"Makanya tuan, saya mencoba untuk mencari tahu. Apakah benar kalau saya adalah Kiara yang tuan sebutkan itu. Karena paman saya menyebutkan kalau foto itu adalah foto peninggalan orang tua saya." "Tapi bukankah kamu laki-laki? Apa kamu sampai menyamar hanya karena untuk mencari tahu...""B-benar tuan. Saya melakukan itu semua demi mencari tahu tentang hal ini." ucap Kiki."Astaga." Rudi benar-benar tidak menyangka dengan ini. Ia pun mengajak Kiki untuk segera pergi dari sana. Meninggalkan teras. Karena ia khawatir jika Dylan tahu mengenai hal ini. "Kalau benar kamu Kiara, apa lagi bukti yang bisa kamu tunjukkan?" tanya Rudi. "I-itu... Saya memiliki baju dan rok yang sama dengan yang dipakai oleh anak perempuan di foto itu." ujar Kiki."Hmm saya bisa lihat dimana bajunya? Bisa saja kan itu kebetulan?" tanya Rudi heran. "Iya tuan, saya juga mikirnya gitu. Makanya saya cuma ingin memastikan ini semua apakah benar atau salah, makanya saya menyamar menjadi laki-laki." ujar Kiki."Yasuda
"Makanya tuan, saya mencoba untuk mencari tahu. Apakah benar kalau saya adalah Kiara yang tuan sebutkan itu. Karena paman saya menyebutkan kalau foto itu adalah foto peninggalan orang tua saya." "Tapi bukankah kamu laki-laki? Apa kamu sampai menyamar hanya karena untuk mencari tahu...""B-benar tuan. Saya melakukan itu semua demi mencari tahu tentang hal ini." ucap Kiki."Astaga." Rudi benar-benar tidak menyangka dengan ini. Ia pun mengajak Kiki untuk segera pergi dari sana. Meninggalkan teras. Karena ia khawatir jika Dylan tahu mengenai hal ini. "Kalau benar kamu Kiara, apa lagi bukti yang bisa kamu tunjukkan?" tanya Rudi. "I-itu... Saya memiliki baju dan rok yang sama dengan yang dipakai oleh anak perempuan di foto itu." ujar Kiki."Hmm saya bisa lihat dimana bajunya? Bisa saja kan itu hanya kebetulan?" tanya Rudi heran. "Iya tuan, saya juga mikirnya gitu. Makanya saya cuma ingin memastikan ini semua apakah benar atau salah, makanya saya menyamar menjadi laki-laki." ujar Kiki.
"Udah deh pokoknya bilang ke ibu bapak kamu habis ini, kalau saya udah punya kekasih. Dan tolong sampaikan juga kalau rencana pertunangan kita resmi dibatalkan." ujar Dylan.Klarissa benar-benar jengkel dengannya, sudah mati-matian dia melawan malu dengan bersikap seperti itu. Tapi balasannya malah dia menolaknya mentah-mentah. "Ish! Ngeselin banget sih!" tandas Klarissa dan langsung pergi begitu saja dari ruangannya.Kiki terus memandang Dylan selepas kepergiannya. Dylan berkata. "Ampuh kan cara pengusirannya?" tanya Dylan tertawa. Kiki menggeleng. "Saya enggak tahu bakal kayak gimana nanti respon kedua orang tua non Klarissa mendengar kabar ini. Tuan siap-siap aja.""Oke. Saya siap kok."Beberapa saat kemudian, Kiki yang sedang berjalan di koridor kantor, membawakan kopi yang sengaja ia buatkan untuk Dylan. Ia kini sedang beranjak menuju lift. Akan tetapi tiba-tiba ia merasakan ponselnya berbunyi. Ia tersentak saat melihat itu telepon dari kakek Rudi. "Halo, iya tuan?" tanya Kiki
"Cari lah. Mau ngapain lagi? Kalo perlu cari sampai ke ujung dunia sekalian." ucap Dylan. Kiki jadi senyam-senyum sendiri dikatakan seperti itu. Meski ia segera akhiri dengan menutup senyuman itu. Lirih."Jangan cari saya tuan. Soalnya mencari satu orang di satu dunia ini sangatlah sulit. Kecuali dia benar-benar memiliki kemampuan lebih.""Kenapa kok gitu? Emang kamu mau pergi kemana?" "E-eh enggak hehe. Cuma bercanda kok.""Kamu ngomong gini karena pengen gajinya dinaikin ya?" tanya Dylan. "E-enggak kok. Saya udah nyaman kok sama gaji segini." ujar Kiki."Kirain.""Tuan, mengenai Riska. Tuan ada baiknya segera melupakan dia. Karena saya merasa kalau hubungan diantara tuan dan Riska itu tidak etis. Apalagi ayah tuan sudah menjanjikan perjodohan dengan Klarissa. Ayah tuan kayaknya enggak suka banget sama Riska. Dia cerita sendiri kemarin. Kalau kayaknya hubungan diantara kalian akan sangat sulit, dan tidak bisa diteruskan lagi." ujar Kiki.Dylan tersentak dengan perkataannya. "Maksu
"Enggak sih tuan. Saya enggak dengar. Dia enggak pernah cerita apa-apa tentang hal kayak gitu." ucap Putra. "Coba kamu lacak dimana keberadaannya sekarang lewat ponselnya." titah Dylan.Putra setengah tertawa. "Lacak? Bukannya harusnya dibiarin aja ya tuan? Kan itu keinginan Kiki sendiri. Mungkin emang ada alasan kenapa Kiki ngelakuin hal ini." ucap Putra. Dylan tercengang mendengar hal itu, ia tampak tidak percaya dengan responnya barusan. "Jadi kamu membiarkan Kiki pergi begitu saja? Kamu ... heh, kamu apa enggak merasa khawatir atau apapun gitu sama dia? Tiba-tiba pergi gitu aja. Kiki itu yang sepanjang hari ada disebelah kamu, tertawa bareng kamu, sedih bareng kamu, makan bareng kamu, ngobrol bareng kamu, yang menjalankan tugas dan kewajibannya sama kamu. Yang suka menolong kamu dan macam-macam. Kamu apa enggak nganggep dia lebih gitu?" tanya Dylan tidak habis pikir. "Emang maksud tuan saya harus menganggap Kiki seperti apa? Y-ya ini memang keinginan dia buat resign dari kerja
Disaat Dylan berjalan keluar dari ruang kerjanya, tiba-tiba ia berpapasan dengan Dietrich. "Katanya Klarissa kesini ya barusan? Kamu gak ketemu?" tanya Dietrich yang semakin membuat sang anak malas untuk berlama-lama dengannya, ia memilih lanjut berjalan."Hey! Dylan! Papa lagi ngomong!" pekik Dietrich. Dylan terus melangkah pergi melewati lorong, lift, koridor atau bahkan pintu utama kantor. Ia berjalan menuju area parkir. Entah kenapa sepanjang berjalan menuju sana ia teringat dengan saat ketika Kiki memayunginya yang sedang berlari menghindari hujan. Dylan pun kembali merasa galau, diam-diam ia merasa rindu dengan keadaannya dulu. Saat ketika Kiki masih bekerja dibawahnya.Ia sesegera mungkin masuk ke dalam mobilnya lalu nyalakan, ia jalankan mobilnya saat itu juga, keluar dari area kantor. Saking merasa rungsingnya perasaan Dylan saat itu, dirinya malah memilih kabur dengan tanpa disupiri oleh Putra sekalipun. Ia hanya ingin menyendiri. Bodoh sekali, padahal hanya kehilangan
Esok harinya, Dylan pun meminta Rizal untuk menghubungi langsung media cetak yang menerbitkan koran tersebut, dimana dirinya meminta Rizal untuk mencari tahu dimana foto itu berasal serta dimana tepatnya lokasi perlombaan memancing itu diadakan.Putra mengetuk pintu ruang kerjanya, Dylan berkata padanya. "Put, kamu mau bantu saya nyari Kiki lagi?" tanya Dylan. Putra melempar tawa. "Tuan ... Ini tuh udah berbulan-bulan semenjak Kiki pergi dan enggak ninggalin kabar sekalipun ke kita. Otomatis dia udah enggak mau ngeliat kita lagi tuan. Udahlah tuan, biarin aja Kiki ngelakuin hal semaunya. Mungkin memang ini keinginan dia untuk menjauhkan diri dari kita." ujar Putra. Setelah dikatakan seperti itu, Dylan pun jadi malas untuk mengajak Putra pergi kesana.Entah kenapa Putra seperti terkesan selalu menghalaunya untuk mencari Kiki, membuatnya semakin pesimis dan selalu meyakinkannya kalau pencarian yang dilakukannya itu akan berujung sia-sia.Pada akhirnya Dylan pun tidak mengajak Putra,
"Ya terus gimana? Mau ngapain kalau sudah tahu saya ada disini? Saya enggak bisa nikah sama kamu, saya enggak cinta sama kamu." ujar Kiki."Yakin gak cinta sama saya? Kalau gitu yang namanya Kiara juga enggak cinta sama saya ya? Janji belasan tahun lalu akan kamu lupakan sebegitu mudah?" tanya Dylan. Kiki tersentak, ia memalingkan wajahnya merasa tidak nyaman."Maaf saya harus pergi." ucap Kiki yang coba meraih kunci motornya lagi. "Enggak mungkin semudah itu." Dylan masih tetap menghalaunya dan menyembunyikan kuncinya. Dylan beralih memegang tangan Kiki dan membawanya pergi dari sana. Mereka jalan berdampingan di tepian tempat pemancingan, kemudian saling berdiri dan berhadapan. Angin berhembus sejuk dan Dylan pun berkata. "Saya tidak berniat untuk memaksa kamu, saya akan menunggu kamu sampai kapanpun kamu siap. Tapi yang jelas ada satu hal penting yang ingin saya tanyakan ke kamu. Dimana sebenarnya keberadaan Kiki sekarang?" tanya Dylan, Kiki tersentak. Ia hanya memalingkan w