Bulu Perindu

Bulu Perindu

Oleh:  A.R. Ubaidillah  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
74 Peringkat
112Bab
6.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Gara-gara Bulu Perindu milik sahabatnya yang tak sengaja disimpan, David mengalami hal yang tak disangka-sangka. Jadi perhatian banyak perempuan. Sampai ia harus rela meninggalkan kekasih yang baru dua hari dipacari demi Adelia, mantan kekasih yang meminta kembali padahal sudah bertunangan. Sandiwara licik dilakukan Adelia demi mendapatkan David, berpura-pura hamil. Apakah mereka berdua dapat bersatu? Apakah tuah Bulu Perindu akan terus menyertai David?

Lihat lebih banyak
Bulu Perindu Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Zaid Zaza
Maaf Thor salah komen......
2023-10-15 15:48:52
0
user avatar
A.R. Ubaidillah
Halo Readers.. Alhamdulillah Bulu Perindu sudah tamat. Terima kasih sudah mendukung Bulu Perindu. Baca juga ceritaku lainnya. Retrocognition (Melihat Masa Lalu) dan nantikan cerita yang akan rilis di bulan Desember 2021. Terima kasih
2021-12-01 12:12:37
0
user avatar
Cheruu
Ceritanya menarik kak, semangat lanjut chap nyaa~
2021-09-29 00:42:52
0
user avatar
Cadburry♥
Semangat! lanjut ya kak><
2021-09-24 21:21:31
0
user avatar
Ryuzy_hdr
lanjut kak! ceritanya seru, menarik banget
2021-09-23 15:01:37
0
user avatar
elhrln
baru baca 1 bab, lanjutt
2021-09-21 06:48:20
0
user avatar
Andi Sasa
Amazing.. good luck ya
2021-09-20 22:36:02
0
user avatar
Miss Yuka 85
seru kakak lanjut.....
2021-09-20 21:45:54
0
user avatar
Zhi
Langsung pengen tahu apa itu bulu perindu, pernah denger tapi gak tahu apa artinya.
2021-09-20 12:51:46
0
user avatar
I'm okay
Keren banget!
2021-09-20 11:17:50
0
user avatar
Nicholas Underwood
A great story.
2021-09-20 10:20:42
0
user avatar
Senja99
Seru ceritanya
2021-09-20 05:26:47
0
user avatar
Penulis Lepas
Keren kak lanjutkan lagi ya
2021-09-20 04:34:00
0
user avatar
Biru Tosca
Bagus... semangat ya ...
2021-09-19 21:27:19
0
user avatar
Aksara Rindu
Semangat Thor
2021-09-19 21:06:49
0
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
112 Bab
Sebuah Awal
“Ini  apa, Bro?” tanya David memperhatikan lipatan kertas putih yang tak sengaja keluar dari sling bag Andra. “Eits, jangan asal ambil, Bro!” Seketika Andra merebut lipatan kertas putih yang tadi dipegang David. Ia buru-buru memasukkan lagi kertas tersebut di tempat semula. “Nah, Lu ngobat ya? Ngaku Lu!” hardik David, telunjuknya mengacung tepat di hidung Andra yang duduk di sebelahnya. “Eh, nggak! Gila Lu nuduh gue ngobat, haram Bro, haram!“ Andra membuang arah pandangannya. Kedua tangannya memeluk sling bag hitam miliknya. “Kok Lu panik kalau itu bukan barang haram? Hah?” David masih meninggikan suaranya. “Eem ... Berani sumpah gue, ini bukan barang haram.” Andra kini memutar arah duduknya, membelakangi David. “Ya kalau bukan barang haram, santai saja lah, sini gue lihat itu apa!” David mengulurkan tangannya. Ia sengaja menunggu reaksi Andra. Kalau pun Andra tidak memberitahu, ia pasti akan memaksa. Perlahan An
Baca selengkapnya
Prime Coffee
Pukul tujuh pagi, David terbangun karena suara tetangga kost menghidupkan motor tepat di depan pintu kamarnya. Suara melengking knalpot racing dan aroma emisi gas buang memaksanya bangkit dan membuka pintu kamar. Ia tampak melongok sebentar ke kamar sebelah, lalu ia matikan kontak motor tetangga dan menutup pintunya kembali. Pemilik motor biasanya akan menyadari kekeliruannya, menuntun motornya sampai depan lalu menghidupkan di sana. David meraih gelas di atas galon air mineral, menekan tuas dispenser dan meneguk segelas air. Gawainya yang sejak semalam diisi ulang baterainya tampak menampilkan beberapa notifikasi. Biasanya hanya pesan grup yang kadang sengaja tak pernah ia buka atau bahkan dibisukan. Grup sekolah satu-satunya yang tidak ia bisukan karena urusan pekerjaan. Tapi hari ini David tidak ada jam mengajar. Ia abaikan gawainya, lalu masuk ke kamar mandi. Air mengalir deras dari keran plastik yang dibuka maksimal ke dalam ember. David mengguyur kepal
Baca selengkapnya
Aneh Tapi Menyenangkan
Pukul sembilan lima puluh lima menit, David melajukan mobilnya menuju Prime Coffee. Baru saja ia antarkan Anjani kembali ke sekolah. Mahasiswi cantik itu masih tampak dari kaca spion mobilnya, masih menatap kepergian David. Senyum manis mengembang di wajahnya. Ia lalu memasuki gerbang sekolah setelah mobil David mendahului mobil di depannya. Beberapa notifikasi pesan muncul di gawai David. Ia melirik, dari Anjani, Adelia, grup sekolah dan bebarapa yang tak dapat tampil di layar gawai. David tersenyum, ia masih begitu penasaran dengan apa yang akan Adelia bicarakan dengannya. Selain tentu ada senggurat rindu yang diam-diam ia simpan untuk mantan dambaan hatinya itu. Mereka tidak pernah bertemu sejak Adelia mengakhiri hubungan hampir tiga bulan lalu. David keluar dari mobilnya, di area parkir Prime Coffee tempat yang sama satu jam lalu. Tidak banyak kendaraan parkir di sana. Jam sibuk kedai kopi ini memang belum sampai, ini masih terlalu pagi. David membuka pesan dari
Baca selengkapnya
Anjaniku
Adelia membuka kaca jendela penumpang mobil MPV tiga baris milik perusahaan. Ia melambai pada pujaan hati yang berdiri di balkon lantai dua Prime Coffee. Wajahnya nampak berseri-seri, senyumnya merekah membuatnya tampak semakin mempesona. David membalas lambaian tangannya. Perempuan cantik itu lalu hilang oleh mobil yang sudah melaju, namun aroma parfumnya masih tertinggal. David menghela napasnya, ia tersenyum sendiri. Ada banyak emosi yang bercampur di hatinya. Ia duduk kembali di tempat Adelia tadi mendekap lengannya. Di hadapannya masih ada separuh cup Moccachino milik Adelia dengan bekas lipstik di tepinya. Ia sudah sering menemui hal ini dulu, tapi entah mengapa kali ini bekas lipstik itu terasa spesial. David meraih gawainya, mengabadikan dengan kamera. “Halo, ya, Del. Ada apa?” tanya David. Tiba-tiba gawainya berdering ketika ia keluar dari aplikasi kamera. “Vid, masih di Prime Coffee?” tanya Adelia dari seberang. “Masih, tapi sebenta
Baca selengkapnya
Sandiwara
Mobil yang membawa David berhenti di sebuah rumah besar berpagar putih. Sudah ada sebuah mobil yang lebih dulu parkir di halamannya. David kenal betul dengan rumah ini. Pria yang tadi memukul perutnya ia kenal sebagai Kak Bagas, kakak Adelia. Pria itu kini merangkul David dan menggiringnya untuk segera masuk ke dalam rumah. Dua pria lain duduk di teras rumah, mulai membakar rokoknya. Bagas langsung membawa David ke ruang tengah. Sudah ada Pak Ruslan, Papa Adelia yang tampak sudah tak sabar menunggu mereka tiba. Bu Ratri, mama Adelia duduk di sofa sambil memeluk seorang perempuan memakai mukena, David tebak itu Adelia. Di tengah kebingungan, Bagas mendorong tubuh David hingga ia dengan cepat tiba di hadapan Pak Ruslan. Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri David. Pak Ruslan menggeram melepaskan amarahnya. David terhuyung ke kanan, jika tak ada dinding ia pasti sudah roboh ke lantai. Telinganya berdenging, tulang pipinya terasa begitu sakit. Mungkin terhantam ole
Baca selengkapnya
Janggal
“Jani….” “Kak David? Kakak baik-baik aja?” Suara Anjani terdengar parau, ia belum lama bangun. Setelah kejadian semalam ia terus berusaha menghubungi David tapi tak berhasil. Sampai pagi ini pun tak ada pesannya yang dibalas David. “Iya, Kakak sehat. Bisa keluar sebentar? Kakak di depan pagar rumahmu. Ada hal penting yang mau Kakak omongin,” “Oh, oke Kak, tunggu sebentar.” “Oke.” Sambungan telepon itu terputus. Anjani buru-buru mengenakan pakaian yang layak untuk dikenakan di depan kekasihnya. Ia mencuci muka dan merapikan rambutnya sebentar. Ini pasti penting, masih pukul enam pagi dan David sudah berada di depan pagar rumahnya. Anjani meraih kunci gembok pagar dan keluar melalui pintu samping. “Masuk dulu, Kak.” Anjani menggeser pagar rumahnya sedikit, sekedar cukup untuk dilewati seseorang. Sekilas ia perhatikan wajah David, datar-datar saja. Ada banyak kegelisahan terlihat jelas di sorot matanya. Ada juga sedikit le
Baca selengkapnya
Syarat Dari Ibu
“Pipimu masih sakit, Vid?” Adelia membuka pembicaraan setelah mobil yang mereka kendarai melaju beberapa meter dari rumahnya. “Lebam sih, sakit kalo kepegang aja,” jawab David singkat, matanya fokus ke depan. “Maaf ya, aku sudah terlanjur kasih tahu Rangga, aku nggak nyangka kalo dia dan keluarganya langsung dateng buat batalin pertunangan.” “Iya, jadi aku yang nanggung kebohonganmu kan?” ujar David kesal. “Sayang, aku minta maaf. Aku nggak tahu harus pakai cara apa,” Adelia menatap wajah David yang mengemudi di sebelahnya. Jemarinya menggapai pipi kiri David yang jelas sekali lebam. Pria itu masih fokus pada kemudi mobilnya. “Kamu berubah, Del. Kamu di luar ekspektasiku. Kebohonganmu ini benar-benar nggak kuduga,” tutur David datar. Emosinya terasa amat berbeda saat semalam pamit pulang dan saat datang menjemput beberapa menit lalu. “Apa lagi yang aku belum tahu, Del?” David meilirik sekilas kekasihnya yang amat diliputi rasa bersalah.
Baca selengkapnya
Story David
Anjani bangkit, bantalnya basah oleh air mata. Kedua matanya masih terus mengalirkan cairan bening yang teriring dengan isak tertahan. Ia duduk bersila di atas tempat tidur dengan sprei merah muda favoritnya. Rambut yang belum lama tadi ia rapikan, sudah tidak beraturan lagi. Sebagian yang menjuntai ke wajah juga basah. Ia tampak begitu berantakan. Gadis itu tak kunjung memahami mengapa hatinya begitu hancur. Padahal tak banyak yang pantas ia tangisi dari dua hari bersama David. Menurutnya tak ada hal istimewa selain momentum di atas motor semalam. Tapi setiap kali ia berpikir untuk tak peduli, air matanya justru semakin deras. Isaknya semakin menderu, seperti ada energi yang terus memaksanya untuk meratapi David. Sama seperti kemarin sampai akhirnya ia paksakan untuk mendatangi David di kostnya. “Jani, kamu nggak kuliah? Udah bangun kan?” seru Ibu setelah mengetuk pintu kamar beberapa kali. Anjani menarik napas panjang. Berusaha menetralkan suasana hatinya y
Baca selengkapnya
Mata Pisau
“Pak, Bu, aku pamit ya. Terima kasih sudah menyambutku, terutama untuk restunya,” pamit Adelia pada Bu Maryam dan Pak Ahmad. Kedua orang tua David itu tampak menyunggingkan senyum. “Bilang ke orang tuamu, Insya Allah hari minggu kami ke rumah untuk silaturahmi dan membicarakan rencana pernikahan kalian,” ujar Pak Ahmad saat Adelia menyalami dan mencium tangannya. Ia lalu mengusap lembut kepala Adelia. “Jaga Mamamu ya, Nak. Jangan biarkan dia mikir yang enggak-enggak. Penyakit itu banyak yang datang dari pikiran.” Bu Maryam memeluk perempuan cantik berhijab di hadapannya erat sekali. Seolah menandakan bahwa ia mulai diterima menjadi bagian dari keluarga ini. “Baik, Bu,” jawab Adelia singkat. Sebuah kecupan mendarat di keningnya. Adelia tersenyum lebar menatap wajah teduh Bu Maryam. Perempuan tua ini jauh lebih hangat dan bersahaja dari mamanya sendiri. Bersama suaminya mereka berdua punya tatapan dan senyum yang meneduhkan. David berdiri di depan pintu
Baca selengkapnya
Mencari Senyum
Pukul sembilan belas tiga puluh David meninggalkan rumah Adelia. Ia hanya mampir sebentar untuk sholat magrib dan berbincang beberapa hal hasil pertemuan dengan orang tuanya kepada orang tua Adelia. Lalu menolak dengan halus ajakan untuk makan malam bersama, dengan alasan ada pekerjaan yang harus diselesaikan malam ini juga. Berjarak kurang lebih seratus meter, ia melewati rumah Anjani. Rumah yang tiga belas jam lalu ia singgahi, hanya sebentar namun menghasilkan air mata. Seseorang tengah duduk di kursi teras rumah Anjani. Tertunduk memeluk lutut dengan rambut panjang yang menutupi seluruh wajahnya. David memperhatikan sekilas, ia mengangkat kaki dari pedal gas mobilnya. "Siapa dia? Apa mungkin Anjani?" batin David. Ia lalu menghentikan mobilnya di depan rumah tetangga sebelah Anjani. 'Kamu di teras rumah, Jani?' pesan terkirim. Sesekali David menoleh ke belakang memperhatikan perempuan tadi. Tidak ada pergerakan. Pesannya tadi pun belum dibaca. Ah,
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status