“No! Please, Kak! Tolong aku!” Jerit Jingga ketakutan saat seorang dokter dan beberapa perawat mendekatinya.
“Mereka cuma mau memeriksa keadaan kamu, Jingga. Itu tangan kamu berdarah dan mesti diobati!” Ilana sama paniknya dengan orang yang ngumpet di balik tubuhnya.“Ta...tapi...”“Jingga!” bentak Agni kesal, anehnya ia berhasil mengambil atensi Jingga. “Nggak pakai kata ‘tapi’! Kamu butuh perawatan dan mereka ada disini untuk merawatmu, bukan untuk menyeretmu kepenjara!”Jingga yang semula bersembunyi di balik tubuh Ilana, perlahan memperlihatkan diri meski dengan tubuh yang gemetar.“Nama kamu Jingga?” tanya pria bersurai coklat terang dengan stetoskop terkalung dilehernya. “Aku Dokter Lexy, aku adalah orang yang menjadi dokter kamu semenjak kamu masuk ke rumah sakit beberapa hari ini. Kami tidak akan berbuat hal buruk, jadi kamu nggak perlu takut,” lanjut sang dokter membujuk dengan suara lembut.Tetapi, Agni dan Ilana yang mendengar tutur kata sang dokter malah memutar mata, mengisyaratkan ‘halah gombal’.Mata Jingga dan Dokter Lexy saling pandang, gadis delapan belas tahun tersebut menelaah, memastikan bila pria dihadapannya tidak berbahaya. Meskipun, ia tidak bisa mempercayai orang lain, belum. Perlahan, Jingga mengulurkan tangannya pada sang Dokter.“Tolong diobati,” ucap Jingga lirih.“Ok, tapi kamu naik dulu ke tempat tidur, biar aku lebih mudah untuk mengobati dan kembali memasang selang IV,” pinta Dokter Lexy lembut. “Ilana, tolong dibantu!” lanjut Lexy berpaling pada tunangan Agni, seraya memberi isyarat mata untuk memperhatikan gestur sang pasien.“Oh iya, kenalkan dulu! Aku Dokter Galih Alexander, aku dan Agni sudah lama bersahabat, jadi kamu nggak perlu ragu untuk ngobrol denganku. Tapi, kalau aku boleh tahu, kenapa kamu ketakutan pada kami?”“Orang akan menjauhiku ketika mereka tahu siapa aku sebenarnya,” ucap Jingga pelan, tetapi masih terdegar jelas oleh Lexy dan juga Ilana.“Why? Apa kamu melakukan satu hal yang salah?” tanya Lexy menggunakan nada ringan dan santai sambil tersenyum tipis menenangkan, tangannya sibuk memasang IV baru.“Aku nggak salah!” Tegas Jingga tiba-tiba, suaranya yang nyaring mengejutkan orang disekitarnya. “Bukan aku yang salah! Kenapa semua orang selalu menyalahkan aku hanya karena caraku berpakaian? Apa kalian pikir jika aku berpakaian sexy lantas aku penjaja cinta satu malam? Aku hanya suka fashion, bukan kupu-kupu malam!” Emosi Jingga terpancing lantaran mendengar pertanyaanRentetan kalimat yang dikatakan Jingga menjelaskan alasan mengapa gadis tersebut memiliki gangguan emosional.“Hei, tenang dulu! Disini nggak ada yang berani memandang kamu seperti itu. Kami akan menjaminnya.” Kembali Lexy menenangkan Jingga.“Tapi mereka begitu, mereka menyalahkan aku seakan semua itu dosaku, seakan aku yang salah. Seolah-olah hanya aku yang membuat dia melakukan semua itu.”“Dia? Dia siapa? Lalu apa yang dia lakukan sampai membuat kamu disalahkan?” selidik dokter bersurai coklat terang tersebut, masih dengan suara lembut yang menenangkan. Namun, seketika itu juga Jingga tutup mulut.Pandangannya menatap lurus kearah pria yang mengobatinya, kemudian tertunduk, diam seribu bahasa.“Boleh tahu dari mana asal kamu?” Lexy mengalihkan pembicaraan.“Boleh aku untuk nggak menjawab?”“Nggak ada yang memaksa kamu untuk menjawab, aku disini sebagai tenaga medis, bukan polisi yang harus kamu berikan kesaksian. Jadi, jangan terlalu merasa tertekan, Oke!” guyon Lexy sambil membelai rambut Jingga pelan. “IV nya sudah beres, kamu istirahat dulu!” lanjutnya.“Agni! Ilana!” panggil sang Dokter. “Kita ngobrol di ruanganku dulu, bisa?” Agni dan Ilana mengangguk setuju kemudian mengikuti Lexy ke ruang kerjanya.Dalam ruang kerja Dokter Lexy, Agni dan Ilana duduk berdampingan menghadap sang dokter yang sudah mereka kenal sejak lama.“Dia sebenarnya kenapa, Lex?” tanya Agni pada sosok pria berjas putih yang duduk di sisi lain meja. “Aku bingung, lho! Dia ngeliat aku kaya ngeliat demit.”“Kamu memang sudah cocok kok jadi demit, Ni! Bagaimanapun juga kamu kan orang yang ditakuti sama anak buahmu!” sahut sang dokter menggoda Agni. “Coba tanya orang-orang di sekitarmu selain orang terdekat, ‘siapa yang nggak takut sama Pak Agni Kumbara Dirgantara?’ aku jamin tidak ada seorangpun yang tunjuk tangan. Kalau sampai ada, bilang padaku! aku akan menghadiahinya uang tunai”“Lexy! Aku serius, Lex! Kalau kamu terus menggodaku begini, aku pastikan besok pagi, semua surat kabar di negara ini akan memuat berita tentang Dokter Galih Alexander yang seorang playboy cap kecoa senang koleksi cewek!”“Nggak lucu kamu, Ni! Mainannya pakai ancam-ancaman!” protes Dokter Lexy yang disambut dengan tatapan tajam sang sahabat. “Ok! ok! Aku ngaku kalah!” sahut sang dokter sambil angkat tangan, tak berani lanjut menggoda teman semasa sekolahnya itu. “Jadi gini, Ni....”“Agni, Lex. Lengkap! Kalau kamu manggil aku Ni-Ni-Ni-Ni, orang bisa salah sangka menilai aku pria belok dengan nama Nini!” seloroh Agni gemas pada dokter yang menangani Jingga saat ini.“Astaga, Agni!” seru Dokter Lexy, gemas pada kelakuan temannya yang megalomania tersebut. “Kalau bukan teman, sudah ku buang kamu dari dulu!”“Kalian berdua! Berhenti berdebat dan selesaikan penjelasannya atau aku sendiri yang akan mengirim kalian berdua ke neraka!” bentak Ilana yang bosan dan sudah pusing mendengarkan ocehan dua orang pria di hadapannya.Seketika Agni dan Lexy terdiam saling tatap. Ternyata sesuperior apapun seorang laki-laki, mereka tetap tidak akan berkutik bila wanita sudah angkat bicara. Lebih baik diam dari pada benjol, bukan?Lexy berdeham pelan demi mengembalikan harga dirinya yang baru saja tercecer. “Jadi, menurut prediksiku, gadis yang kalian temukan ini kemungkinan mengalami peristiwa yang membuatnya trauma atau mungkin malah sudah ke tahap yang lebih jauh misalnya depresi,” jawab Lexy dengan mimik wajah serius. “Tetapi kalau kalian berdua tanya kejadiannya ke aku, jelas aku nggak tahu, aku belum pernah belajar jadi ahli nujum soalnya.”“Duh Gusti, paringono Eling!” gerutu Ilana. “Mas Lexy!” dilanjut dengan bentakan kesal gadis dua puluh lima tahun tersebut pada dokter bersurai coklat terang, berwajah blasteran.“Iya, Ilana! Aku ngerti!” sahut Dokter Lexy setelah berhasil mengontrol diri dari kemungkinan untuk berkomentar yang melenceng dari tujuan, lagi. “Untuk lebih jelasnya kita harus bertanya pada gadis itu, hanya saja sebelum kita bertanya secara spesifik tentang masalahnya, kita harus lebih dulu memulai pendekatan. Kita harus memberikan rasa aman dan nyaman saat ada bersama dia, memberikan pandangan padanya kalau kita bisa dipercaya dan tidak akan melukai dia.”“Terlalu panjang, Lex. Nggak bisa langsung tanya saja?”“Demi sempak Fir’aun! Ni, aku mesti gimana jelasin ke kamu? pake bahasa planet mana?”“Mas Lexy!” bentak Ilana yang mungkin akan segera terkena serangan darah tinggi menghadapi dua pria yang sedang berdiskusi dengannya.“Hen, harus bagaimana aku bersikap supaya adikku bisa membuka matanya dan melihat kenyataan bila orang yang ia tolong hanya memanfaatkannya?” tanya Agni membuka pembicaraan pada asisten kepercayaannya selain Lukman yang biasa ia tugaskan untuk mendampingi Ilana.“Maksudnya si Karin, Boss?” kata Henry balik bertanya.“Siapa lagi kalau bukan dia. Anak itu sampai rela bertunangan dengan Jingga sesuai perintahku padahal antara dia dan Jingga sama sekali tidak ada rasa.”“Mungkin Angkasa merasa menjaga Karina adalah tanggung jawabnya, seperti Boss menjaga Jingga,” jawab Henry membuka sudut pandang. “Hanya saja, Angkasa mungkin belum bisa melihat apa yang Boss lihat dari seorang Karina. Tetapi, kalau aku boleh tanya, kenapa juga Boss nyuruh Angkasa untuk bertunangan dengan Jingga, apa lagi menilik dari masa lalunya dia yang bisa dikatakan kelam?!” lanjut sang asisten bertanya-tanya.“Karena Karina dan Jingga sangat bertolak belakang. Sampai detik ini Jingga tinggal di rumah, dia nggak pernah
“Cewek sialan! Brengsek! Beraninya nyuruh pelayan buat nendang aku!” umpat Karina geram sambil memegangi perutnya yang baru saja terkena sentuhan manis Dian.“Masih untung Dian yang nendang bukan aku, atau kamu mau kalau aku yang melakukannya? Aku masih punya banyak tenaga untuk itu dan kupastikan juga kamu nggak sadarkan diri setelahnya!” kata Jingga dengan santainya menyilangkan kaki di sofa.“Tunggu sampai Angkasa tahu tentang ini, kamu akan ada dalam masalah!” “Jadi siapa yang bersembunyi di balik siapa? Aku yang bertameng Mas Agni atau kamu yang memanfaatkan keberadaan Angkasa saat ini?” Sarkas gadis berusia delapan belas tahun tersebut.“Dengar, wanita sial! Aku disini bukan menumpang, aku masih bekerja mencari uang, bukan seperti dirimu.”“Kau belum pikun, kan? Apa kau lupa kalau kau yang sudah membuatku dipecat dari pekerjaanku dan setiap tempat yang kudatangi pasti menolak resume-ku.”“Bagus, artinya mereka tahu cara memilih kualitas SDM,” sergah Karina cepat menanggapi kesu
Siang hari yang terik, Jingga berjalan memasuki rumah dengan lunglai. Lagi-lagi resume-nya ditolak semenjak kasusnya dengan Karina waktu itu, nama baiknya hancur berantakan dan tidak satupun tempat yang mau mempekerjakannya. Ia hanya bisa menghela napas panjang meratapi hidup yang tak adil. “Damn!” umpat Jingga sambil menghempaskan surai ikalnya. “Kalau saja aku nggak memikirkan nama baik orang lain, ingin rasanya menjambak rambut panjang Karina. Demi Tuhan, aku sudah lelah tidak dihargai orang lain.” “Lain kali jambak saja, Non!” bisik seseorang dari balik punggung Jingga. “Duh Gusti!” seru Jingga terkejut. “Kalau ngomong jangan dari belakang dong! Jantungku cuma satu, kalau copot nggak ada gantinya!” “Namaku Dian, Non! Bukan Gusti,” protes sang pelayan sambil memanyunkan bibirnya. “Ya nggak gitu juga maksudnya, Diaaaaaan! Kamu tuh ngagetin, bisa nggak kalau bicara dari depan, jangan tahu-tahu ngomong di deket telinga orang!” omel Jingga nyerepet panjang. “Hehehe... maap, Non.
“Selamat atas pertunangan kalian, semoga akur-akur. Jangan kaya anjing dan kucing terus.” Angkasa hanya memutar matanya jengah, sebab Irfan dengan sengaja menggodanya. Sedang Jingga memilih untuk diam tak menyahuti sahabat dari tuangannya.“Fan! Jangan cari masalah!” tegur Angkasa. “Kak Irfan, ngomong-ngomong dimana teman kalian yang perempuan? Bukankah jika ada kalian bertiga pasti ada dia?” tanya Jingga mengalihkan pembicaraan. “Oh, itu... Karina malam ini ada part-time jadi nggak bisa datang, maklumlah keadaan finansialnya dia agak berbeda dari kami,” jawab Irfan hampir benar. Karena kenyataannya Karina sama sekali tidak diterima di acara tersebut, sehingga Angkasa memutuskan untuk tidak memberitahunya.“Hoo... Bukannya dia punya sahabat yang siap jadi dompetnya, Kak?” Sindir Jingga sambil melirik kearah sang tunangan.“Kalau itu aku no comment deh, bisa hancur dunia persilatan kalau aku komentar.” Sahut Irfan mengamankan diri.“Kamu bisa manggil Irfan dengan sebutan ‘kakak’ tap
Ilana berdiri di depan cermin, membantu Jingga menata berdandan dan menata surainya dengan indah. Ia sendiri sudah mengenakan gaun ungu cantik untuk pesta malam ini.Sesuai dengan keinginan Agni, pesta pertunangan antara Angkasa dan Jingga digelar setelah kembalinya sulung Dirgantara dari perjalanan bisnis. “Kak, aku masih tidak yakin dengan perjodohan ini. Apa nggak sebaiknya dibatalkan saja?”“Keputusan Mas Agni sudah bulat, Ngga. Aku sendiri masih belum paham alasannya apa, tetapi Mas masih belum mau jawab pertanyaanku. Terakhir dia cuma mengatakan kalau Angkasa membutuhkan seseorang seperti kamu untuk berada di sampingnya.”“Tetapi, ini beneran nggak rasional, Kak. Dari mana datangnya keteguhan Mas Agni kalau nggak ada alasan.”“Kalau masalah alasannya kamu bisa tanya langsung saja ke Mas Agni, dia malah bilang aku harus nunggu kamu cerita baru dia bisa menjelaskan alasannya, cuma cerita apa aku juga nggak tahu pasti.” “Serius, Kak. Aku bingung dengan penjelasan Kak Lana yang mu
“Ilana, besok siang Mas harus berangkat ke luar pulau buat ngecek bahan mentah yang baru datang sekalian ketemu sama pihak vendor, mungkin sekitar satu sampai dua minggu. Kiranya kamu bisa menangani situasi dirumah atau nggak?” tanya Agni ketika berbicara berdua dengan sang tunangan di ruang kerjanya.“Bisa, Mas. Mas Agni bisa pergi dengan tenang, masalah dirumah biar aku yang handle,” Jawab Ilana yakin. “Memang sih agak rumit, terutama di Jingga yang masih dalam masa pemulihan, ditambah kamu yang bikin masalah baru dengan mencoba menjodohkan dia dengan Angkasa. Tetapi, sejauh ini masih bisa kuatasi.”“Nanti kuminta Lukman dan Bayu untuk stay di rumah selama aku nggak ada. Aku nggak mau kejadian seperti tempo hari dimana Jingga hampir kabur dari rumah.” Ujar Agni sambil meletakkan kaca matanya. “Iya juga, kok aku nggak kepikiran sampai sana.”Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar, menginterupsi pembicaraan mereka. “Mas, ini Angkasa. Boleh aku masuk?”“Masuk!” sahut Agni datar. Se