Home / Rumah Tangga / Bukan Surga Impian / 6 : Taubatnya Sang Pendosa

Share

6 : Taubatnya Sang Pendosa

Author: Authorfii
last update Last Updated: 2025-01-19 21:14:24

Cakrawala di malam ini nampak tak begitu terang seperti hari malam biasanya. Rembulan yang kala ini berbentuk sabit pun bahkan kesepian—tanpa ada teman yang menemani. Benda-benda kecil yang biasa bertaburan di atas langit, kini tak nampak sama sekali. Keadaan malam yang suram, sama suramnya seperti keadaan hati seorang gadis dengan piyama teddy bear.

Entah sudah ke berapa kalinya gadis itu mendesah kasar, sedangkan jemarinya masih menyentuh keyboard laptop tanpa menari di sana. Biasanya, malam hari seperti ini—ia mendapatkan banyak inspirasi untuk bahan lanjutan kisah-kisah yang dia rangkai menjadi sebuah tulisan. Tapi karena malam ini, inspirasi tersebut entah menguap ke mana. Padahal, sudah banyak pesan cinta yang dia dapatkan dari penggemar setia yang menunggu kelanjutan kisah tersebut.

“Mungkin aku terlalu kepikiran tentang Dokter Cahaya, sampai-sampai sekarang aku nggak fokus nulis begini.” Jenna, gadis yang kini memilih menutup laptopnya menerawang kembali, pada masa di mana Dokter Cahaya kembali memintanya menjadi madu wanita itu. Terlebih, Dokter Cahaya juga mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

“Tapi kenapa juga harus aku?” Jenna memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. Setelah apa yang terjadi pada dirinya dan Dokter Cahaya, Jenna merasa beban pikirannya jadi bertambah.

"Kalau kamu mau, kamu bisa minta petunjuk sama Allah dulu. Shalat istikharah dua rakaat sebelum tidur selama 3 kali, bisa kamu coba lakukan." Itu perkataan Dokter Cahaya saat Jenna kembali menolak permintaannya. Alih-alih berhenti meminta Jenna untuk menjadi madu, Dokter Cahaya memberikan solusi di balik kebimbangan Jenna dengan shalat istikharah.

"Shalat istikharah? Rasanya aku sangsi. Aku sudah lama tidak pernah shalat sunnah seperti itu." Jenna sadar diri, jika dirinya saat ini sudah jauh dari rahmat Allah. Sebagai bentuk kemarahannya atas takdir yang tertulis, Jenna merubah dirinya yang dulu dipandang sholihah menjadi Jenna yang sekarang tak taat.

"Apa Allah masih mau denger permintaan aku? Apa Allah masih mau ampuni kesalahan aku?" Bola mata Jenna kemudian berotasi, memandang pada langit kelabu yang siap menurunkan rinainya. Hati yang berselimutkan kemarahan atas takdir, kini mulai luluh dengan adanya sebuah permintaan konyol dari seseorang terdekat Jenna.

Seolah langit pun menjawab pertanyaannya, tiba-tiba saja terdengar suara kilat petir yang membuat jantung Jenna berdegup kencang.

Suaranya begitu memekakkan telinga, bagi siapa pun yang mendengar. Pun membuat takut, bagi siapa pun yang melihat kilat petir itu. Tapi Jenna, seolah mendapatkan hidayah setelah mendengar suara petir tersebut.

Hatinya mulai dilingkupi perasaan tentram.

"Allah, apa ini jalan-Mu? Jalan yang Engkau beri padaku agar aku kembali kepada-Mu?" Hati Jenna berdesir seketika, kala kilat petir terdengar lebih kencang lagi. Jenna bukannya takut, tapi ia merasa ada secercah cahaya yang masuk ke dalam hatinya dengan tiba-tiba saat ini.

"Kalau ini memang jalan-Mu, tolong beri aku keyakinan lebih."

Di balik resah dan bimbang yang melanda, Jenna menyerahkan semua keputusan pada Allah—Sang Ilahi Rabbi.

Sementara di sisi lain, keadaan Cahaya malam ini turun drastis. Dia mendadak dilarikan ke ruangan ICU usai kehilangan kesadaran setelah dari toilet. Wanita itu benar-benar membuat sang suami terkejut, pasalnya kondisi Cahaya beberapa hari ini sudah cukup membaik.

"Kondisi bu Cahaya sekarang makin tidak stabil, Pak Reyhan. Kita harus segera bertindak lagi. Apa bu Cahaya sudah bersedia untuk melakukan kemoterapi?" Seseorang yang berstatus sebagai seorang Dokter memberi penjelasan.

Reyhan menyentuh dinding Rumah Sakit kala merasakan tubuhnya sedikit terhuyung. Penjelasan dari Dokter yang menangani Cahaya, membuat separuh jiwa Reyhan seolah terenggut paksa.

"Lakukan saja yang terbaik, Dok. Dengan persetujuan Cahaya, ataupun tidak." Dokter tersebut lantas mengangguk, lalu berpamitan untuk kembali menangani Cahaya. Sedangkan Reyhan, kini terduduk di kursi tunggu dengan kepala tertunduk dalam.

"Mas, aku merasa waktuku sudah tidak banyak lagi. Kalau waktuku sudah tiba, dan aku tidak sempat menyembuhkan Jenna—tolong bantu Jenna sembuh dari traumanya, Mas. Kumohon." Sekelebat ingatan sebelum Cahaya jatuh pingsan sehabis dari kamar mandi, membuat Reyhan memejamkan matanya sesaat. Sampai kapan pun dia tidak akan mau menikahi perempuan mana pun. Sekali pun Cahaya yang meminta. Apa lagi permintaan Cahaya untuk membantu menyembuhkan gadis itu.

"Ya Allah, tolong beri kesembuhan untuk istriku. Aku sama sekali tidak ingin memenuhi permintaan konyol istriku yang ingin aku menikah lagi." Dalam heningnya, Reyhan merapal banyak doa untuk Cahaya. Termasuk juga, keinginan Cahaya yang tidak bisa dia penuhi.

***

"Allahuakbar."

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Gemuruh di dada, dirasakan oleh seorang gadis yang baru saja menunaikan shalat sunnah istikharah. Tapi sebelum itu, dia lebih dulu menunaikan shalat sunnah taubat—yang membuat wajahnya kini nampak memerah.

Satu jam sebelum ia menunaikan shalat sunnah istikharah, gadis yang memakai mukena berwarna putih bersih dengan bordir berbentuk bunga matahari itu memohon ampunan pada Sang Khalik. Keadaan kamarnya yang hening, dan malam hari yang dingin—semakin membuat suasana semakin terasa haru.

Selama 8 tahun sudah, dia hilang arah dan menjauh dari rahmat Tuhan-Nya. Membuka aurat yang seharusnya dia tutupi dengan rapat, jarang memenuhi panggilan-Nya, bahkan tidak pernah lagi menyentuh Alquran—yang dulu setiap hari tidak pernah absen dia baca.

Aira Jenna Izzaty, malam ini menyadari kesalahannya. Ia menangis dalam diam, meluapkan segala perasaan yang membelenggu sekaligus memohon ampunan atas kesalahannya. Jenna sadar, jika dia telah salah dengan menjauhi Tuhan-Nya hanya karena takdir yang tertulis.

Tertulis sebagai seorang anak yang menyaksikan sang ibunda hancur karena sang ayah, membuat Jenna tidak bisa menerima. Terlebih, sang ibunda pergi meninggalkan dirinya setelah kejadian itu.

"Astaghfirullah," lirih Jenna saat mengingat banyak sekali kesalahan yang dia perbuat.

Bibirnya kelu, tenggorokannya tercekat saat ingin melontarkan doa yang dipinta selesai shalat istikharah.

Jenna masih merasa jika dirinya tidak pantas untuk meminta, karena saking banyaknya dosa yang diperbuat.

"Astaghfirullah," lirihnya lagi. Dan kali ini, diikuti dengan air mata yang turun deras. Air mata itu menjadi saksi, jika malam ini—seorang Aira Jenna Izzaty kembali seperti 8 tahun yang lalu.

Menyebut asma Allah, duduk berhadapan dengan mushaf, pun merasakan kedamaian di dalam hatinya.

Perihal taubat, dia sudah melakukannya dengan penuh penyesalan. Jenna hanya perlu menata kembali hati dan prilakunya kembali untuk berhijrah. Dia akan memulainya dengan perlahan.

"Aku tidak ingin banyak bicara lagi, karena Engkau Maha Tau apa yang tengah kurasakan kini. Aku hanya minta petunjuk Dari-Mu, terkait permasalahan hidupku ini. Jika memang aku ditakdirkan untuk menjadi istri kedua, maka teguhkanlah hatiku. Yakinkan aku kalau itu adalah Jalan-Mu. Tapi jika menjadi istri kedua tersebut banyak mendatangkan mudharat, kumohon beri dokter Cahaya hidayah—untuk berhenti memintaku menjadi madunya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Surga Impian    52 : Akhir Semua Luka

    Sempat diinfokan jika Jenna mengalami kritis, pasca melahirkan secara Caesar. Reyhan beserta keluarga besarnya dan keluarga Jenna, mengalami kegundahan hati luar biasa. Mereka tak henti merapal do'a untuk Jenna, pun mengikuti semua perkembangan yang dijelaskan oleh dokter. Syukurnya, masa kritis yang sempat membuat mereka khawatir sepenuh hati itu pada akhirnya usai. Jenna kembali sadar setelah dia tertidur selama hampir seharian. Bahkan bayinya, belum sempat mendapatkan asi pertama setelah dilahirkan ke dunia. Perihal masalah yang membuat Jenna kritis. Selain adanya traumatis yang cukup mendalam, ada juga pendarahan yang membuatnya kekurangan darah. Alhasil, Reyhan mengerahkan semua orang yang bisa dia mintai tolong untuk mencarikan beberapa kantung darah. Syukurnya, semua sudah teratasi dalam tepat waktu. "Kita patut bersyukur, Pak. Bu Jenna mau berjuang untuk tetap bertahan," kata dokter yang menangani Jenna. Reyhan bahkan tak mampu lagi menyembunyikan air matanya. Dia sudah me

  • Bukan Surga Impian    51 : Bertemu Sang Madu

    32 minggu kemudianMenjalankan hidup sebagai calon ibu, bagi Jenna bisa dibilang ada senangnya, ada juga tidak senangnya. Tapi jujur, senangnya lebih banyak dibandingkan tidak senangnya. Semasa hamil, Jenna justru merasa dirinya bak seorang ratu dalam rumah. Semua keinginan dan kebutuhannya dipenuhi dengan baik oleh sang suami dan keluarga. Bahkan perihal pekerjaan saja, Jenna tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan yang berat. Untuk hal yang tidak senang, Jenna cukup merasakan hormonnya turun naik. Dia tau, hal itu disebabkan oleh keadaannya yang sedang mengandung. Pernah satu waktu, Jenna ingin sekali seharian penuh bersama dengan Reyhan. Entah itu karena hormonal, atau ngidam yang katanya keinginan si cabang bayi. Jenna sebenarnya tak mempermasalahkan, jika sang suami menyanggupi. Hanya saja, dia merasa tidak enak—jika Reyhan harus mengabaikan pekerjaannya demi keinginan Jenna. Alhasil, Jenna yang menahan keinginan—sempat merasakan emosinya naik turun dan mood-nya hancur s

  • Bukan Surga Impian    50 : "Selamat tidur, Ya Zawjati."

    Setiap insan, memanglah tidak ada yang sempurna. Pasti ada cela di balik kesempurnaannya. Sama halnya dengan Reyhan, semasa pernikahan—dirinya merasa sudah cukup baik memperlakukan Cahaya. Meski mengaku tak cinta, tapi Reyhan begitu menyayangi Cahaya. Semua itu berjalan seperti pasangan suami istri pada umumnya. Namun Reyhan tak tau, jika pernyataan 'tak cinta' darinya—ternyata menyakiti hati sang istri, Cahaya. Sampai-sampai dia menahan rasa sakit itu bertahun-tahun lamanya. Terdengar tidak adil memang, saat Cahaya merasa sakit hati dengan tidak adanya pernyataan cinta itu. Dia justru menghadirkan sosok perempuan yang Reyhan cintai sejak dulu hingga kini. Membuatnya bersatu dengan perempuan yang ia kira, hadir hanya sebagai ibu pengganti untuk Anala. Setelah semua fakta itu terungkap, rasanya Reyhan merasa malu jika mengatakan dirinya suami yang baik untuk Cahaya. Nyatanya, dia tidak lebih dari seorang pria yang memupuk luka di hati perempuan baik hati seperti Cahaya. Reyhan tau,

  • Bukan Surga Impian    49 : Bukan Surga Impian

    Dalam hidup, hakikatnya terdapat dua hal yang dialami setiap insan. Sebuah kebahagiaan dan kesedihan. Tapi ada beberapa orang, yang mungkin saja diberikan kesedihan lebih lama untuk mendapatkan kebahagiaan yang kekal abadi. Salah satunya kebahagiaan yang kekal abadi adalah diberikannya surga dari Sang Maha Kuasa. Menilik kembali kehidupannya di masa lalu, bagi Jenna hidupnya pasang surut. Ada sedih dan ada juga bahagia. Kebahagiaan yang paling dirasakan, adalah saat keluarga kecilnya utuh dan saling menyayangi. Sementara kesedihan yang paling menyayat hati dirasakan, adalah ketika keluarga kecilnya hancur karena kesalahan sang ayah. Melempar dirinya ke masa lalu, bukan berarti Jenna ingin menyimpan perasaan dendam atas kesalahan sang ayah. Ataupun dirinya yang kembali membuka luka lama yang sulit untuk sembuh itu. Tapi dari kesedihan itu dirinya banyak belajar. Belajar bagaimana menjadi perempuan yang tidak goyah dengan seorang lelaki yang bermodalkan 'cinta', belajar menjadi perem

  • Bukan Surga Impian    48 : Sindrom Couvade

    Sudah ada beberapa hari ini, Jenna bolak-balik ke rumah ayahnya untuk merawat sang ayah serta Dania—ibu tirinya yang sekarang sudah mulai bisa berjalan lagi. Tentu saja, apa yang Jenna lakukan atas izin dari suaminya sendiri—Reyhan Dirgantara. Pria itu, bahkan setiap hari menjelang sore—datang menjemput Jenna bersama Anala. Ayah dan anak perempuannya itu selalu kompak memakai baju dengan warna sama akhir-akhir ini setiap kali datang menjemput Jenna. Seperti sore ini, Reyhan dan Anala kompakan memakai baju berwarna maroon untuk menjemput Jenna. Kedatangan mereka, disambut tawa kecil dari Jenna yang merasa lucu dengan tingkah keduanya. "Jadi, hari ini temanya maroon?" tanya Jenna dengan senyum kecil di wajah. "Iya, Bunda. Malahan ya, tadi Papa maunya pake baju pink. Terus aku bilangin, emangnya Papa mau diledekin Bunda pake baju yang warnanya cewek banget. Eh, nggak jadi deh." Anala menyahuti pertanyaan Jenna sebelumnya. Anak gadis itu, menceritakan apa yang terjadi di rumah sebelum

  • Bukan Surga Impian    47 : Hakikat Ikhlas

    Setelah hijrah, Jenna banyak sekali belajar lebih memperdalam lagi ilmu agama. Untuk yang kali ini, dia tidak ingin lagi salah melangkah di saat ujian datang. Tentu saja, apa yang dia lakukan di masa lalu—marah karena Allah memberikannya ujian lewat keluarga kecil yang hancur, Jenna malah melampiaskan kemarahan dalam bentuk kemaksiatan. Dia membuka kembali auratnya, dia tidak lagi rajin setiap hari membaca Alquran, dia tidak lagi melakukan sunnah-sunnah yang sangat dianjurkan, bahkan untuk shalat—dia sering sengaja telat, meskipun tidak sampai meninggalkan. Lewat hidayah yang dia jemput, dan dia dapatkan secara tak terduga. Usai almarhumah dokter Cahaya memintanya menjadi madu, Jenna merasakan jika dirinya sudah terlanjur jauh dari Allah. Maka sekarang yang dilakukan oleh Jenna, selain dia bergaul dengan orang-orang sholih. Dia juga belajar memperdalam ilmu agama seorang diri. Sebelum resmi menikah dengan Reyhan, dia juga sudah sering datang ke majelis ilmu. Apalagi setelah menika

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status