*Happy Reading*
Sebenarnya, ada banyak sekali pertanyaan yang ingin Ina tanyakan pada Mbok Darmi. Demi menuntaskan rasa penasarannya.
Tetapi, wanita tua itu malah pergi begitu saja setelah mengatakan hal tadi, karena harus menyiapkan makan malam sebelum Pak Sean datang.
Sumpah demi apapun. Ina benar-benar penasaran sekali pada keluarga ini sekarang. Karena, apa yang barusan Ina dengan benar-benar terasa janggal, dan ... memang Ina juga kan belum kenal betul tentang keluarga ini.
Ina baru mengenal mereka satu hari, dan belum tahu apa-apa tentang keluarga ini. Jadi wajarkan, kalau Ina sangat penasaran sekarang.
Namun, sebagai orang yang di gadang-gadang akan masuk menjadi anggota keluarga. Ina tentu harus tahu bagaimana keluarga yang akan dia masuki ini, iya kan?
Setidaknya, Ina harus tahu sifat-sifat dan masa lalu Pak Sean, yang katanya akan menikahinya. Karena Ina tidak mau seperti membeli kucing dalam karung nanti.
Selain itu, sebagai calon istri. Ina wajib tahu bagaimana luar dalam pria yang akan menikahinya. Karena Ina juga sama seperti wanita lainnya, yang hanya ingin menikah satu kali seumur hidup.
Meski mungkin Ina bukan yang pertama untuk suaminya. Tapi Ina sangat berharap akan menjadi yang terakhir.
Karena itulah, Ina bertekad akan mencari tahu tentang keluarga ini. Sebelum dia benar-benar dibawa ke pelaminan nanti.
Pelaminan?
Benarkah Ina akan dibawa ke pelaminan?
Ina sendiri masih tidak yakin Pak Sean yang galak, namun tampan itu akan benar-benar mau menerimanya sebagai seorang istri.
Karena jelas terlihat, jika pria itu tak tertarik sama sekali pada Ina. Lalu, kenapa pria itu setuju menikah dengannya, ya?
"Non, kata nyonya. Enon suruh makan duluan saja. Nanti nyonya nyusul kalau sudah selesai menelpon," beritahu Eti. Salah satu pembantu baru di sini.
Tadi Nyonya Sulis bilang, Eti ini baru bekerja sekitar enam bulanan di sini. Itu berarti dia pasti tidak bisa Ina korek Informasinya.
Kenapa?
Karena Pak Sean sendiri sudah menduda selama tiga tahun. Jauh sebelum Eti masuk dan .... sudahlah, Ina yakin Eti gak akan tahu apapun tentang keluarga ini.
Menuruti titah yang diberikan. Ina pun mengikuti Eti ke meja makan, dan langsung berbinar saat melihat hidangan yang sudah memenuhi meja panjang tersebut.
Ada ayam goreng juga kesukaannya. Wah! Akhirnya Ina bisa makan ayam goreng sepuasnya, tanpa harus menunggu hari raya.
Alhamdulilah ....
Setidaknya Ina di sini tak akan kelaparan, kan?
"Ayo, non. Silahkan duduk. Bibi ambilin nasi, ya?" titah Mbok Darmi yang sudah menunggunya, dan melihat haru pada mata Ina. Gadis ini terlihat seperti anak kecil yang mendapatkan mainan kesukaannya.
Yang Mbok Darmi dengar. Katanya gadis ini dari keluarga kurang mampu. Jadi mungkin saja, dia jarang melihat makanan seperti ini.
"Ina boleh makan ayam goreng itu, dua gak, Bi? Ina suka sekali sama Ayam goreng," pinta Ina dengan harap.
Mbok Darmi pun tersenyum penuh kasih, sebelum mengangguk dan berkata, "Boleh, Non. Tiga juga gak papa. Atau ... di habiskan pun tidak masalah. Bibi masih punya satu ekor yang siap masak kalau kurang."
Mendengar itu, mata indah Ina yang sewarna madu pun berbinar senang, dengan lengkungan senyum yang makin terkembang di wajahnya.
Asyiikkk! Ina bisa makan ayam goreng sepuasnya sekarang, tanpa harus nunggu hari raya, dan menghabiskan uang Ayah dan Ibu.
Degh!
Mengingat hal itu. Senyum Ina pun seketika luntur. Karena kembali teringat pada kematian kedua orang tuanya.
Ina merasa dzolim tiba-tiba. Karena dia menyadari, jika dia bisa mendapatkan semua ini akibat kematian Ayah dan Ibunya. Rasanya, seperti menari-nari di atas pusara orang tuanya.
Ina merasa jadi anak durhaka.
"Loh, Non. Kenapa? Kok tiba-tiba sedih gitu?" tanya Mbok Darmi yang menyadari perubahan ekpresi Ina.
"Ina inget Ayah sama Ibu, Bi," lirih Ina kemudian.
Mbok Darmi yang memang sudah mengetahui cerita itu dari sang Nyonya pun merasa Iba, dan langsung mengelus pundak Ina sebagai suport untuknya.
"Nanti sholat jangan lupa kirim alfatihah, ya?" ucap Mbok Darmi memberi solusi.
Ina hanya mengangguk pelan, sebelum akhirnya dibimbing duduk di salah satu kursi makan yang ada di sana.
"Sekarang makan dulu. Biar gak sakit." Mbok Darmi lalu melayani Ina dengan penuh kasih sayang.
Melihat Ina yang lugu, Mbok Darmi seketika mengingat cucunya di kampung, yang usianya tak beda jauh dari Ina.
"Bi, Ina gak papa makan duluan? Nanti kalau Bu sulis sama Pak Sean marah, gimana?" Ada rasa khawatir menyusup hatinya. Saat menyadari jika sebenarnya dia hanya tamu di Rumah itu.
"Gak papa, Non. Kan Nyonya tadi udah nyuruh enon makan duluan. Nah, kalau den Sean. Sepertinya malam ini gak akan pulang, soalnya katanya sudah berangkat ke luar kota. Mengurusi cabang perusahaan yang masalah."
Eh? Jadi Pak Sean gak akan pulang? Kok, mendadak?
Itu tadi alasannya beneran, atau cuma alasan untuk menghindari Ina saja, karena sebenarnya pria itu tak mau menikahi Ina.
================================
Hayo bantu Ina menebak, yuk. Siapa tahu ada diantara kalian yang cenayang.Gimana? Udah bisa nebak belum akan kemana novel ini berlanjut.
Yuk komen banyak-banyak. Biar author makin semangat updatenya.
*Happy Reading* "Bibi lagi ngapain? Ina bantu, boleh?" Mbok Darmi yang sedang menyiapkan bahan masakan untuk sarapan pagi itu pun langsung menoleh ke arah Ina, dan terlihat cukup terkejut melihat kehadiran gadis itu di sana. "Loh, Non Ina kok udah bangun? Ini kan masih pagi, Non?" tanya Mbok Darmi kemudian. Ina tak langsung menjawab. Memilih makin mendekat ke arah Mbok Darmi, dan melihat bahan apa saja yang sedang di siapkan oleh orang, yang juga sebagai kepala pembantu di Rumah itu. "Di kampung Ina udah biasa bangun sebelum subuh, Bi. Soalnya harus membantu Ibu Warteg buat masak juga biar dapat uang lebih. Sejak itu malah jadi kebiasaan sampe sekarang." Ina kemudian bercerita dengan riang pada Mbok Darmi. "Oh, begitu ...." Mbok Darmi hanya bergumam menanggapi Ina. "Mbok mau masak apa, sih? Kok banyak banget bahan masakannya?" tanya Ina lagi, setela
*Happy Reading* Jadi, Ina yang ketiga? Ya ampun .... Ina pun refleks mengusap wajahnya, saat menyadari kenyataan itu. Tidak ingin percaya dengan pendengarannya saat ini. Ya, Tuhan .... kenapa Ina merasa jadi terjebak jerat pria doyan kawin, ya? Lah, kalau begitu apa bedanya Pak Sean dan Pak Joko? Meski beda di jumlah Istri, tetap saja mereka intinya doyan kawin iya, kan? Duh, kenapa Ina harus selalu berurusan dengan pria hidung belang, sih? Kek gak ada cowok single baik-baik aja di dunia ini? Kenapa pula harus sama cowok yang doyan kawin? Ugh ... rasanya Ina mulai kesal dengan keadaan. "Jadi Pak Sean sudah pernah menikah dua kali?" Meski begitu, Ina pun tak membuang kesempatan, untuk mengintrogasi Mbok Darmi yang sepertinya memang tahu semua hal tentang keluarga ini. "Tepatnya terpaksa poligami, soalnya Papinya No
*Happy Reading* Bertemu Rara dan Kean? Tentu saja Ina mau! Kebetulan, Ina sudah sangat penasaran pada dua orang itu. Khususnya pada Rara, yang katanya mantan istri Sean. Ina ingin tahu bagaimana rupa Rara itu. Apa secantik istri pertama Sean? Atau malah lebih. Ina benar-benar ingin bertemu Rara. Selain itu, Siapa tahu Ina juga bisa dapat sedikit Info tentang masa lalu mereka? Bukan apa-apa. Jujur saja Ina sebenarnya belum yakin pada pernikahan yang Nyonya Sulis tawarkan untuknya. Ina bukan mau sombong. Atau tak tahu berterima kasih karena sudah di tolong, bahkan diberi tempat tinggal sekarang. Hanya saja, bagaimanapun Ina ini tetaplah seorang wanita biasa, yang punya mimpi seperti wanita pada umumnya. Yaitu ingin menikah sekali seumur hidup. Tidak masalah jika Ina bukan yang pertama. Karena semua orang memang puny
*Happy Reading* Tok ... tok ... tok .... Ina baru saja selesai shalat saat ketukan itu terdengar. Masih menggunakan mukenanya, Ina pun bergegas menghampiri suara tersebut, untuk melihat siapa gerangan yang mengetuk pintu kamarnya? Degh! Napas Ina pun sontak tercekat, saat akhirnya melihat Sean sudah berdiri gagah di ambang pintu kamarnya. Dengan wajah datar ciri khas pria itum Mau apa lagi pria ini? Mau nyakitin hati Ina lagi? Atau, apa? Dia mau apa nemuin Ina lagi? Segala praduga pun mulai bermunculan di kepala Ina, akibat kehadiran pria, yang tadi pagi sudah kembali melukai hatinya itu. Bukan apa-apa, sejak selesai sarapan bersama tadi pagi. Ina memang berusaha menghindari Sean, yang ternyata hari ini tidak pergi ke kantornya. Tentu saja, hari ini kan sabtu. Pria ini tentu libur bekerja di hari weekend, kan? Mak
*Happy Reading* "I-ini apa?" tanya Ina dengan ragu, saat akhirnya meraih dan membuka kotak berwarna merah, yang tadi Sean lemparkan dengan pelan ke pangkuannya. Isinya liontin indah sekali. Ina sampai menelan salivanya kasar saat melihat liontin tersebut. Sebab, selama 20 tahun dia hidup dan bernapas di dunia. Inilah kali pertama dia melihat langsung perhiasan mahal, yang lebih berkilau dari perhiasan yang biasa di pajang toko emas depan wartegnya dulu. Ini, bandulnya pasti berlian, iya kan? Duh, indah banget, sih? Ina jadi pengen segera-- "Hadiah untuk Mama." Eh? Oh, buat Nyonya Sulis ternyata. Seketika Ina pun merasa kecewa, karena sudah berharap tinggi saat melihat perhiasan di tangannya ini. Ina yang bodoh. Siapa dia, coba? Sampai Sean mau repot-repot memberikan perhiasan semahal ini untuknya. Ina pun langsung menutup kotak itu
*Happy Reading* Akibat kejadian kemarin, tepatnya kedekatan yang tercipta di Mall. Semalam Ina sukses tak bisa memejamkan matanya, karena terus terbayang sikap Sean yang menurutnya manis. Ya, ampun. Kemaren yang jalan sama Ina beneran Sean, kan? Bukan kembarannya. Apalagi makhluk jadi-jadian yang menyerupai pria itu. Soalnya ... beda banget sumpah, sama Sean yang Ina kenal. Pria galak yang punya mulut pedas, ternyata bisa semanis kemarin. Duh ... Ina jadi baper. Tolong jangan salahkan Ina untuk hal ini. Karena usia yang masih terbilang muda, dan tidak adanya pengalaman soal percintaan sebelumnya. Membuat Ina jadi baperan begini pada Sean. Jangankan diperlakukan manis oleh pria seperti Sean, yang tampangnya memang tak diragukan lagi. Dikasih tetelan lebih oleh tukang bakso saja. Ina kadang baper. Soalnya, tukang baksonya juga masih muda dan lumayan tampan.
*Happy Reading* Sebenarnya, sejak mendapati sikap Sean yang ternyata masih cuek dan acuh seperti sebelumnya. Ina malas sekali bertemu pria itu lagi. Katakanlah Ina ngambek! Tentu saja! Bagaimana Ina tidak ngambek? Kalau gara-gara sikap Sean kemarin, dia sudah baper sampai tidak bisa tidur semalaman. Eh, Sean-nya malah B aja. Kan, kesel, ya? Mentang sudah dua kali nikah! Seenaknya aja manis-manisin anak gadis orang. Kan Ina jadi baper. Karena itulah, demi mengembalikan perasaannya yang terlanjur baper. Ina pun awalnya berniat menghindari Sean, bahkan tak ingin bertemu untuk beberapa hari. Sayangnya, itu hanya jadi niat awal saja. Karena selain mereka satu atap, ada saja kejadian yang mengharuskan mereka bertemu pria itu. Misal pagi ini, saat masakan sudah matang, dan Ina sudah akan beranjak kembali ke kamar. Mbok Darmi tiba-tiba diare dan ... ya ...
*Happy Reading* Ina mengerjap bingung, masih mencoba mencerna maksud Sean sebenarnya. Sementara Sean sendiri, malah kini terdiam kembali sambil menatap Ina lekat. Zaina Rahayu. Gadis polos yang baik hati, meski tidak begitu cantik tapi sepertinya gadis ini pintar membuat orang nyaman di sekitarnya. Termasuk Sean. Namun, justru hal itulah, yang membuat Sean merasa jika dia tidak cocok menjadi pasangan Ina. Karena Sean tidak ingin ada Rara kedua dalam hidupnya. Itulah sebabnya, sepertinya Sean harus memastikan lagi keputusan Ina terhadap pernikahan ini. "Kamu harus tahu, Ina." Sean kembali membuka suara. "Saya ... benar-benar bukan pria baik." Pria itu ingin mencoba jujur, namun rasanya berat sekali. "Karena sudah dua kali gagal dalam pernikahan?" ulang Ina memastikan alasan Sean. "Mungkin ... itu salah satunya. Tapi, saya juga setuj