Share

Chapter 3 Masih dalam Ukiran Kisah

“Paman Aathif, ada yang ingin Rayhan tanyakan, boleh?” secuil pertanyaan Rayhan yang sedari tadi ingin ia tanyakan, baru sempat diwaktu sekarang. Karena, keadaan kedai sangatlah ramai, membuat Rayhan menunda pertanyaannya itu hingga masa lenggang hadir.

“Tentu boleh, apa yang kau ingin tanyakan?” balasnya Aathif dengan tangan yang sedang asik memijat pundaknya yang terasa pegal itu, membuat Rayhan merasa ingin membantu memijat pria tua tersebut. 

“Sambil Rayhan bertanya, bagaimana kalau Rayhan bantu Paman untuk memijatmu. Sepertinya anda terlihat sangat lelah.”

“Ah ... Ide yang sangat bagus!” wajahnya terlihat sumringah mendapati bantuan dari anak buahnya itu, bagaimana tidak lelah dengan kunjungan pelanggan yang cukup ramai hari ini, tidak seperti biasanya. Perlahan Rayhan mulai memijit pangkal pundak Aathif, terasa nyaman dan sedikit meringankan pegalnya Aathif, dia sangat menikmatinya.

“Paman maaf kalau Rayhan boleh tanya, Linara tadi kenapa ya menatap Rayhan seperti yang tidak suka?” seutas tanyanya terselip saat tangannya masih sibuk memijat, Aathif memejamkan matanya menikmati pijatan itu, dengan ringan membalas sambil menutup matanya.

“Linara seperti itu sikapnya, dia sangat tidak suka dengan manusia yang tidak tepat waktu. Terutama pada lelaki, dia teramat geram. Maka kamu jangan aneh dengan sikapnya yang cepat berubah itu. Tapi tetap Linara adalah cucuku yang teramat baik.”

Rayhan termangut, menyadari semua sikap perbedaan pada Linara. Meskipun sangat signifikan dia berubah tapi tetap terlihat menawan bagi Rayhan. Tunggu! Apa yang sebenarnya Rayhan pikirkan terhadap Linara? Apa dia menyukainya? Atau hanya sebuah rasa penasarannya saja?

“Kenapa kamu bertanya seperti itu?”  

“Ah, tidak apa-apa paman. Hanya penasaran saja, takutnya ada kesalahan dari Rayhan.”

“Memang kamu salah, kenapa kamu terlambat?” tukas Aathif pada karyawannya itu yang hampir telat satu jam lamanya, untung saja dia memiliki majikan yang baik. Coba kalau tidak, mungkin Rayhan sudah dipecat.

“Ah iya, Paman. Kenapa Linara tinggal bersamamu?” sedikit demi sedikit Rayhan mulai mencokel pertanyaan untuk memuaskan hasrat penasaran dia terhadap Linara.

“Sudah ku bilang kemarin, dia sedang kuliah disini. Sebentar sepertinya kamu sedang intograsi saya!” canda Aathif membuat gelak tawa Rayhan timbul, begitupun sebaliknya terhadap Aathif.

“Haha ... Paman bisa saja! Oh iya, Linara pulang jam berapa? Biar Rayhan jemput,” tawar Rayhan mulai tercium bau-bau kedustaan ingin berdekatan dengan Linara.

Sayang sekali Aathif tidak mengetahui kapan cucunya itu pulang, karena jadwal yang berubah-ubah. Rayhan hanya bisa menarik napas jenuh medengar bahwa rencana pendekatan dia mungkin gagal hari ini. Tapi harapannya tidak padam karena mungkin esok ataupun lusa dia bisa mengenal Linara lebih dalam.

***

“Sejak kapan kamu pandai dalam meracik kopi?” tanya Avraam disela perjalanan, ya lagi dan lagi berkaitan dengan kopi. Rasanya Linara sudah bosan membahas perihal kopi ini.

“Sejak saya masih kelas satu SMA, selama liburan sekolah pasti tujuan Linara hanyalah kedai Kakek. Entah mengapa Linara sangat menyukai saat Kakek sedang meracik dan wangi aroma kopi itu begitu memikat. Terasa ada kandungan damai didalamnya, membuat candu. Maka dari itu, Linara sering membantu Kakek dalam meracik kopi.”

“Pantas saja. Tapi saya akui memang enak kopi buatan mu. Apalagi Americano tadi, membuatku teringat isteri saya.” Mata Linara membulat, seakan tidak percaya bahwa Avraam sudah menikah. Wajahnya begitu muda bahkan semua bentuk tubuhnya terlihat bugar dan segar, layaknya perjaka yang matang sedang mencari calon pinangan.

“A-ah terima kasih atas pujiannya. Isteri anda pandai membuat kopi, tapi kenapa anda setiap hari berada di Kedai.

"Memang isteri anda dimana, Tuan?” tanya Linara kembali menanyakan sosok spesial dimata Avraam itu.

“Isteri saya sudah meninggal.” Sapatah kata haru, membuat Linara tak enak hati setelah bertanya yang layaknya tidak perlu ditanyakan.

“A-ah maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud..,”

“Tidak apa-apa, lagian kamu tidak salah. Tidak terasa sudah tiga tahun berlalu dia meninggalkan saya dan anak saya...,” 

Linara lagi-lagi semakin tidak percaya bahwa Avraam juga telah menjadi seorang Ayah. Wajahnya mampu menipu daya siapapun yang melihatnya. Di Mata Linara saja Avraam layaknya lelaki berumur 25 Tahun, nyatanya tebakan Linara salah. Kini Avram berusia 35 Tahun, sepuluh tahun lebih tua dari pikir Linara. Hingga Linara gila memikirkan perawatan apa yang Avraam pakai hingga semuda ini.

Rasa-rasanya Linara Insecure dengan perawakan Avraam yang 30cm lebih tinggi darinya, begitu tinggi tegap dan tentunya berdada bidang, sepertinya nyaman untuk bersandar. Sedangkan, Linara gadis berumur dua puluh tahun, tapi merasa diri paling terlihat tua.

“Dimana kampusmu?” pertanyaan Avraam membuat lamunan Linara pecah, telunjuknya mulai menunjuk arah kampusnya yang tak lagi jauh.

Pikir Avraam mulai bergelayut kembali dalam kenangan, jalanan yang tidak terasa asing bagi Avraam. Rasanya sosok isterinya seperti kembali hadir dalam hidup Avraam. Yang pastinya membuat denyut jantung Avraam berdetak begitu kencang. Apa ini cara Tuhan untuk memulihkan hati yang telah lama mati? Pikir Avraam selalu begitu.

Avraam melirik Linara kembali, dia ingin menatap sekali lagi gadis itu. Apabila dia betul jelmaan yang dikirim Tuhan untuk mengisi relung hati yang sudah lama hampa? Apabila iya, mengapa Tuhan mengirimnya gadis belia kepada dia? Kenapa tidak yang lebih tua sedikit. Seakan Avraam menawar sebuah arti kata takdir.

Linara melambai tangan pada pandangan Avraam yang sedari tadi menatapnya, apalagi dalam kondisi sedang mengendarai bukankah itu mambahayakan? Namun tatapan Avraam masih tertegun dengan sepasang bola mata Linara yang berwarna coklat itu.

“TUAN AWAS!” dengan sigap Linara mengalih kendali kemudi dan membantingkan setir kearah tepi jalan, kemudi yang mulai melawan arus dan hampir saja bertabrakan dengan mobil lain yang berlawanan arah.

Kejadian yang sedikit klasik bukan? Dengan posisi Linara tepat dalam pangkuannya Avraam, dengan detak jantung yang hampir saja putus akibat kejadian itu. Avraam dengan bebas melihat tengkuk Linara yang sungguh mempesona dan juga lekuk punggungnya juga. Begitu terasa semakin berdebar dalam batinnya.

“Anda tidak apa-apa, Tuan?” tanya Linara yang sesaat langsung berada dalam posisi awal. Seketika Avraam sadar akan keteledorannya itu.

“Saya baik. Harusnya saya yang bertanya perihal kondisi kamu, maafkan atas ketelodoran saya..,”

“Tidak apa-apa, Tuan. Yang penting selamat dan saya bersyukur terhindar dari kecelakaan tadi. Saya turun disini saja ya, terima kasih atas tumpangannya!” Linara segera membuka kenop pintu mobil, segera berlalu meinggalkan Avraam.

Avraam menepuk-nepuk pipinya, guna menyadari dirinya yang hampir saja membuat masalah besar terhadap anak orang. Kenapa menjadi gila seperti ini, Avraam? Ada apa dengan dirimu ini? Dalam benaknya selalu seperti itu.

Bagaimana tidak Avraam tersihir dengan sosok Linara yang seakan reinkarnasi dari isterinya itu. Semua sikap dan mimik Linara sangat mencerminkan Almarhum isterinya yang sangat Avraam sayang. 

“Akankah kita bertemu lagi?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status