyamar hanya karena untuk mencari tahu...""B-benar tuan. Saya melakukan itu semua demi mencari tahu tentang hal ini." ucap Kiki."Astaga." Rudi benar-benar tidak menyangka dengan ini. Ia pun mengajak Kiki untuk segera pergi dari sana. Meninggalkan teras. Karena ia khawatir jika Dylan tahu mengenai hal ini. "Kalau benar kamu Kiara, apa lagi bukti yang bisa kamu tunjukkan?" tanya Rudi. "I-itu... Saya memiliki baju dan rok yang sama dengan yang dipakai oleh anak perempuan di foto itu." ujar Kiki."Hmm saya bisa lihat dimana bajunya? Bisa saja kan itu hanya kebetulan?" tanya Rudi heran. "Iya tuan, saya juga mikirnya gitu. Makanya saya cuma ingin memastikan ini semua apakah benar atau salah, makanya saya menyamar menjadi laki-laki." ujar Kiki.
"Udah deh pokoknya bilang ke ibu bapak kamu habis ini, kalau saya udah punya kekasih. Dan tolong sampaikan juga kalau rencana pertunangan kita resmi dibatalkan." ujar Dylan.Klarissa benar-benar jengkel dengannya, sudah mati-matian dia melawan malu dengan bersikap seperti itu. Tapi balasannya malah dia menolaknya mentah-mentah. "Ish! Ngeselin banget sih!" tandas Klarissa dan langsung pergi begitu saja dari ruangannya.Kiki terus memandang Dylan selepas kepergiannya. Dylan berkata. "Ampuh kan cara pengusirannya?" tanya Dylan tertawa. Kiki menggeleng. "Saya enggak tahu bakal kayak gimana nanti respon kedua orang tua non Klarissa mendengar kabar ini. Tuan siap-siap aja.""Oke. Saya siap kok."Beberapa saat kemudian, Kiki yang sedang berjalan di koridor kantor, membawakan kopi yang sengaja ia buatkan untuk Dylan. Ia kini sedang beranjak menuju lift. Akan tetapi tiba-tiba ia merasakan ponselnya berbunyi. Ia tersentak saat melihat itu telepon dari kakek Rudi. "Halo, iya tuan?" tanya Kiki
"Cari lah. Mau ngapain lagi? Kalo perlu cari sampai ke ujung dunia sekalian." ucap Dylan. Kiki jadi senyam-senyum sendiri dikatakan seperti itu. Meski ia segera akhiri dengan menutup senyuman itu. Lirih."Jangan cari saya tuan. Soalnya mencari satu orang di satu dunia ini sangatlah sulit. Kecuali dia benar-benar memiliki kemampuan lebih.""Kenapa kok gitu? Emang kamu mau pergi kemana?" "E-eh enggak hehe. Cuma bercanda kok.""Kamu ngomong gini karena pengen gajinya dinaikin ya?" tanya Dylan. "E-enggak kok. Saya udah nyaman kok sama gaji segini." ujar Kiki."Kirain.""Tuan, mengenai Riska. Tuan ada baiknya segera melupakan dia. Karena saya merasa kalau hubungan diantara tuan dan Riska itu tidak etis. Apalagi ayah tuan sudah menjanjikan perjodohan dengan Klarissa. Ayah tuan kayaknya enggak suka banget sama Riska. Dia cerita sendiri kemarin. Kalau kayaknya hubungan diantara kalian akan sangat sulit, dan tidak bisa diteruskan lagi." ujar Kiki.Dylan tersentak dengan perkataannya. "Maksu
"Enggak sih tuan. Saya enggak dengar. Dia enggak pernah cerita apa-apa tentang hal kayak gitu." ucap Putra. "Coba kamu lacak dimana keberadaannya sekarang lewat ponselnya." titah Dylan.Putra setengah tertawa. "Lacak? Bukannya harusnya dibiarin aja ya tuan? Kan itu keinginan Kiki sendiri. Mungkin emang ada alasan kenapa Kiki ngelakuin hal ini." ucap Putra. Dylan tercengang mendengar hal itu, ia tampak tidak percaya dengan responnya barusan. "Jadi kamu membiarkan Kiki pergi begitu saja? Kamu ... heh, kamu apa enggak merasa khawatir atau apapun gitu sama dia? Tiba-tiba pergi gitu aja. Kiki itu yang sepanjang hari ada disebelah kamu, tertawa bareng kamu, sedih bareng kamu, makan bareng kamu, ngobrol bareng kamu, yang menjalankan tugas dan kewajibannya sama kamu. Yang suka menolong kamu dan macam-macam. Kamu apa enggak nganggep dia lebih gitu?" tanya Dylan tidak habis pikir. "Emang maksud tuan saya harus menganggap Kiki seperti apa? Y-ya ini memang keinginan dia buat resign dari kerja
Disaat Dylan berjalan keluar dari ruang kerjanya, tiba-tiba ia berpapasan dengan Dietrich. "Katanya Klarissa kesini ya barusan? Kamu gak ketemu?" tanya Dietrich yang semakin membuat sang anak malas untuk berlama-lama dengannya, ia memilih lanjut berjalan."Hey! Dylan! Papa lagi ngomong!" pekik Dietrich. Dylan terus melangkah pergi melewati lorong, lift, koridor atau bahkan pintu utama kantor. Ia berjalan menuju area parkir. Entah kenapa sepanjang berjalan menuju sana ia teringat dengan saat ketika Kiki memayunginya yang sedang berlari menghindari hujan. Dylan pun kembali merasa galau, diam-diam ia merasa rindu dengan keadaannya dulu. Saat ketika Kiki masih bekerja dibawahnya.Ia sesegera mungkin masuk ke dalam mobilnya lalu nyalakan, ia jalankan mobilnya saat itu juga, keluar dari area kantor. Saking merasa rungsingnya perasaan Dylan saat itu, dirinya malah memilih kabur dengan tanpa disupiri oleh Putra sekalipun. Ia hanya ingin menyendiri. Bodoh sekali, padahal hanya kehilangan