Share

Aneh Tapi Menyenangkan

Pukul sembilan lima puluh lima menit, David melajukan mobilnya menuju Prime Coffee. Baru saja ia antarkan Anjani kembali ke sekolah. Mahasiswi cantik itu masih tampak dari kaca spion mobilnya, masih menatap kepergian David. Senyum manis mengembang di wajahnya. Ia lalu memasuki gerbang sekolah setelah mobil David mendahului mobil di depannya.

Beberapa notifikasi pesan muncul di gawai David. Ia melirik, dari Anjani, Adelia, grup sekolah dan bebarapa yang tak dapat tampil di layar gawai. David tersenyum, ia masih begitu penasaran dengan apa yang akan Adelia bicarakan dengannya. Selain tentu ada senggurat rindu yang diam-diam ia simpan untuk mantan dambaan hatinya itu. Mereka tidak pernah bertemu sejak Adelia mengakhiri hubungan hampir tiga bulan lalu.

David keluar dari mobilnya, di area parkir Prime Coffee tempat yang sama satu jam lalu. Tidak banyak kendaraan parkir di sana. Jam sibuk kedai kopi ini memang belum sampai, ini masih terlalu pagi. David membuka pesan dari Adelia, dia di lantai dua. Tempat yang cocok untuk menyendiri dan menunggu seseorang.

Seorang pekerja menyambut ramah David seketika memasuki pintu kaca ganda Prime Coffee dan menawarkan bantuan. Perempuan muda seusia Anjani, ia begitu ramah menjelaskan beberapa menu andalan. David memesan Long Macchiato dan meminta untuk diantarkan ke lantai dua. Ia lalu bergegas berjalan menuju tangga sementara perempuan itu sempat memperhatikan David sebelum memberikan pesanan kepada Barista.

David muncul di lantai dua, ia menyapu seluruh sudut ruang dengan matanya. Tak banyak pengunjung, hanya tiga orang laki-laki yang tengah menikmati kopi dan beberapa makanan ringan sambil menghisap vape, dua orang perempuan di sudut balkon. Seorang berhijab dan seorang lagi tampak sedang dalam panggilan telepon. Perempuan berhijab itu menatap David, ia melambaikan tangannya.

“Vid!”

Ia setengah berteriak. Senyumnya mengembang, ia tampak begitu cantik dan anggun. David terdiam, ia lalu memaksimalkan akomodasi matanya. Dalam jarak sekitar sepuluh meter ini, ia belum dapat memastikan apakah itu Adelia.

“Adel?” David seperti tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia segera menghampiri perempuan itu.

“Apa kabar, Vid?” Adelia berdiri dan mengulurkan tangan begitu David sampai di hadapannya.

“Kamu Adelia?” tanya David memperhatikan lekat-lekat wajah Adelia yang memerah. Adelia tersipu, jantungnya berdegup kencang seolah bertemu kekasih yang lama tak bersua saat David menyambut uluran tangannya.

“Kenapa? Aku aneh ya?” Adelia tampak memeriksa dan membenahi jilbab dan pakaiannya.

“Masya Allah, sejak kapan? Aku ikut senang, Del,” ujar David gamang, ia tak menemukan kata-kata yang dirasa cocok untuk mewakilkan rasa kagumnya.

“Tapi aku cantik kan, Vid?”

“Hah? Ya … cantik dong,” jawab David ragu, ia merasa sedang bertemu dengan Adelia yang berbeda. Sepanjang ia mengenal dan dekat dengannya, Adelia tidak pernah sekali pun bertanya apakah ia cantik bahkan kepada kekasihnya sendiri.

“Alhamdulillah, pantesan kamu nggak mau lepasin tanganku, gitu amat ngeliatinnya, Vid.”

“Eh, sorry….”

David spontan melepaskan tangan Adelia. Wajahnya memerah, ia membuang pandangannya segera. Ia malu, canggung dan salah tingkah. Baru ia ingat bahwa perempuan di hadapannya adalah calon istri orang.

“Duduk, Vid. Sudah pesan?”

“Oh sudah, mungkin sebentar lagi di antar. Sorry ya nunggu lama, tadi aku antar berkas dulu,” ujar David masih canggung, ia masih belum dapat menetralkan perasaannya.

“Nggak apa, Vid. lagian aku juga dadakan. Kamu pake baju begini emang nggak ngajar?” tanya Adelia setelah menyesap sedikit Cappuchinonya.

“Hari ini aku free, udah sebulan ini juga aku nggak megang tugas apa-apa dari sekolah selain ngajar. Pengen santai dulu, nikmatin hidup.” David tak tahu harus berbuat apa. Andai Long Macchiatonya sudah datang, tentu ia bisa berpura-pura sibuk dengannya. Atau ada yang ia nikmati selain visual mempesona di hadapannya.

“Waktu sama aku dulu apa hidupmu nggak nikmat, Vid?” tanya Adelia.

“Eum, maksudku dulu aku pikir terlalu banyak kegiatan. Jadi sekarang aku bisa lebih santai. Oh iya, apa sih yang mau kamu omongin?” tanya David tak mau hanya dirinya yang tersudut.

David melipat kedua lengannya di depan dada, tubuhnya bersandar di kursi kayu. Ia mencoba untuk lebih tenang. Adelia tampak terpaku, ia menyesap lagi Cappuchinonya yang tinggal separuh. Matanya memandang jauh ke arah jalanan. Dari sisi ini David dapat dengan jelas menikmati relief mempesona wajah Adelia.

Seorang waitress datang menghampiri mereka, meminta ijin untuk menaruh Long Macchiatto David di atas meja. David mempersilahkannya dan mengucapkan terima kasih. Kedatangan waitress ini sedikit memberi napas David untuk sedikit teralih dari Adelia. Sedang untuk Adelia sedikit memberi waktu baginya untuk melepaskan diri dari tekanan David.

“Aku dengar kamu sudah bertunangan, Del,” tanya David sudah jauh lebih santai sambil meraih Long Macchiatonya. Adelia menunduk, ia menghela napasnya dalam-dalam.

“Itu salah satu yang mau aku omongin,” jawab Adelia datar. Ia mengangkat wajahnya, menatap laki-laki di hadapannya yang tampak sudah banyak berbeda.

“Maksudnya? Apa hubungannya pertunanganmu dengan aku? Kita sudah nggak punya hubungan waktu kamu.…”

“Kamu masih mencintaiku, Vid?” potong Adelia singkat. David tertegun, ia menatap kosong mata penuh harap perempuan cantik di hadapannya. Adelia mencondongkan tubuhnya ke arah David. Bibirnya bergetar, ada berton-ton kata dan emosi yang ingin ia sampaikan.

“Aa … apa maksudnya ini, Del?”

“Kamu bisa jawab?” Mata Adelia mulai berkaca-kaca.

“Aku kira nggak ada gunanya bisa atau tidak aku jawab. Del, kamu sudah menerima lamaran seseorang, nggak pantas kamu tanya begitu ke laki-laki lain. Seolah kamu menyesal menerima lamarannya. Ini bukan main-main, Del!” terang David mencoba diplomatis.

“Kamu pikir aku bisa dengan mudah menerima orang yang baru aku kenal? Kamu nggak lupa kan dulu berapa lama akhirnya aku bisa terima kamu? Aku nggak mungkin mengabdikan diriku pada orang asing, Vid. Menjadi istrinya.…”

“Aku paham, Del. Tapi, kok bisa kamu terima lamarannya?” potong David, sekaligus ia ingin tahu motif Adelia sebenarnya.

“Aku akui aku emosi, Vid. Setelah kita putus, aku down. Aku banyak ngurung diri di kamar, sering bolos kerja. Mama nggak tega liat aku begitu. Terus ia coba jodohin aku sama anak temannya. Maafin aku, Vid. Aku kira dia bisa bantu aku lupain kamu.” Adelia terus terang, entah energi macam apa yang membuatnya berani mengakui hal sebesar ini.

“Terus apa rencanamu? Kamu tahu kan ini nggak mudah?” David mencoba memahami kondisi Adelia. Ia mencoba untuk berada di sampingnya.

“Aku mau kembali, Vid. Sama kamu lagi,” jawab Adelia mantap.

Ia meraih jemari David yang menggenggam tangkai gelas kopi. David tertegun, entah apa ia tega mengatakan bahwa ia baru saja memacari Anjani. Jauh dalam hati, tentu masih ada cinta untuk Adelia. Tapi bagaimana dengan Anjani?

“Terima kasih sudah menginginkanku lagi. Aku sama sekali nggak nyangka, aku pikir aku sudah hancur waktu kamu putusin. Jujur masih ada cinta buatmu, aku masih sayang. Tapi aku nggak mau terlibat dengan pertunanganmu itu.”

David menggenggam jemari Adelia. Tangan kanannya ragu menyeka air mata Adelia yang mengaliri pipi. Adelia terpejam, seakan menikmati perhatian dari David dengan membiarkan air matanya kembali mengalir.

“Maafin aku, Vid. Setelah putus aku baru sadar kalau aku butuh kamu,” David tersenyum, dibelainya sisi kiri wajah Adelia.

“Sudah, nggak perlu nangis. Selesaikan urusanmu dengan calon suamimu itu. Barulah berpikir untuk memperbaiki hubungan kita. Aku merasa berdosa memacari tunangan orang.” Adelia mengangguk, ia tersenyum. Manis sekali, bagi David inilah senyum termanis Adelia.

Adelia bangkit dan duduk di samping David. Perasaan haru dan bahagianya sudah tak dapat dibendung lagi. Ia meraih lengan kiri David dan mendekapnya. Kepalanya bersandar pada pundak David yang sedikit rikuh dengan perlakuannya itu. Ia tak peduli, ia yakin David masih mencintainya. Dalam hati laki-laki ini masih ada satu tempat untuknya.

Aroma parfum Adelia tercium jelas, lengan kiri David entah mengapa tak bisa ia gerakkan. Sama seperti dulu saat pertama kali Adelia bergelayut manja di lengannya. Ya Tuhan, rasa cinta David pada Adelia seolah terus bertambah seiring helaan napas mereka berdua yang seirama. Hampir sama levelnya seperti sebelum mereka berpisah. David ingat pada Anjani, mahasiswi cantik yang lebih dulu memintanya untuk kembali. Ada apa sebenarnya hari ini? Sangat aneh, tapi menyenangkan. David tersenyum, digenggamnya jemari Adelia yang masih bersandar pada pundaknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status